Monday, December 01, 2008

Indonesia di Mata Seorang Libby..

Berikut adalah komentar dan pertanyaan putri saya Libby, siswa kelas 6 SD. Memang masih anak-anak, tapi dia hobi nonton berita di TV. Syukurlah dia ngga suka sama sinetron atau infotainmen, jadi lumayan OK lah kalau diajak ngobrol politik.

Antiknya, Libby ini sangat kritis dan bawel soal aneka berita di TV. Sampe saya terkaget-kaget mendengarnya. Ini beberapa komentar dia yang terekam dalam kepala saya. Semua murni dan apa adanya, tanpa rekayasa dari saya.


Tentang kunjungan SBY ke even KTT G-20 di Peru dan Brazilia

"Ma, presiden kita tuh cari bantuan ke negara lain ya, sebab negara kita miskin? Jadi SBY ke luar negeri minta mereka bantu kita?"

Komentar saya: "Duh Lib, siapa bilang negara kita miskin?"

Libby: "Lho itu buktinya di berita, orang pada ngantri zakat, BLT, kerusuhan mulu, sengketa tanah, razia kaki lima, miskin semua kan?"

Saya: "Indonesia kaya nak, cuma orangnya masih banyak yang bego, jadi ngga becus ngurus kekayaannya. Makanya kamu sekolah yang pinter biar Indonesia ngga miskin terus.

Libby: "Ah males ah, aku benci matematika. Kalo sekolah ngga ada matematikanya, aku pasti rajin deh."

Saya nyerah deh, sebab saya juga benci matematika dan malas sekolah dulu..hehehe.

Tentang kemenangan Obama jadi presiden AS

Libby: "Wah asik ya Obama menang, Libby bilang juga apa, pasti dia menang, soalnya banyak yang suka, termasuk orang Indonesia."

Saya: "Lho apa hubungannya Obama menang sama kamu jadi merasa asyik?"

Libby: "Iyalah, kan dia dulu pernah sekolah di Indonesia. Libby kan gini-gini nonton berita terus ma, jadi taulah soal itu, gimana sih mama ini."

Saya: "Ya tapi dia bukan presiden Indonesia, jadi mau dia menang apa kalah ya ngga ngaruh2 amat kali, Lib."

Libby: "Siapa tau Indonesia dijadiin satu sama Amerika, jadi kita ikutan kaya, ikutan presidennya Obama juga, asik kan."

Saya: "Mana mau Obama jadi presiden Indonesia, wong orangnya bego-bego..maunya cuma ngambil kekayaan kita aja kali, kayak yang dilakukan mayoritas negara maju pada negara miskin. Lagian orang Indonesia gengsi kali kalo jadi bagian dari Amerika. Bisa perang tuh.."

Libby: "Ya udah, Obama mendingan jadi bintang film aja kayak Will Smith."

Saya garuk-garuk kepala, emang apa hubungannya Obama jadi bintang film kayak Will Smith sama kekayaan Indonesia? Dasar anak kecil, fantasinya melompat-lompat.

Oh ya, waktuTV rajin menayangkan kampanye Pemilu AS dulu, Libby jadi rajin mengikuti. Dan ini berimbas pada cita-cita dan haluan hidupnya.

Libby: "Ma, aku kalo udah gede mau kerja di Voice of Amerika (VOA) aja deh, biar ketemu Obama."

Saya: "Kamu udah gede, Obama udah tua dan bukan presiden lagi, Lib."

Libby: "Ya udah aku jadi penulis komik, jurnalis dan penyiar radio juga deh."

Saya: "Cita-cita itu yang fokus, jangan diborong semua. Malah nanti ngga ada yang tercapai lho saking bingung."

Libby: "Hmmm, ya nanti aja kalau sudah SMA aku baru bisa ambil keputusan. Dulu Obama juga waktu kecil belum punya cita-cita jadi predisen kan?"

Tentang hari AIDS sedunia, 1 Desember.

Libby: "Ma, kondom itu obat biar ngga AIDS ya?"

Saya: "Bukan, itu alat khusus buat cowok biar ngga ketularan AIDS dan menghamili istrinya."

Libby: "Lho kalo istrinya hamil ya biar aja dong, namanya juga istri sendiri kan?"

Kepala saya mulai senut-senut. Baru pulang kerja kok disodori masalah ruwet begini? Hehehehe. Saya berusaha alihkan obrolan dengan menanyakan kabar dia di sekolah tadi gimana.

Tapi ternyata tayangan soal hari AIDS sedunia di TV masih terus megganggu Libby.

Libby: "Ma, kalo monyet perlu pake kondom juga?"

Saya: "Ngga lah, kondom kan khusus buat manusia. Kamu ada-ada aja sih. Ngga sekalian nanya cecak sama kecoak pake kondom ngga? Hehehe"

Libby: "Wah enak ya jadi monyet ngga usah takut kena AIDS."

Saya: "Hus, justru kata orang-orang pinter, AIDS itu asalnya dari monyet."

Libby: "Wah curang, monyet yang menyebabkan AIDS tapi kok dia ngga pake kondom sih?!"

Aduh, saya pusing nih...perasaan dulu waktu seumur Libby, mana peduli saya sama Indonesia, AIDS dan kondom????? Gimana kalo Libby sudah saya bebaskan mengakses Internet? Lebih aneh-aneh lagi pastinya komentarnya...Aaarrghhhh...!

Tentang Isu Adam Malik jadi agen CIA

Di TV ditayangkan wawancara dengan Antarini Malik, putri almarhum Adam Malik.

Libby: "Ma, itu anaknya ya?"

Saya: "Iya, kan tadi tulisannya begitu."

Libby: "Aku sih kalo mama dituduh agen CIA pasti aku belain juga lah. Enak aja main tuduh. Biarpun beneran agen CIA, tetap aku belain."

Saya: "Emangnya kamu tau apa itu CIA?"

Libby: "Yang di film-film kan? Yang temennya FBI?"

Saya: "Iya, yang kerjanya menyamar dan kantornya di Amerika. Kerjanya membela kepentingan Amerika."

Libby: 'Asik, anak buahnya Obama dong."

Saya: "Nanti kamu kalo sudah besar akan tahu bahwa Amerika ngga selalu bagus, nak."

Libby: "Ah masak sih? Buktinya film-film di sini dari Amerika semua, MTV juga, makanan juga, minuman juga. Kalo jelek kan pasti ngga laku."

Saya: "Yang laku itu belum tentu bagus, Nak. Kamu lama-lama akan ngerti sendiri nanti."

Asli nih saya pusing, mau bobo aja. Ngobrol politik memang menyenangkan, tapi ngobrol politik sama anak sendiri usia 12 tahun, adalah beban mental tersendiri dan tanggungjawabnya beraaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaat banget. Salah ngomong bisa fatal akibatnya. Hehehe.

Semoga Libby yang benci matematika kelak jadi tambah kritis dan memahami seperti apa politik dunia kita yang sesungguhnya. Atau ada teman di sini yang mau menjawab pertanyaan2nya?

Tuesday, November 18, 2008

Judul Film Syur Bangsa yang Berbudaya?


Mas Suka, Masukin Aja
Kutunggu Jandamu
Mupeng
Kawin Kontrak

Itu bukan judul lagu dangdut, tapi judul film Indonesia. Terpampang di baliho dan poster raksasa dimana-mana. Dibaca anak TK, SD, pejabat negara (kalau mereka sudi melihat ke luar kaca mobil), kaum terpelajar dan berbudaya, pendeta, kiyai, ustad, biksu, biarawati, sampai abang beca dan saya.

Indonesia katanya negara berbudaya, baru saja meresmikan UU Pornografi. Tapi judul filmnya ngga nahanin euy....Kutunggu Jandamu, dengan gambar foto diri Dewi Persik pakai baju seksi.

Mas, Masukin Aja...apanya yang dimasukin? Oh Indonesiaku yang berbudaya. Hollywood saja kalah seronok deh judul filmnya.
Indonesiaku yang berbudaya dan antipornografi dan full rohaniawan ini melahirkan film dengan judul-judul syur mirip headline koran kuning.

Oh Indonesia negara berbudaya dan bermoral tinggi sampai PSK diuber2 buat ditahan lalu diperas lalu dilepas lalu ditahan lagi lalu diperas lagi, dipake gratisan sama oknum polisi, lalu dilepas lagi, diperas lagi, sampai mati.

Mas Suka, Masukin Aja...judul film buatan Indonesia, negeri yang berbudaya dan bermoral dan antipornografi. Hahahahahahahahahahahahaha
ha! Sekalian aja bikin film judulnya Kancut dan undang semua pejabat negara pas launching. Gimana? Hahahahahaha!

Sunday, November 16, 2008

Lagi lagi Psikopat...!

Jujur, saya bosan berkisah soal psikopat. Sebab memang sudah muak bersua dengan manusia dengan jenis ini. Tapi kok ya masih saja bersua. 

Definisi psikopat menurut Tante Wikipedia:

Psychopathy is a psychological construct that describes chronic immoral and antisocial behavior.The term is often used interchangeably with sociopathy. Psychopathy has been the most studied of any personality disorder. Today the term can legitimately be used in two ways. One is in the legal sense, "psychopathic personality disorder" under the Mental Health Act 1983 of the UK. The other use is as a severe form of the antisocial or dissocial personality disorder as exclusively defined by the Psychopathy Checklist-Revised (PCL-R). The term "psychopathy" is often confused with psychotic disorders. It is estimated that approximately one percent of the general population are psychopaths.

The psychopath is defined by a psychological gratification in criminal, sexual, or aggressive impulses and the inability to learn from past mistakes. Individuals with this disorder gain satisfaction through their antisocial behavior and also lack a conscience.


Sebentar, psikopat yang saya jumpai memang belum separah itu.

Jadi mereka adalah orang yang awalnya sopan, intelek, selayaknya manusia normal yang terhormat. Saya juga menghormati mereka selayaknya menghormati sesama manusia sesuai koridornya (Busway kali!). Hanya saya tak habis pikir, ketika respon saya yang normal dan cukup penuh respek diartikan berbeda oleh si Psikopat itu. Dia jadi overacting, melenceng dari koridor, dan menimbulkan rasa jijik. Akhirnya saya tidak bisa lagi menghormatinya.

"Kok dia gak malu ya nulis email kayak gitu? Apa dia kira gue ngga akan cerita ke siapa-siapa?"
"Orang gila mana punya malu, Mer!"
"Lha dia bawa2 nama instansi, kan artinya mempermalukan nama instansinya juga."
"Anggota DPR yang korupsi juga ngga punya malu kok"
"Lho kalo anggota DPR kan udah kaya raya, lha ini dia baru merintis karir ilmuwannya, kok malah mempermalukan nama sendiri ke gue yang orang media."
"Psikopat!"


Itulah obrolanku dengan seorang teman di YM saat mengisahkan sepak terjang si Psikopat ini.

Jadi, maaf ya, psikopat yang saya tak sebut namanya di sini. Jika Anda membaca tulisan ini, semoga Anda paham bahwa Anda sudah mempermalukan nama Anda dan instansi Anda. Anda juga sudah membuat penilaian saya terhadap kompetensi keilmuwan Anda sangat buruk.

Wednesday, October 22, 2008

7 Nilai Plus Sebagai Single Mom

Menjadi single mom sebuah kutukan? Sama sekali bukan. Justru itu semacam "kawah candradimuka" yang jika sukses dilalui oleh seorang perempuan akan menjadi kebanggaan tersendiri.

Tulisan ini saya tujukan bagi sesama single mom di seluruh dunia. Bukan untuk memotivasi perempuan menjadi single mom, tapi bagi mereka yang sudah terlanjur menjadi single mom, apa salahnya merasa bangga dengan status itu? Mengapa? Ini ada 7 nilai plus seorang single mom. Semua saya tulis berdasar pengalaman pribadi saya.

1. Bebas menentukan pilihan
Single mom tak perlu berdebat panjang dengan pasangan untuk mengambil keputusan bagi dirinya sendiri atau anaknya. Tak usah ribut apakah si anak boleh les piano atau tidak, boleh beli baju baru atau tidak, dsb. Tinggal diskusi dengan anak, habis perkara.

2. Menjadi diri sendiri
Karena kebebasan mengambil keputusan itu, maka seorang single mom lebih punya jati diri. Dia tak ada di bawah bayang-bayang suami. Dia bebas mau terima promosi jabatan atau tidak, mau ikut lomba menulis atau tidak, mau ambil beasiswa atau tidak. tak perlu banyak cingcong dengan suami yang takut gengsinya terancam. Maka single mom lebih bisa jadi dirinya sendiri.

3. Memupuk leadership
Terbiasa mengambil keputusan sendiri di rumah, membuat single mom memiliki leadership yang baik. Tidak cenderung membebek keinginan orang lain. Ini akan bagus pengaruhnya di tempat kerja.

4. Anak yang mandiri
Anak seorang single mom juga lebih bisa mandiri karena tidak harus menderita batin didikte ayah yang otoriter atau bahkan suka main kasar. Karena ditinggal ibu bekerja, anak itu dituntut lebih mandiri dibanding anak lain. Menjelang remaja dan dewasa dia sudah bisa menjadi perwakilan ibu sebagai kepala keluarga. Hebat bukan?

5. Banyak waktu luang
Karena tak ada waktu spesial yang harus diluangkan untuk suami, maka seorang single mom punya lebih banyak waktu luang untuk diri sendiri, anak, teman-teman, mengembangkan karir dan potensi diri, merawat diri, menikmati hobi, dan sebagainya. Otomatis akan lebih OK PUNYA dibanding yang bukan single mom. Hahaha!

6. Kasih sayang berlipat ganda
Ya, anak kita akan mencurahkan semua perhatian dan kasih sayangnya hanya pada kita seorang, tak ada "saingan". Dia akan super duper sayang pada ibunya yang dilihat sudah berjuang seorang diri demi dia. Luar biasa bukan?

7. Kebanggaan luar biasa
Jika anak kita sukses kelak, kita punya kebanggaan luar biasa sebab sudah melalui begitu banyak masalah pelik sebagai orang tua tunggal. Kebanggaan yang lebih dibanding orang tua "normal".

Semuanya memang tak begitu saja bisa dijalani dengan mudah. Banyak tantangan dan problem menghantui yang kadang bikin kepala mau pecah. Ya, saya sangat paham itu. Tapi so far, saya dan putri semata wayang saya Libby masih bisa tersenyum bahagia seperti foto kami di atas.

Go single mom all around the world!

Wednesday, October 15, 2008

Status "Busy" di Yahoo Messenger: Jualan Busi Motor, Mas?


"Halo Mer, lagi sibuk?"

Sapaan yang standar, terlalu sering dipakai oleh siapa saja. Biasanya saya agak bingung menjawab. Sibuk??? Kalau menurut Sinchan si anak kecil nakal karakter komik Crayon Sinchan, semua orang selalu sibuk. Sibuk bersantai, sibuk tidur, sibuk makan, sibuk bernapas, sibuk nonton TV, sibuk membaca, sibuk cari pacar, dan seterusnya.
Bisanya saya akan menjawab basa-basi di atas dengan: "Biasa aja". Ya gimana lagi, saya suka bingung mendefinisikan kata sibuk dalam hidup saya.

Setelah berpengalaman bekerja yang disertai deadline, akhirnya saya putuskan bahwa "sibuk" adalah kondisi dimana saya sedang dikejar deadline, ditungguin bos, diharuskan fokus ke meeting, dan sejenisnya. Tapi dasar saya orang yang sejak dulu berprinsip "jangan sampai pekerjaan menganggu kesenangan", maka saya tetap saja bingung dengan apa itu "sibuk". Yang jelas, sibuk adalah saat saya sedang asyik nonton film seru, tau-tau air mendidih minta diangkat, ponsel berbunyi minta diangkat, tetangga ngetok pintu rumah, lalu perut saya mules akibat panggilan alam dalam waktu bersamaan. Kondisi dimana saya sudah tak sanggup lagi memutuskan mana yang harus dikerjakan lebih dulu, itulah sibuk versi saya. Tak peduli itu masalah kerjaan, percintaan, persahabatan, kesenangan duniawi, dan sebaginya.

Namun banyak orang menggunakan kata "sibuk" sebagai alasan bahwa dia tak mau diganggu. Bos yang ingin melamun jorok di kantornya akan menyuruh sekretarisnya menolak semua tamu dengan alasan "bos lagi sibuk". Orang yang sedang mau asyik masyuk chat dengan pacarnya akan memasang status "busy" di Yahoo Messenger-nya.
Jadi jika ada teman atau rekan kerja menolak ajakan Anda untuk makan atau ngobrol dengan alasan "sibuk", itu tak berarti dia sungguhan sibuk kerja, melainkan dia memang lagi malas dengan Anda. Hahaha!

Eh, ada kalanya saya juga sok sibuk kok. Yaitu saat saya sedang serius kerja agar cepat kelar dan cepat makan lalu pulang. Kalau sudah begitu akan muncul komentar:

"Gile Mer, ritme kerja elu kayak orang Jepang," celetuk seorang teman kerja di kantor lama.
"Wah rajin amat jam segini kerjaan udah kelar," celetuk lainnya.

Hei hei, ingat prinsip saya di atas tadi: "jangan sampai pekerjaan menganggu kesenangan". Jadi kalau pekerjaan saya cepat selesai jauh sebelum deadline, itu karena saya ingin punya waktu lebih banyak untuk hal lain di luar kerja. Kesenangan yang saya maksud tak selalu hura-hura, namun waktu yang lebih berkualitas bagi saya. Hidup bukan untuk diperbudak oleh kerja saja, toh?

Jadi kalau saya bekerja super serius dengan kecepatan Pentium 10, itu bukan karena saya super duper rajin, tapi karena saya ingin segera bisa melakukan hal lain di luar urusan kerja. Saya bukan tipe manusia yang senang diperbudak pekerjaan. Kalau kata Mario Teguh, tidak selalu orang yang bekerja hingga lelah akan mencapai keberhasilan. Masalahnya adalah kualitas, bukan kuantitas. Buat apa kerja 24 jam sehari kayak sapi perahan tapi tak kunjung kaya, moril maupun materil?


Lalu kalau saya online di Yahoo Messenger jam 10 malam minggu, anehnya ada saja yang menyapa:
"Lho masih online? Belum kelar kerjaan?"

Hahaha! Sejak kapan chat di Yahoo Messenger masuk kategori kerja? Alangkah kasihannya orang yang berpandangan begitu. Mungkin penjaga warnet?

Tuesday, October 14, 2008

“Orang Miskin” Tak Pusing dengan Krisis Ekonomi!

Siapa paling menderita jika krisis ekonomi mendera? Kalau versi Presiden Bank Dunia, Robert Zoellick, krisis ekonomi global dapat sangat merugikan penduduk miskin di negara-negara berkembang. Bank Dunia menaksir harga pangan dan energi yang tinggi telah mendorong 100 juta orang lagi ke lembah kemiskinan tahun ini saja.

Agaknya Zoellick tak pernah turun ke lapangan seperti saya, sesama rakyat jelata Indonesia, negara yang katanya berkembang tapi kerap disandingkan dengan sejumlah negara miskin Afrika dalam sejumlah literatur yang saya baca. Sebab nyatanya, orang miskin itu tak kena dampak apapun atas krisis ekonomi global. Siapa rakyat miskin yang saya maksud? Mereka adalah gelandangan, pengemis, pengamen, anak jalanan, yang tak punya tempat tinggal, tak sekolah, dan entah bagaimana masa depannya.

Adakah artinya nilai rupiah anjlok atau bahkan terjadi devaluasi sekalipun bagi mereka? Apakah jika dolar turun maka mereka akan bisa kuliah dan berbelanja di butik mahal? Apakah jika rupiah anjlok, mereka akan mati bunuh diri? Tidak. Bagi kalangan orang seperti mereka, krisis atau tidak krisis sama sekali tak ada artinya.

Siapa Si Miskin?

Justru yang kena dampak paling heboh dalam situasi krisis adalah kalangan menengah. Kalangan yang dibilang kaya tapi masih naik turun bis kota dan tersiksa macet, terancam copet dan penodong. Tapi tak bisa disebut miskin, sebab mereka bisa mengecap pendidikan tinggi, memiliki laptop dan ponsel, sesekali menikmati Starbucks. Ini yang saya sebut sebagai kalangan “nanggung”.

“Kalau orang kaya, saat krisis begini gampang saja, tinggal alokasikan kekayaannya ke properti atau emas atau dolar, agar bisa selamat. Nah kita, tabungan cuma beberapa juta doang, boro-boro mau beli properti atau emas, diambil sekarang juga langsung habis,” keluh seorang teman yang masuk golongan nanggung itu.

Mungkin kita perlu lebih menjelaskan apa yang dimaksud dengan “orang miskin”. Pada pidato kenegaraan 18 Agustus lalu, Presiden SBY dengan bangga mengatakan bahwa populasi rakyat miskin sudah bisa ditekan. Saya kok seperti mendengar lawakan Srimulat, sebab faktanya anak-anak jalanan yang berkeliaran mengamen di jam sekolah kian membludak. Copet, preman, pengangguran, berita kriminal, kian marak menghiasi hidup keseharian.

Saya tertawa geli membaca tulisan di bawah ini.

Bank Dunia dan Bappenas mencatat, penduduk miskin turun separuh sejak 1997, sampai 2003. Pada 2003, Bappenas mencatat, jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan tinggal 17,4% dari total orang miskin sebanyak 37,3 juta orang. Survei Bappenas ini memakai standar internasional, yaitu penduduk yang mempunyai pendapatan kurang dari US$ 1 per hari, dan patokan harga-harga yang dipakai adalah saat krisis pada 1998.(Tempo).

Kenali “Musuhmu”

Jadi, siapa saja yang berpendapatan lebih dari 1 dolar AS sehari adalah orang kaya? Hei, 1 dolar AS itu kini hanya sekitar Rp. 9000-10.000. Ok, kita bulatkan saja jadi Rp.10.000. Jika dikalikan 30 hari artinya Rp.300.000. Berarti Bappenas mengategorikan mereka yang berpenghasilan Rp.301.000 per bulan adalah orang kaya? Apakah orang Bappenas tahu bahwa untuk mengontrak rumah sederhana saja paling tidak butuh Rp.250.000. Sisanya Rp.50.000 harus cukup untuk makan sebulan dan itu artinya dia sudah kaya? Apakah orang Bappenas mau digaji Rp.310.000 dan dianggap sudah kaya??? Serendah itukah kualitas hidup manusia Indonesia?

Bagaimana pemerintah bisa memperbaiki kondisi rakyat kita, jika mendefinisikan orang miskin saja tidak sanggup? Lalu bagaimana dengan gelandangan dan pengemis di kolong jembatan yang bahkan bisa jadi penghasilannya lebih dari Rp.300.000 sebulan tapi tetap tidak masuk kategori miskin versi pemerintah?

Kabarnya kemiskinan adalah musuh bersama yang layak diperangi. Tapi untuk mengenali musuh itu sendiri saja pemerintah tidak mampu. Ironis!

referensi:
www.voanews.com/indonesian/2008-10-13-voa7.cfm
www.tempointeraktif.com
Foto:arydwantara.files.wordpress.com


Artikel ini merupakan bentuk partisipasi Netsains.com dalam Blog Action Day 15 Oktober 2008 bertemakan: Stand Against Poverty. Untuk mengetahui info kegiatan ini lebih lanjut, silakan kunjungi http://www.standagainstpoverty.org/ atau http://blogactionday.org

Thursday, October 09, 2008

Beware: Cyber Psychopath!

Ya ya ya, semua pengguna Internet juga paham kalau dengan Internet, kita bisa jadi apa saja. Saya pernah menulis novel yang belum selesai tentang itu. Kita bebas menjadi anjing, babi, kucing, kerbau, kecoak, cicak dan apalah itu di dunia maya. Cukup pasang foto palsu, nama samaran, dan semua identitas palsu lainnya, lalu membodohi sekian banyak orang di sesama dunia maya. Itu hak semua orang.

Motivasinya? Bisa jadi memang psikopat stres, orang brengsek yang mau menipu, atau iseng mengerjai cewek-cewek ABEGEH yang baru kenal Internet kemarin sore, atau memang dia anggota badan rahasia negara yang menyamar demi tugas dinas.

Yang layak dikasihani adalah jika orang mennggunakan identitas palsu karena dia tidak punya rasa percaya diri sebagai dirinya sendiri. Dia malu dengan pekerjaannya, masa lalunya, wajahnya, penampilannya, otaknya yang minus, kelakuannya yang menjijaykan, dan sejenisnya. Dan ini jumlahnya banyak sekali lho.....!!!! Kalau di jejaring sosial ala Friendster atau Facebook, dia akan memasang foto palsu atau kosong sama sekali, atau foto artis. Lalu ia menyamarkan semua profilnya. Nah, hati-hatilah dengan manusia jenis ini!

Ada lagi pengecut jenis lain yang tak kalah berbahaya. Jenis ini adalah orang yang sengaja menyamarkan identitas agar bisa bebas berbuat seenak jidatnya mengganggu privasi orang lain. Ya, mereka merasa bebas berulah aneh-aneh sebab merasa orang yang dia kerjai tak tahu siapa dia, siapa teman-temannya, dimana kerjanya, dan sebagainya.

Kenapa saya menulis soal para pengecut dunia maya ini? Sebab dalam waktu nyaris bersamaan, saya dan dua sahabat saya mendapat perlakuan tak senonoh dari orang yang pengecut. Kami yang kebetulan cewek semua ini mengalami dihubungi lewat ponsel oleh orang yang identitasnya ngga jelas. Mereka orang yang berbeda dan sama-sama pengecut dan tidak tahu etika, sebab menghubungi kami tengah malam buta. Saya hanya akan berkisah soal kasus saya, demi menjaga privasi dua karib saya.

Setelah saya telusuri, ternyata si penelpon gelap adalah orang yang melihat profil saya di FS dan memaksa seorang teman untuk memberikan no ponsel saya ke dia. Alasannya mau kenalan. Tapi brengseknya, si penelpon gila itu tak mau jujur dari mana dia tahu no ponsel saya, siapa identitas jelasnya, dan sejenisnya. Dan me-misscall serta me-SMS orang yang tak dikenal pada tengah malam buta jelas bukan perbuatan dengan niat baik.

Dua karib saya juga mengalami hal sama, tapi oleh pelaku lain.

Kami pun jadi berpikir, apakah di luar sana ada begitu banyak PSIKOPAT BRENGSEK yang mengumpulkan no ponsel cewek-cewek? Lalu di kala tengah malam buta saat tak bisa terlelap, mereka telpon satu demi satu? Untung-untungan ada yang mau angkat atau balas SMS?

"Mungkin mereka itu cowok-cowok yang udah kebelet kawin tapi blom ada modal, blom ada cewek yang mau sama mereka, jadi buat ngobatin kumatnya tiap malem berspekulasi nelponin cewek," celetukku ke sesama teman korban psikopat brengsek.

Yang jadi pertanyaan adalah: Apakah ada cewek yang mau meladeni telpon/SMS tengah malam dari si brengsek itu??? Bisa jadi sesama cewek brengsek juga??? Atau cewek yang kumat jahilnya akibat sebel dikerjain mulu?

So, para cewek-cewek pengguna Internet dan pemilik ponsel, waspadalah pada psikopat dodol yang berkeliaran di luar sana. Bergaul di dunia maya memang menyenangkan, tapi kalau sudah berurusan dengan psikopat, wah lebih baik bertemu bangkai tikus deh. Yakin!

Tuesday, October 07, 2008

Shame on You, 3G Indonesia DODOLITA!

Hai para operator 3G GOMBAL GAMBUL sejenis Telkomsel Flash atau IM2 atau XL, akhirnya saya menemukan koneksi Internet yang jauh lebih stabil dari kalian semua.
Bukan sulap, bukan sihir, walau ngga gencar promosi edan-edanan sok sebagai koneksi Internet paling canggih sedunia, sinyal mereka sangat stabil di rumah saya yang masuk gang! Namanya Wifone dari Esia.

Canggihnya, begitu beli saya langsung bisa konek net langsung, tanpa harus registrasi bertele-tele yang ngga jelas kayak Flash atau 3G XL atau IM2 apalah itu namanya.

Selain itu Wifone tidak mengharuskan saya memebli USB Modem buat bisa konek ke Mac atau PC, cukup pesawat telpon sederhana seharga Rp.399 ribu saja sudah komplit dengan kabel data!
Dan sinyalnya tidak impoten seperti sinyal 3G GOMBALITA kalian...hahaha! (Padahal kata tunangan saya, di Jerman tuh model langganan net 3G unlimited begitu, USB modemnya dipinjemin ke pelanggan secara gratis!! Bukan dijual ala bisnis Indonesia yang mata duitan tapi servis nol!)

Cuma ya ngga enaknya ini akses duration based yang agak mahal dan bukan versi unlimited kayak 3G DODOLITA kalian. Cuma, bagi saya, selama sinyalnya mengacung tegak dan aksesnya bagus, why not????
SHAME ON YOU, 3G Telkomsel, Indosat dan XL! Kalah sama telepon CDMA! Wakakakak!

Sunday, September 21, 2008

GO TO HELL, ALL OF YOU: THE PLAGIATORS!

Anak ngga lulus SD juga tahu, mencuri itu dosa dan salah. Tak terkecuali mencuri karya orang. Sudah ada UU dan aturan hukumnya, kalau buta hukum ya setidaknya setiap manusia punya hati nurani yang bisa membedakan mana hitam dan mana putih. Kecuali manusia itu tidak punya hati alias lebih hina dari binatang. Sebab konon, binatang saja masih punya hati. Jadi pencuri karya orang atau plagiator bisa dikategorikan sebagai mahluk hidup yang lebih rendah dari binatang.

Ini kisah soal copy meng-copy. Alias jiplak menjiplak alias plagiat memplagiat.

Saya paling anti dengan plagiator. Pernah web komunitas saya dituduh menjiplak desain orang. Saya yang bukan desainernya jadi sangat malu dan langsung mengganti bahkan mem-PHK desainernya tanpa ampun. Padahal belum tentu juga dia sungguhan menjiplak. Tapi maaf saja, bagi saya tak ada ampun bagi pencuri kreativitas orang. Mereka itu sama seperti koruptor, layak dihukum pancung.

Seorang rekan kerja belum lama ini mengeluh tulisannya dicopy-paste begitu saja ke blog pribadi orang lain. Lalu begitu banyak artikel di Netsains.Com di-copypaste tanpa menyebut sumber dan penulisnya. Kalau sudah begini, masak iya saya harus melabrak satu demi satu para maling itu? Tidak mungkin, itu menghabiskan energi. Jadi cukup saya sumpahin saja: Yang copypaste seenak dengkul nenek moyang lu tanpa menyebut sumber dan penulis aslinya, semoga sial seumur idup lu!

Dan wiken kemarin dengan suksesnya seorang user Friendster dodol mengcopypaste lalu merekayasa sedikit tulisan saya di sini. Dan sok tanpa dosa dia mempostingnya di Bulletin Board dengan gaya sok paling punya hak atas tulisan itu. Ironisnya, si plagiator itu adalah blogger juga! Dan isi blognya sok puitis semua!

Nih di sebelah adalah tampang si plagiator itu. Buat cewek-cewek yang diajak kenalan sama dia, hati-hati dan waspada ya.

Come on, saya sudah muak dengan gaya seniman penyair sok idealis yang ternyata maling dan bajingan. Yang model begituan saya sudah banyak bertemu lho..hehehe. Maaf, saya jadi anti dengan komunitas penyair, sastrawan atau apapun itu namanya. Ngaku penyair kok menjiplak! Ngga tau malu amat mas??? Mana profil dan foto dirinya terpampang jelas di Friendster!!!!
Lain kali kalo mau "maling" mbok ya malu dikit, tanpa meninggalkan jejak identitas. Maling ayam aja kadang masih pake topeng tuh mas???? Masak anda yang maling karya orang ngga, malah nampang??? Wakakakaka!

Tuesday, August 26, 2008

Dandanan Macho, Musik Bencong...Musik Macho, Dandanan Bencong

Saya tidak tahu apakah para musisi band Indonesia saat ini sedang impoten atau memang produsernya yang butuh Viagra?

Saya tidak habis pikir bagaimana bisa group band yang musiknya meniru habis beat Rolling Stone, vokalisnya menjiplak habis haya Mick Jagger muda yang dower dan bercelana ketat nyaris robek pantatnya, kok digilai sama abege cewek sampai histeria massa. Padahal si vokalis juga wajahnya ngga lebih ganteng dari tukang ojek yang pada mangkal di prapatan gang rumah saya. Suaranya juga soak kayak ember pecah. Lirik musiknya pun tak lebih puitis dari pengamen jalanan.

Nama group itu pun tak kalah noraknya: The Changcuters. Yang kalau saya disuruh beli pun akan merasa nista dan lebih baik beli cangcut beneran yang jauh lebih berguna bagi nusa dan bangsa.

Ingin tau lagu Indonesia yag sedang hits? Tak usah dengar radio atau ke toko kaset, cukup nonton saja sinetron striping di TV swasta yang didominasi production house spesialis sinetron. Dijamin hapal luar kepala lagu Indonesia. Sebab semua lagu hits Indonesia saat ini langsung dijadikan theme song sinetron menyek-menyek jual tampang dan bahasa cadel pemain indo andalannya. Yakin!

Saya juga tidak tahu kenapa banyak group band cowok yang penampilannya gagah macho perkasa dengan model rambut tren ala Japanesse rocker dan preman pasar tapi begitu nyanyi liriknya merintih-rintih minta dicintai. Musiknya juga tak kalah gombal ala pengemis minta dikasihani karena tak makan 3 hari...Semuanya mengingatkan saya pada group rock Malaysia yang penuh rintihan sukma penuh derita ditinggalkan cinta romansa gombal gambul. Yang iramanya membuat hidup tak bergairah dan serasa mau mampus dimakan cinta. Huek!

Hai para group band cowok Indonesia, bangun dong! Sama pengamen bis saja masih lebih macho mereka! Apa iya selera produser sudah mengangkangi kreativitas kalian semua?

Nijdi, dulu di album pertama kalian saya sempat suka dan berharap kalian bisa jadi band dengan musik khas yang keren. Tapi di album kedua kalian sangat menjijikan. Saya sempat kaget dengar lagu cengeng kalian yang dijadikan theme song sinetron cengeng plagiat Candy Candy! Come on, Giring, kalau lebih idealis dan kreatif, kamu bisa sebesar Ahmad Dani! Jangan jual kribo doang ah!

Ahmad Dani dengan Dewa, The Rock dan para dayang-dayang (Mulan Jamilah, Dewi Dewi, Andra n The Backbone) walau arogan dan belagu masih saya akui sebagai musisi idealis yang layak diacungi jempol. Juga Gigi, Letto, dan Slank.

Lainnya? Ah lebih baik saya dengar Julia Perez sekalian yang terang-terangan menjual desahan dan sensasi belaka. Jauh lebih baik daripada mendengar aneka musik menyek-menyek full rintihan cinta nan manja dibawakan musisi cowok sok macho. Tapi lebih baik lagi ya jangan dengar apa-apa sama sekali. Atau kembali ke habitat saya masa muda: Queen, Metallica, Nirvana, Guns n Roses, Megadeth, Iron Maiden, Judas Priest, Sex Pistols dan sejenisnya.

Ya, saya lebih memuja Freddie Mercury dkk yang berdandan bencong tapi musiknya kreatif dan macho, daripada group musik Indonesia yang dandanannya macho tapi musiknya bencong!

Wednesday, August 13, 2008

Kembali ke Pasar...





Sejak bekerja secara telecommuting alias mobile, saya jadi punya banyak waktu untuk melanglangbuana ke pasar tradisional.

Jadi terkenang masa kecil silam, dibawa nenek belanja ke pasar. Becek, bau sayur mayur, buah dan sampah, ikan, daging, sungguh aroma pasar. Dulu tangan saya sering iseng mencomot kacang mentah yang dipajang pedagang pasar, lalu memakannya begitu saja.

Seperti kebanyakan perempuan bekerja lain, saya akui saya lebih didominasi berbelanja ke pasar swalayan ketimbang tradisional. Berbelanja dengan dandanan masih ala baju kerja yang rapi, make up komplit. Tapi akhirnya kini saya kembali ke pasar tradisional. Seperti masa kecil saya dulu. Dan saya jadi paham kenapa ibu-ibu lebih suka berbelanja ke pasar tradisional.

Alasan saya sih:

1. Di pasar tradisional, harga bisa ditawar sampai miring.

2. Tawar menawar itu bisa diiringi obrolan sok akrab. Kalau beli baju atau kain biasanya yang dagang orang Padang, maka saya belagak jadi orang Padang dengan sok akrab memanggilnya "Uda" atau "Uni". Kalau belanja makanan biasanya pedagangnya orang Jawa, maka saya mengeluarkan kemampuan saya berbahasa Jawa.

3. Dalam berkomunikasi, saya bisa bebas apa adanya tanpa sok terpelajar atau sok intelek. Ngomong ya bisa main ceplos aja. Sebuah kepolosan yang kadang tak bisa kita hadirkan di pasar swalayan keren ber-AC dan dandanan penjaganya saja kadang lebih cantik dari kita, hahaha!

4. Saya juga tidak usah memikirkan penampilan. Mau wajah keringetan, lipstik luntur dan bedak pudar, bodo amat. Wong yang dijumpa ya mbok-mbok dan mas-mas pasar atau kondektur angkot. Ngapain mikirin penampilan?

5. Penuh kenangan masa kecil nan indah bersama mendiang nenek.

Ya, saya cinta pasar tradisional.

Monday, August 04, 2008

Komitmen dengan Akses Internet? No, Thanks!


Banyak teman bertanya, saya mengakses Internet pakai apa? Saya selalu jawab: kalau tidak wifi kantor, wifi gratisan, kalau kepepet ya EDGE (setingkat di atas GPRS dan di bawah 3G, sebab memang ponsel saya yang terkoneksi dengan bluetooth ke Macbook baru memungkinkan itu), atau yah paling praktis ya warnet.

Lalu ditanya lagi, "Kok ngga langganan aja? Indosat IM2 bagus lho," atau "Flash aja Mer, lumayan," atau "XL 3G yang unlimited murah," atau "Indosat kan udah ada yang 3,5G," atau "Mau coba Wimode?" atau "Speedy kayaknya OK," dan seterusnya.

Maaf, sama halnya dengan urusan cinta, urusan berkomitmen dengan salah satu provider Internet ini harus saya pikir masak-masak dulu. Untuk tahu sebuah makanan itu enak atau tidak, kita tidak selalu harus memakannya. Tanya-tanya saja dulu ke orang-orang yang pernah memakannya lebih dulu. Itu yang saya lakukan pada sejumlah provider dunia maya itu.

Yang jelas seorang sahabat pernah kecewa dengan XL 3G yang katanya was wus was wus ternyata pas dibawa ke rumah tidak dapat sinyal. Atau TelkomFlash yang kabarnya secepat kilat namun suka eror dan sinyalnya timbul tenggelam. Bahkan dua teman sekerja walau waktu daftar sampai ngantuk2 menanti, eh sudah lebih seminggu belum dikabari nasibnya. Wimode dari Esia juga makin langka lagi penggunanya, mengokohkan anggapan produknya ngga laku dan mengecewakan.

Lantas kalaupun ada yang konon kabarnya sudah 3,5G, tetap saja saya ragu sebab rumah saya masuk gang. Sinyal Indosat yang mengacung tegak seperti hasil karya Mak Erot di pinggir jalan raya, begitu masuk gang dimana rumah saya bersemayam, dijamin langsung letoy. Itu kan artinya saya harus beli rumah di pinggir jalan raya dulu atau kompleks elit sebelum daftar entah itu 3,5G atau 4G atau bahkan 10G sekalipun???? Duit buat beli rumahnya apa minta dari bapak moyangnya pemilik provider? Gundulmu!

Jadi buat apa saya berlangganan Internet? Wong warnet dekat rumah bertaburan bagai jerawat anak pubertas. Wong wifi gratisan juga tersedia di sana-sini. Wong kalau mau online dari laptop dan EDGE tetap saja ngga bisa dari rumah (sebab sinyal EDGE atau GPRS-nya impoten), jadi saya harus cari posisi PEWE dulu.

Selama kondisi dodol itu masih eksis, maaf saja, saya belum berminat mendaftar ke salah satu provider dodol itu juga. Kecuali kalau ada yang rela mendaftarkan dan gratis, lain cerita. Saya benci segala jenis birokrasi, sebab serba ngga jelas, ngga ada kepastian dan jaminan (eh ada sih kepastiannya: DUIT PASTI MELAYANG). Pantas saja bisnis percaloan dan korupsi marak di negeri ini, wong layanan publiknya masih dodol mardodol.

Nanti deh kalo sudah jadi konglomerat, saya sogok salah satu provider Internetnya agar saya dikasih keistimewaan dalam hal layanan. Kalau perlu saya beli sahamnya semua, biar Internet saya monopoli seorang diri sampe muntah2 bandwidth. Viva korupsi! Viva suap!

Thursday, July 24, 2008

Netsains Ressurection


Yeah..akhirnya Netsains.Com bangkit kembali dengan desain dan sejumlah fitur baru. Bikin aku kembali bersemangat menulis dan menggalang networking.

Thanks berat buat Soetrisno da Didik yang bekerja keras merealisasikannya kembali. Setelah sempat jatuh akibat mismanajemen di masa lalu, kini kami berusaha membenahi kinerja dengan lebih rapi dan baik. Semangat saja tidak cukup, tetap harus ada pengelolaan yang bagus.

Pada Netsains.Com ini sejak awal aku selalu lebih dudukung oleh teman-teman cowok. Bisa jadi karena larinya ke masalah teknis yang sangat diandalkan dalam mengelola sebuah situs. Sudah begitu, konten situsnya sains popular pula, yang mayoritas bercokol adalah kaum Adam.

Kalaupun ada dukungan dari teman cewek, lebih bersifat kontribusi konten, pemberi semangat atau ikut memeriahkan saat ada copy darat. Namun dalam keseharian berkutat hal teknis, saya lebih banyak dibantu teman cowok.

Walau tidak memiliki latar pendidikan formal sains dan teknologi, saya sudah terlanjur jatuh cinta dengan dunia ini. Bahkan akhirnya jatuh cinta juga dengan salah satu ilmuwannya. Hahaha!Memang di awalnya dulu ada saja yang memandang sebelah mata, bagaimana mungkin cewek tanpa latar pendidikan sains dan teknologi bisa menjalankan situs komunitas sains? Bagusnya rasa skeptis itu berangsur bisa saya tepis perlahan, mengingat kini Netsains.Com sudah memiliki cukup banyak dukungan dari kalangan sains.

Saya jadi ingat film Legally Blonde dimana seorang pengacara perempuan diremehkan akibat tampil cantik dan beda dengan stereotip pengacara. Tapi akhirnya terbukti pendekatan psikologi seorang perempuan lebih mempan dibanding kaum Adam yang kaku dan "lempeng".

Stereotip cewek dalam bekerja adalah lebih perfeksionis dan cerewet dibanding cowok. Mungkin ada benarnya. Jadi saya acungkan jempol buat teman-teman cowok yang sabar menampung kecerewetan saya selama ini. Hahaha.

Friday, July 11, 2008

Good Woman for a Good Man. Bad Woman for a Bad Man


Dangduter Kristina gugat cerai ke-2 kali akibat mendengar rekaman percakapan suaminya di telepon yang meminta disuplai perempuan penghibur.
Yuni Shara sudah sukses cerai setelah mantan suaminya terancam bangkrut pasca kasus penipuan dan sempat masuk penjara.

Good woman for a good man. Bad woman for a bad man.

Dulu, saya sempat menyesal tidak bisa jadi cewek matre. Padahal ada cowok kaya tukang gonta ganti mobil yang mau memacari. Saya justru pilih cowok gembel yang kemana-mana naik bis.

Dulu, saya diwanti-wanti nenek agar mencari suami kaya atau punya jabatan agar hidup tidak susah. Sebab hidup bukan cuma makan cinta. Saya malah pacaran sama cowok miskin, jelek, dan brengsek.

Waktu berlalu, dan didapati bahwa cinta tetap harus pakai logika. Logika pun tetap harus dengan nalar dan instring super tajam.

Kaya raya, jabatan tinggi, bukan berarti hatinya baik.
Miskin dan jelek tetap tak menjamin moralnya bagus.
Wajah ganteng tidak selamanya playboy, tapi juga banyak yang brengsek.

"Perbaiki dirimu, Insya Allah kau akan dapat yang baik juga. Good woman for a good man. Bad woman for a bad man"
Suara itu datang dari dalam hati.

Akhirnya, saya dapat juga lelaki baik itu, setelah saya berangsur membaik juga.
Bukan anggota DPR, pejabat tinggi atau pemilik mobil mewah yang bergonta-ganti. Namun semoga bukan yang suka minta disuplai cewek penghibur. Dan semoga juga tidak akan pernah terjerat pasal-pasal penipuan atau kriminal. Atau pun terlibat KDRT *hehehe*.

Dia adalah lelaki sederhana yang mengutip kalimat ayahnya yang bijak, "Sains adalah pertempuran untuk kemanusiaan."

Buat teman sesama kaum Hawa yang masih mencari, usahakan jangan jadi Kristina atau Yuni Shara, ya... Jabatan dan kekayaan memang menyilaukan mata .. tapi seperti kata Milan Kundera: "Kita kadang tak tahu apa yang kita inginkan, sebab kita semua baru menjalani hidup sekali ini. Jadi tidak ada pembandingnya dengan kehidupan lain. Kita adalah aktor yang bermain dalam film tanpa latihan lebih dulu..."

Tuesday, July 01, 2008

Gombalita!

"Ini dengan Mbak Merry? Hallo Mbak, masih di desk IT? Ooohh apa??? Sudah bukan jurnalis??? Ohhhh.."
*Nada kecewa lalu buru-buru pamit tutup telpon.*

Takut rugi pulsa, Neng? Lho kan biaya pulsa sudah dimasukan ke dalam management fee ke klien vendor?

Seorang teman bersaksi, sejak bukan jurnalis, "teman-teman" (ingat, teman dalam tanda kutip) PR Agency menjauh perlahan tapi pasti. Dan begitu kembali jadi jurnalis, mereka kembali menyerbu.

Public Relation (PR) ? Fake smile. Fake friends. Begitu seorang karib beropini.

Memang betul 99,99999999999999%!

Ngajak jalan, ngajak nonton, ngajak makan, hang out or whatsoever. Semua dibebankan ke management fee klien lah. Dengan pamrih akan ada tulisan bagus soal kliennya. Lomba nulis jurnalistik? Lomba foto jurnalistik? Ah, kedok tipu-tipu zaman batu! Door prize? Goody Bag? Rayuan basi!

One on one intervieu, sekian puluh juta masuk kantong dia, jurnalis cuma dikasih T-Shirt dan coffee break. Dandananmu wangi, gincumu tebal, berkat tulisan manis para jurnalis. Senyummu palsu di balik gincu bau...demi agar jurnalis meliput dan sengsara menerjang macet jalan raya demi gol komisi dan bonus proyekmu.

Gombalita!

Monday, June 30, 2008

Dulu dan Sekarang














Dulu, saya bercita-cita ingin jadi jurnalis idealis. Wartawan perang. Membela kebenaran. Berjuang di daerah konflik. Melaporkan fakta. Menyampaikan amanat rakyat. Kalau perlu, bersimbah darah. Ditawan. Seperti kisah di media-media itu. Jurnalis ditawan. Jurnalis ditembak. Jurnalis jadi pahlawan.

Gombal.

Yang kutemui adalah kebusukan. Bos yang didikte investor. Berita penuh pesan sponsor. Liputan nyaman di hotel bintang lima. Makan gratis. Berdesakkan dengan wartawan bodrek, palsu, gadungan, asli tapi palsu (aspal). Berebutan door prize vendor dodol. Wartawan amplop. Tak jelas rimbanya. WTS (Wartawan Tanpa Suratkabar). Wartawan bersuratkabar terpandang tapi kelakuan pecundang.

Gombal.

Jangan terima amplop. Wartawan media Anu Gombal Pos dilarang menerima amplop dari narasumber. Cukup transferan saja ke nomor rekening bos besar. Recehan no, transferan kakap yes. Amplop no, dana non budgeter yes.

Gombal.

Dulu saya mengoleksi buku Catatan Pinggir-nya GM. Komplit. Sampai jual cicin emas peninggalan nenek karena ngebet mau melengkapi koleksinya. Dulu sekali. Zaman kuda gigit besi. Sekarang, boro-boro beli bukunya. Baca koran saja muak. Semua penuh sandiwara. Rekayasa. Bad news is a good news. Dulu saya memuja berhala bernama idealisme. Bereuphoria soal dunia yang lebih baik.

Gombal.

Saya hanya butuh rokok menthol ringan. Teh botol pakai es batu super banyak. Untuk menyejukkan jiwa yang lelah. Buang saja semua koran dan buku-buku itu. Buang saja idealisme itu. Ke tong sampah terdekat.

Saya butuh uang dan uang dan uang dan uang saja. Untuk memborong rokok menthol dan es teh botol.

Friday, June 06, 2008

Narsis Mode Is On

Maaf, tolong pahami kenarsisan saya kali ini. Sebab bukankah memang itu salah satu fungsi blog, memelihara narsisme pemiliknya?

Saya sudah lama sekali tidak meng-update CV. Mungkin terakhir ya sekitar 2 tahunan silam. Pernah sekali waktu saya diminta membantu mengedit buku sebuah LSM, dan dimintai CV. Lalu saya jawab saja, silakan googling nama saya, maaf, saya tak punya CV terbaru.

Dan pagi ini saya kembali lakukan googling nama sendiri buat tahu pasti, siapa sih saya di dunia maya? Ini juga terinspirasi sebuah pesan di YM dari Zikri yang minta saya meng-googling salah satu "pakar" IT. Tapi saya malas, mending meng-googling nama sendiri toh?

Hasil googling nama "Merry Magdalena" menghasilkan input lumayan. Nama saya menghiasi www.google.co.id sampai halaman 19. Mayoritas adalah tulisan saya yang tersebar di beberapa media massa, blog, review buku saya, profil FS, Facebook, berita di sejumlah web, dan banyak lagi. Yang menggembirakan adalah nama saya ada berdekatan dengan nama Kang Onno Purbo, sobat dan jawara IT yang tersohor itu.

Ya, nama saya tercatat di Pelaku Sejarah Internet Indonesia. Entah siapa yang iseng megetikkan nama saya di situ. Mungkin sedang kekurangan kerjaan. Tapi saya ucapkan terimakasih banyak sebab itu memompa semangat saya untuk lebih proaktif di dunia maya. Halah, ngga penting, kayak penerima Oscar Award saja. Hanya saya senang saja, sebab semua polah tingkah saya yang dodol dan menjijikan masih dipertimbangkan oleh orang lain.

Padahal saya terjun ke dunia maya ini bukan atas dasar disengaja. Tanpa ada keinginan diakui sebagai tokoh gombal gambul atau pakar dodolita, selebriti dunia maya, selebloger, dan sejenisnya. Saya menulis blog juga tidak dengan maksud ingin jadi blogger tulen atau sejenisnya. Sebab memang sejak SD saya sudah hobi nulis. Kalau kebetulan sekarang menulisnya di dunia maya, ya sebab itu database dokumentasi yang paling bisa diandalkan, mengingat saya bukan dokumentator yang baik. Dan tak terasa, ternyata saya sudah 6 tahun ngeblog, kalau dilihat dari halaman profil saya di blog ini, saya mulai registrasi sejak November 2002.

Padahal saya benci lihat kelakuan blogger yang sok menamakan dirinya pakar blog lah, presiden blog lah, selebriti blog lah. Kasihan ya mereka itu, ngeblog aja kok bangganya setengah modar sampai butuh pengakuan. Hehehe. Anak saya yang sejak usia 8 tahun aja ngeblog ngga pernah bilang bangga tuh? Malah dia bilang, "Males ngeblog, internet masih lemot banget, ngga bisa diklik langsung muncul. Kapan sih Internet kita bisa kayak TV yang diklik langsung muncul?"

Semoga Nak, di eramu nanti mengeklik web sudah kayak mencet tombol remot. Klik Yahoo, cling langsung muncul detik itu juga.

Maaf, kali ini postingan saya tidak memaki-maki kaum Adam. Eh, memaki juga kok, sebab mayoritas orang yang ingin jadi seleblogger, presiden blogger dan pakar blogger itu laki-laki lho. Hehehe. Hai kaum Adam, sedemikian ngga ada kerjaannya kamu ya sampai pengen diakui eksistensinya di dunia nyata dan maya sekaligus? Kalau saya sih ngga usah pusing minta diakui, wong memang ngga pengen diakui. Kalau saya narsis di blog ini, ya itu hak saya kan, wong ini blog saya?
Hanya saya gerah sama kontroversi soal pakar dan bukan pakar yang dilakukan oleh segerombolan pejantan liar di dunia maya.
Perang saja sana antara yang pakar dan yang bukan pakar. Biar modar semua dan kaum betina berjaya.

*Puas deh akhirnya bisa maki juga..wakakakak*

Thursday, June 05, 2008

Awas, Cewek Galak!!!

Bukan satu dua kali, saya disapa di Yahoo Messenger (YM) dengan kalimat pembuka agak takut-takut oleh ID tak dikenal.

Semoga Mbak Merry ngga galak ya,” Itu salah satunya.
Hahahaha! Saya galak? Bagi pembaca blog ini mungkin ada kesan demikian. Padahal Kang Nizar yang sudah kenal saya berabad-abad di dunia maya dan baru ketemu sekali di Bandung bilang, “Kamu tidak seperti tulisanmu,”.

Lalu seorang teman maya lain di Surabaya waktu menelepon berkomentar, “Lho, suaramu kok imut, ngga seberingas tulisanmu?”

Dan teman maya lain saat pertama melihat fotoku di YM, “Kamu manis, ngga sangar kayak blogmu.”
Lalu lelaki terdekat saya (Ehm, tunangan) bilang, “Kamu galak sama semua lelaki, kecuali saya. Kok bisa?”
Bahkan sudah sering saya dikira sebagai etnis tertentu yang identik dengan kata “galak”.

Jujur saja, saya lebih suka dibilang GALAK daripada CENTIL atau GANJEN atau GENIT.
Dan bagus juga, tetangga saya ngga ada yang berani macam-macam sama saya sebab saya terkenal sebagai cewek galak.
Sialnya, seorang teman lama pernah berseloroh, “Anjing menggonggong tanda tidak menggigit. Begitu juga Merry.”
Wakakakakakakak!!!!

Tipe perempuan apakah Anda? Galak atau ganjen menyek-menyek? Atau biasa saja tanpa ekspresi?

Monday, May 19, 2008

Kawin Aja Sama Dinosaurus, Mas...

Lucky me, have a nice, tolerate and wide point of view man as a life partner. Yeah, finally I found that kind of man. One in a million.
Why?
Tidak jarang saya bertemu teman perempuan yang mengeluh betapa sebalnya karena punya pacar yang mengekang. Atau belum apa-apa sudah memberi vonis, "Nanti kalau kita menikah, kamu jangan kerja ya, di rumah saja. Saya tidak suka cewek berkarir."
Atau, "Jadi ibu rumah tangga, ngapain kerja. Nanti saya yang akan menafkahi kamu." Dan sejenisnya.
Tapi nanti dulu, ada juga perempuan yang memang bercita-cita ingin jadi ibu rumah tangga. Pernah saya bertemu teman yang mengeluh, "Duh, kapan ya gue dapet suami kaya, biar gue ngga usah kerja. Cukup terima uang belanja banyak, ke salon, nonton, ke mall, belanja, enaknya."
Bagus kalau perempuan tipe itu bertemu jodoh lelaki yang memang maunya istrinya tidak bekerja. Bagus kalau gaji suaminya bisa mencukupi kebutuhan mewahnya. Dan bagus juga kalau karir suaminya dijamin tidak akan mendadak mandek atau bahkan suaminya mendadak is dead tapi si istri tidak becus cari uang akibat kelamaan hidup manja dinafkahi.

Thanks God, saya punya calon patner hidup yang berwawasan luas. Yang sepakat dengan saya bahwa perempuan bekerja itu bukan sekadar mencari yang melainkan pembuktian eksistensi diri. Bekerja itu bukan sekedar menambah pundi-pundi rupiah, tapi juga mendapatkan makna hidup. Bukti bahwa diri kita masih dibutuhkan orang lain. Bukti bahwa kita sebagai manusia yang punya skill, dihargai, mampu mandiri tanpa harus menegadahkan tangan, meminta dan menanti jatah.

Dan analisa kami membuktikan bahwa perempuan bekerja memiliki kemampuan bergaul lebih OK, berwawasan lebih luas, cerdas, sebab otak dan hatinya terus terasah oleh aktivitas bekerja, daripada perempuan yang hanya jadi ibu rumah tangga 100%. Perempuan bekerja jelas lebih keren dalam berpenampilan, awet muda sebab tidak stres di rumah melulu dan cuma nonton TV seharian atau bergosip sama tetangga. Perempuan bekerja jelas lebih bahagia sebab bisa punya uang saku sendiri, bebas menentukan mengelola uangnya sendiri.
Para suami atau pacar perempuan bekerja pun layak bangga, sebab saat mereka bokek, perempuan yang bekerja mampu sesekali mentraktir kalian. Hahaha!
Masih melarang perempuan bekerja? Balik aja ke zaman batu, mas. Kawin sana sama dinosaurus!

Tuesday, May 06, 2008

Komentar Idiot Patriarkis Embisil bin Dodol


Gemes banget baca komentar di bawah ini pada postingan saya terdahulu. Komentar itu berbunyi:

"Sebegitu kerasnya kah perjuangan mencari nafkah ? bagi seorang wanita ?

Jika memang orientasi bahwa kedudukan dan pekerjaan, bahkan harta menjadi tolak ukur persamaan gender atau apalah namanya, justru disitulah buktinya bahwa wanita lemah dan hanya melihat dari persepsi perasaan semata."

Haihai, sini saya tanya sama kamu, komentator dari kubu patriarkis norak nan kampungan.
Jika perempuan sedunia tidak ada yang bekerja, siapa yang mau NGEMPANIN mereka? Bapak moyang elu? Apa elu sendiri mau ngasih makan dan memenuhi semua kebutuhan materi kaum Hawa sedunia?

Perempuan bekerja bukan demi emansipasi tai kucing, tapi demi bisa hidup.
Tanya kenapa!

Jawabnya:
  • Karena banyak lelaki tak bertanggungawab yang ngga becus ngasih makan anak dan istrinya.
  • Karena banyak lelaki goblok yang hanya mau puas ML lantas kabur tanpa peduli ceweknya hamil atau tidak atau bisa makan atau bayinya bisa bertahan hidup atau tidak. tanpa peduli bahwa memberi nafkah lahir adalah kewajiban lelaki sebagai manusia yang katanya kuat perkasa penuh tanggungjawab tai kucing!
  • Karena banyak lelaki idiot bin tolol yang ngga paham bahwa bekerja bukan hanya sekadar untuk mencari uang dan bertahan hidup, melainkan juga demi pengakuan eksistensi diri sebagai manusia yang berotak.
Dan kalau masih belum paham juga dengan tulisan menohok nan kasar dan vulgar di atas, lebih baik Anda jedotkan saja kepala ke dinding sampai pecah berantakan, wahai patriarkis udik yang melihat perempuan bekerja sebagai ancaman karena Anda sendiri ngga becus ngapa-ngapain sebagai pejantan impoten. Kasian deh loe!

Sunday, March 30, 2008

Membunuh Emosi

Membunuh emosi. Itulah yang harus sering dilakukan oleh perempuan bekerja. Idiom yang mengatakan bahwa perempuan lebih dikendalikan emosi daripada lelaki memperkuat tekad kami untuk membunuh emosi. Sebab dalam bekerja, seringkali kami harus menekan emosi sebisa mungkin agar tidak terkesan menyek-menyek atau cengeng.

Bagi seorang perempuan bekerja yang sudah berkeluarga, ini perjuangan tersendiri. Tidak tega meninggalkan anak di rumah, harus jadi Si Ratu Tega untuk absen dalam acara keluarga, mengabaikan rasa rindu saat dinas ke luar kota, sensitivitas memuncak kala PMS, dan sejenisnya.

Untuk perempuan yang single parent, perlu ekstra perjuangan sebab tak ada orang berbagi feeling mengenai itu semua. Thanks God, kadang teman dan oran terdekat masih bisa diandalkan untuk urusan satu ini. Tapi kadang gengsi lebih mengalahkan sebab takut dicap sebagai perempuan lemah nan cengeng.

Akhir pekan harus membenahi urusan teknis pekerjaan yang amburadul. Terpaksa bawa-bawa si Kecil berburu akses Internet akibat akses di rumah sedang dodol. Kill your feeling or just stay hungry with you child, jobless.

Tuesday, March 04, 2008

Do You Need....Brondong?














Bukan hanya 1-2, tapi banyak teman perempuan saya yang usianya mulai kepala 3 mengeluhkan sulitnya membina hubungan dengan lawan jenis. Rata-rata lawan jenis itu juga berusia kepala 3. Secara logika, perempuan usia kepala 3 sudah memikirkan pernikahan. Mereka berharap cowok usia 30-an pun demikian, mengingat pekerjaan dan karir sudah mulai mapan, mental tambah dewasa, usia terus merambat.

Tapi jangan salah, dari pengamatan dan pengalaman beberapa teman dan pribadi, cowok usia kepala 3 mayoritas justru dalam kondisi tidak siap menikah atau berkomitmen. Apa pasal?

Usia 30-an artinya adalah:
  • Dalam posisi karir menjelang mapan, sehingga butuh konsentrasi khusus untuk meraih kemapanan itu. Tantangannya lebih berat dibanding saat merintis karir.
  • Bahkan ada yangs udah mapan, jadi berusaha mati-matian mempertahankan kemapanan itu, sebab kompetisi makin keras. Kalau perlu kuliah lagi, berjuangn dapat promosi lagi, dan seterusnya.
  • Sudah mengalami lika liku percintaan di masa lalu yang rumit, gagal, dan enggan mengulanginya sebab hanya mengganggu karir.
  • Karena dalam posisi mapan dan dianggap siap menikah, mayoritas menganggap dirinya sebagai piala bergilir di mata cewek-cewek. Jadi untuk apa berkomitmen dengan 1 cewek sementara di luar sana banyak cewek memuja dan siap diajak jalan kapan saja?
  • Makin mapan dan sukses dia, makin selektif dan menggunakan logika dalam memilih pasangan. Makin perfeksionis. Justru makin sulit menentukan pilihan.

Itu baru sedikit poin saja dari banyak alasan kenapa cowok 30-an lebih suka melajang lama-lama daripada menikah atau berkomitmen.

Sementara cowok berusia di bawah 30 tahun yang lajang justru kebalikannya. Mereka masih dalam momen optimistis, penuh semangat, gegap gempita menyambut masa depan. Karir pun belum terlalu ribet, masih baru tahap merintis. Masih pada momen dimana perencanaan masa depan bisa dibuat dengan ideal. Cowok dalam usia di bawah 30 banyak yang siap sedia berkomitmen sebab pernikahan juga dimasukan ke dalam rencana masa depan mereka. Pola berpikir mereka juga tidak se-complicated cowok 30-an.

Jadi, usul saya pada teman-teman perempuan usia 30-an yang masih lajang adalah: carilah brondong. Selama jarak usia tidak terpaut terlalu jauh dan memiliki kesamaan visi, mengapa tidak? Hehehe.

Monday, February 04, 2008

Kenapa Perempuan Lebih "Jantan" ?

Yang tersisa dari acara Talkshow Netsains Sabtu, 2 Februari kemarin...
Gara-gara foto berdua dengan Mas Budi Rahardjo yang seleblog itu, maka ada komentar agak miring dari salah satu pengunjung blog Mas Budi. Untungnya, dosen ITB
yang funky itu merespon dengan sangat positif.

"Lho emangnya kenapa, Wicke’s Furniture? Kok kacau? She’s a very good friend of mine. Seorang single parent yang tegar!
Kenapa ya, perempuan yang saya kenal biasanya lebih tegar daripada lelaki? Laki-laki sering melarikan diri dari masalah, sementara mereka menghadapinya. Kadang malu jadi laki-laki."

Nah, responnya ini sangat menarik.
Kenapa perempuan lebih mampu menghadapi masalah dibanding lelaki yang lebih suka melarikan diri dari masalah? Dari pengalaman saya, bisa saya jawab: Sebab lelaki itu gengsinya tinggi. Kalau ada masalah, daripada capek-capek dan bergelut dengan masalah lantas kalah, lebih baik mengelak saja dengan santai.

Sedangkan perempuan itu gengsinya standar saja, jadi jika ada masalah ya hadapi saja dengan apa adanya. Tanpa perlu takut kalah lantas gengsinya turun. Bahkan menangis pun dianggap wajar saja kalau kalah dalam menghadapi problem.

Akibat tidak ada beban "gengsi" itu, maka kaum Hawa lebih santai dan apa adanya dalam menghadapi masalah. Akhirnya agak ambigu juga terminologi "jantan" atau "gentleman" bagi laki-laki. Kaum Adam yang dipaksa harus bersikap jantan dan gentleman, ujung-ujungnya justru lebih suka lari dari tanggungjawab akibat tak tahan memikul beban itu. Sebaliknya, kami kaum Hawa justru lebih "jantan" dengan tetap tegar menghadapi masalah.
Hahaha! Siapa yang jantan sesungguhnya di sini?

Tuesday, January 15, 2008

Semua Perempuan Bisa Melakukannya








"Single parent? Wah, berat sekali ya?"

Kalimat itu banyak dilontarkan lawan bicara saya begitu tahu kondisi saya yang sesungguhnya. Dengan berbagai variasi pastinya. Saya jadi merasa aneh, hmm berat ya jadi single parent alias orang tua tunggal? Lantas saya mencoba menganalisa.

Ya, awalnya memang berat. Semua beban ditanggung sendirian. Pekerjaan yang overload setiap hari tanpa henti. Deadline tulisan, jumpa pers, meeting, tagihan listrik, pembantu sakit, undangan teman menikah, rapat redaksi, baju seragam anak kesempitan, beras habis, genteng bocor, keran air mampet, komputer rusak, laptop kena virus, undangan liputan ke luar kota, anak berantem di sekolah, bos bawel, klien agak rewel, tagihan SPP, ada tikus mati di kolong ranjang, dan seterusnya, dan seterusnya.
Awalnya saya serasa gila, kepala mau pecah, ingin menangis setiap detik mengingat betapa tuntutan tanggungjawab itu tak pernah henti datang silih berganti. Belum jika ada musibah tak terduga seperti Si Kecil kena sakit parah, harus opname, sementara pekerjaan tak mau tahu harus tetap berjalan, biaya yang tak terkira banyaknya, sedangkan asuransi kantor tak mau menanggung pengobatan Si Kecil. Air mata saya sudah kering.

Dan semua bisa saya atasi dengan lancar. Teman-teman saya adalah harta tak ternilai.

Kini pun saya masih dalam kondisi kesibukan gila luar biasa. Merenovasi rumah yang baru dibeli. Asisten rumah tangga melahirkan. Pekerjaan sehari-hari otomatis tertanggung oleh saya. Untung ada Mas Ojek baik hati yang mengantar jemput Si Kecil ke sekolah. Untung keluarga asisten saya tak jauh dari rumah. Untung saya masih punya energi berlebih untuk mencuci baju di malam hari sepulang kerja. Untung ada Internet yang membantu saya bekerja. Untung ada blog yng bisa jadi media curhat saya. Untung ada Yahoo Messenger yang bikin saya bisa tetap waras dengan terkoneksi ke teman-teman dekat saya. Untung ada ponsel yang bisa membuat saya merasa dekat dengan orang-orang terkasih. Untung Tuhan masih memberi saya fisik dan mental yang sehat.

Beratkah menjadi orang tua tunggal? Ya memang, tapi berkat semua itu saya menjadi sangat terbiasa dan mampu melaluinya sambil tetap tersenyum. Semua perempuan pun bisa melakukannya. Yakin itu!

Thursday, January 03, 2008

Mencintai Tubuh Sendiri...

Sad but true. Sebuah eksperimen dilakukan. Anak-anak berkulit hitam dihadapkanp ada dua jenis boneka, hitam dan putih. Lantas ditanyakan: "Boneka mana yang menurut kamu cantik?"

Si anak usia 4 tahun menunjuk boneka putih. "Lalu boneka mana yang mirip denganmu?" Si anak menunjuk boneka hitam dengan ragu dan ekspresi sedih.
Semua anak yang terlibat dalam riset tersebut berpendapat bahwa boneka kulit putih itu cantik, boneka hitam itu jelek. Yang memilukan adalah anak-anak Balita itu sadar diri bahwa dirinya jelek dan harus menerima kenyataan pahit itu.

Yang menohok hati saya adalah, usia belia yang masih polos itupun sudah mampu membedakan mana cantik dan mana jelek hanya berdasarkan warna kulit. Usia yang begitu muda, baru mengenal dunia, tapi sudah bisa paham bahwa berkulit hitam adalah kutukan. Saya menangis menonton acara Oprah Show hari minggu kemarin itu. kenapa anak-anak yang begitu muda sudah menjadi rasis terhadap dirinya sendiri? Bagaiman jika sudah dewasa? Apakah mereka akan jadi Michael Jackson yang berusaha keras memutihkan kulitnya dan memancungkan hidungnya?

Saya barus sadar bahwa saya pun pernah menjadi korban rasis diri sendiri, dan sejumlah teman saya juga. Di saat SD, masih ingat betul bagaimana teman-teman saya menggesek-gesekkan ujung kerah baju seragam ke dagu mereka. Ada yang sampai luka dan berdarah. Tujuannya? Agar dagunya berbelah cantik. Buset. Untung saya ngga kena demam gila itu. Paling saya pernah berusaha keras memencet-mencet tulang hidung agar lebih mencuat mancung. Yang ada tulang hidung saya jadi sakit dan memerah. Lantas saat puber, saya dan beberapa teman dekat perempuan sempat mengutuki diri kenapa terlahir jadi orang Indonesia yang pesek, hitam, dan bermata biasa saja.

"Coba kita jadi orang bule, kan cantik. Rambut pirang menyala, kulit putih, hidup mancung, mata biru indah. Bete gue jadi orang Indonesia!"

Ditambah saat itu kalau tak salah dunia film dan sinetron sedang dilanda demam artis indo seperti Tamara Blezinsky, Sophia Lacuba, dan sejenisnya. Kalaupun ada wajah Indonesia asli, tetap dengan stereotip cantik yang berkiblat ke luar, yakni rambut panjang, hidung mancung, tubuh langsing.

Saya juga pernah mengutuki kenapa wajah saya sensitif, selalu berjerawat, dan bekas jerawatnya tak bisa hilang. Lantas rambut saya itu pernah jelek sekali, kucai, susah diatur. Saya sempat menyiksa diri dengan rol rambut, hair dryer, obat jerawat super keras, memenceti jerawat sampai berdarah, sudah mirip perilaku sado masokis saja. Intinya adalah, saya pernah membenci tubuh dan wajah saya sendiri sebab tidak dianugerahi wajah cantik, kulit mulus dan proporsi tubuh indah. Saya juga selalu cemburu pada teman-teman saya yang cantik dan memandang mereka dengan penuh kebencian seolah mereka punya salah besar telah dilahirkan sempurna.

Saya ingat juga pernah tak mau sekolah sebab rambut saya dipotong kependekan dan saya merasa diri saya adalah monster buruk rupa yang lebih baik mati saja daripada harus keluar rumah dengan rambut hancur lebur itu.

Dengan mengingat semua kegilaan di masa muda itu, saya baru sadar kenapa suntik botox laku keras, operasi plastik terus dikejar-kejar walau menghabiskan uang tak terkira.

Thanks God, kegilaan saya sudah berakhir. Hari ini saya sangat bersyukur dilahirkan sempurna sebagai perempuan sehat jasmani rohani, dengan organ tubuh yang bisa berfungsi baik. Terima kasih saya sudah dianugerasi senyum manis, wajah ekspresif, mata yang tak perlu memakai kaca mata atau lensa kontak, bibir yang tak butuh disuntik agar lebih sexy, kulit yang membalut daging dengan baik sehingga tidak kena infeksi, kaki yang kuat untuk mengejar bis kota, dan otak lumayan berisi sehinngga hidup saya bisa terus berjalan baik.

Saya memang bukan Barbie atau Miss Universe, tapi saya cinta pada tubuh dan wajah saya sendiri. Semoga semua perempuan di dunia juga merasa begitu. Amin!

Tuesday, January 01, 2008

Perempuan, Kemiskinan, dan Kebodohan

Prolog: Tulisan ini saya persembahkan buat kaum perempuan sedunia, yang saya harap tidak akan pernah menjadi miskin dan bodoh lagi. Terutama untuk para remaja putri yang baru menyadari bahwa dirinya berbeda dengan kaum Adam. Ya, dunia memang tidak pernah adil bagi kita. Maka pintarlah mengakalinya, sista!

Jika Anda: perempuan, miskin, dan bodoh, maka anda adalah manusia paling "sial" di dunia ini. Apa pasal?
Perempuan yang miskin dan bodoh sangat rentan menjadi mangsa predator di rimba kehidupan ini.

Logikanya adalah:
  • Jika anda lelaki tapi miskin dan bodoh, anda masih bisa selamat tidak diperkosa atau ditawar om senang atau terperosok dijual menjadi prostitute. Paling sial ya jadi gigolo, tapi itu pun tidak dipandang senista prostitute perempuan bukan?

  • Jika anda perempuan miskin tapi pintar, anda masih bisa memutar otak bagaimana caranya mengakali problem sehingga tidak perlu menjual tubuh dan bisa keluar dari masalah berkat kepintaran anda.

  • Jika anda perempuan bodoh tapi kaya, setidaknya anda masih bisa mencuri simpati orang sekitar dengan harta anda, bisa selamat berkat kekuatan finansial anda. Tapi kalau terlewat bodoh ya lama-lama harta itu akan habis dan anda akan menjadi senasib dengan perempuan miskin dan bodoh.

Logika konyol ini saya dapat dari mengamati pengalaman pribadi dan sekitar.

Misalnya saja:

  • Saat saya berjalan kaki dengan dandanan pas-pasan dan terkesan seperti orang miskin, cowok-cowok yang menggodai saya lebih banyak. Menyiuli, melemparkan ajakan tak senonoh, pandangan kurang ajar, dan sejenisnya. Mulai dari tukang ojek, kuli bangunan, kenek, tukang buah dsb. Mereka berbuat seenaknya sebab dipikir saya perempuan miskin yang bisa jadi mudah diajak apa saja demi uang.

  • Lain waktu saya berjalan dengan pakaian formal: blazer dengan tas tangan mahal dan sepatu kinclong. Jumlah cowok yang menggoda saya lebih terseleksi. Khusus kalangan tertentu saja. Sebab mereka pikir saya wanita kaya yang tidak akan mau sembarangan menjual diri kepada siapa saja. Kalaupun ya akan dibayar mahal.

  • Saat saya berada di dalam mobil (taxi atau mobil pinjaman atau nebeng teman yang kaya), maka nyaris tidak ada cowok menggodai saya. Sebab mereka pikir saya wanita kaya yang tidak akan menjual diri saya demi uang.
Jadi kini kita bisa tahu mengapa TKW kita banyak yang diperas, disiksa bahkan diperkosa atau dijualbelikan seperti sapi perahan oleh sesama manusia. Tapi saya percaya bahwa sesungguhnya kebodohan itu bisa dimusnahkan.

Welcome to the material fuckin' world, big girl!!! You had to be smart or die!