Sunday, January 29, 2006

Jangan "Perek", Cukup "Pelacur" Saja



“Perek” adalah kata makian paling menjatuhkan dan menyakitkan bagi seorang perempuan . Saya (untungnya) belum pernah dimaki dengan kata itu. Justru pernah melakukan makian itu kepada seorang teman yang sudah kelewatan kelakuannya. Kalau dalam bahasa Inggris, mungkin padanan paling pas bagi “perek” adalah “bitch”. Kata teman, ini lebih rendah kelasnya dari pelacur. Kenapa?

“Perek atau bitch melakukan hubungan seks hanya demi kesenangan. Tapi pelacur demi mencari uang,” ungkap teman dari Yogyakarta tadi.

Apa benar making love (ML) demi uang lebih baik ketimbang demi kesenangan? Kata teman lain lagi,”Tidak lah. Kalau cewek ML demi kesenangan maka ia akan selektif. Tapi kalau demi uang, akan mau melakukannya dengan sembarang cowok asal dapat uang.”

Tapi teman lain berkomentar,” Tidak ada yang lebih baik. Namun kalau disuruh memilih, saya lebih respek sama pelacur daripada perek.” Ia berargumen, ML demi kesenangan adalah ciri orang yang rakus, amoral, mencari kesenangan duniawi. Kalau ML demi uang memang juga amoral, hanya motivasinya bisa jauh lebih luhur, yakni demi menghidupi anak, orang tua atau mencari penghidupan lebih layak.

Seorang pelacur bisa bertobat jika kelak ia sudah mendapat uang cukup atau pekerjaan layak sehingga tak perlu lagi jual diri. Banyak kisah dimana “ayam kampus” mencari biaya kuliah dengan jual diri. Setelah lulus dan dapat pekerjaan layak, bisnis jual dirinya stop 100 persen.

Tapi seorang bitch, yang ML demi kesenangan, bisa jadi tidak akan mengenal kata stop. Walau sudah bersuami sekalipun, pencarian “kesenangan” itu akan muncul tiap saat.
Kesimpulannya, kalau berhadapan dengan perempuan yang belum terlalu mengesalkan, jangan maki dia dengan kata “perek”, cukup “pelacur”saja. Sebab pelacur lebih baik sedikit ketimbang perek. Hahaha!