“Saya adalah bandit. Saya hidup dari merampok orang kaya.”
“Saya seorang jentelmen, Saya hidup dari merampok orang miskin.”
(Man and Superman, A Comedy and Philosophy, Bernard Shaw)
Sadarkah anda bahwa orang kaya bisa hidup berkat orang miskin? Fakta menyakitkan itu saya alami baru-baru ini.
Akhir pekan kemarin saya mendapat SMS menyedihkan. Seorang bos side job saya menghentikan kontrak kerja. Alasannya tidak kuat lagi meng-hire saya. Telusur punya telusur, kebutuhannya membengkak karena seorang anaknya akan bersekolah di luar negeri. Hebat.
Di satu sisi saya bangga karena anak bos saya bisa sekolah di luar, sebuah kemampuan yang tak dapat dinikmati sembarang orang. Tapi di lain sisi, saya miris. Kenapa? Pendapatan yang saya dapat dari side job saya itu sangat membantu kepulan periuk nasi rumah saya. Berkat income tambahan tersebut, saya dapat sedikit menabung untuk kuliah anak saya kelak. Apa daya, income itu akan segera terputus.
Di obrolan dengan seorang teman saya mengeluh, “Demi anak bos sekolah di luar negeri, anak gue terancam ngga bisa kuliah..hiks!”
Si teman tertawa. Saya juga. Tawa sarkastis.
Orang miskin menyantuni orang kaya? Itulah yang terjadi di muka bumi ini. Rakyat kelaparan demi anak pejabat bisa belanja-belanji di Eropa. Pegawai kecil mengencangkan ikat pinggang agar istri bos besar dapat ke butik memborong gaun mahal dan emas berlian. Jadi ingat kasus Raja Louis ke berapa entah yang memaksa rakyatnya puasa agar ia selalu punya persediaan tepung buat dijadikan bedak.
Maaf, kali ini postingan saya bukan soal gender.
Sunday, June 04, 2006
Subscribe to:
Posts (Atom)