Tuesday, February 14, 2006

The Other Side of Me



Hai para komentator semua...Thanks berat sudah mau capek-capek membaca dan mengomentari blog saya ini.

Sekedar mau membagi informasi bahwa saya juga punya blog yang memperlihatkan The Other Side of Me, yakni http://mermagdal-feature.blogspot.com ,sebuah kumpulan tulisan saya yang pernah dipublikasikan di media. Di link bisa diklik pada panel MyFeatures. Ini juga bekum semuanya. Hanya artikel yang saya suka saja yang saya koleksi di sini.

Dengan mebacanya maka kalian akan paham bahwa kesibukan saya bukan hanya mengumpati kelakuan menjijikan para lelaki tak tahu diri. Kesibukan saya sangat padat. Mulai dari serentetan acara jumpa pers, rapat redaksi, mengantar anak ke sekolah, membantu bikin PR, membaca, menulis, belanja ke pasar, memasak, juga merampungkan proyek lainnya. Ditambah saat ini saya punya kerja sampingan yang harus saya selesaikan di rumah.

Beruntung saya terlahir sebagai perempuan, kaum yang memiliki kemampuan multitasking, menjalankan berbagai aktivitas dalam satu waktu. Lelaki tidak punya kemampuan ini. Kalaupun ada sangat lemah. Kasihan!

Sekadar membuka mata kalian yang berpandangan picik bahwa saya "sakit jiwa" dan sejenisnya. Blog Revolusi Seksual ini hanya sedikiiiiiiiit sekali dari sisi hidup saya yang sangat berwarna. Kalau isinya penuh caci maki kepada lelaki, yah memang inilah fasilitas untuk itu. Sebab di dunia nyata saya tak bisa melakukannya. Bukankah dunia maya memang sebuah komunitas dimana kita dapat bebas berekspresi?

Saya tidak pernah menyesali hidup seperti yang dibilang seorang komentator bernama Surya. Masa lalu saya memang tak terlalu baik. Tapi saya sangat mensyukuri semua yang saya dapat saat ini. Kalau dulu tidak berpisah dengan lelaki bodoh yang sempat menjadi suami saya, mungkin saya hanya akan menjadi "babu kaum lelaki" yang notabene istri yang harus tunduk pada suami (huek).

Ada obsesi kecil di sudut benak saya, yakni saya ingin semua perempuan di muka bumi ini menjadi seperti saya. Mampu mandiri, independen di atas kaki sendiri, secara jasmani dan rohani. Tidak perlu menggantungkan hidup pada lelaki. Tidak cengeng. sebab saya kerap enemui banyak cewek yang langsung lemah tak berdaya begitu ditinggal pasangannya.

Solusi dari begitu banyaknya problem yang saya kemukakan di sini? Tidak ada. Solusinya terletak pada si asal muasal pembuat masalah itu, LELAKI. Ini sama rumitnya dengan mencari solusi bagaimana menangkal maling. Kalau malingnya sendiri tidak jera-jera dan tak pernah merasa bersalah, akan sulit dicari solusinya. Jadi ya sebaiknya kita paparkan saja terus semua keburukan tingkah polah kaum lelaki. Agar mereka sadar. Kalau ngga sadar-sadar ya ke laut aja.

Hahaha!
Keep on read, guys!

Like Mother Like Daughter




“Anakmu bukanlah anakmu. Mereka adalah puetra-puteri alam. Mereka seperti anak panah yang kaulepaskan dari busurnya.” –Kahlil Gibran--

Buku harian pertama saya ditulis pada saya duduk di kelas 5 SD, usia 11 tahun. Puteri manisku Libby, sudah punya diary sejak usia 8 tahun. Dalam tempo satu tahun, bukunya sudah berserakan tak keruan, penuh dengan tulisan tangan warna-warni curahan hati. Buku gambarnya nyaris 3 lusin, berisikan komik dan gambar yang berkisah tentang dirinya. Komputer kami di rumah sebagian besar justru didominasi oleh folder Libby. Semuanya adalah cerita karangannya sendiri. Juga opini mengenai acara televisi yang dia suka. Saya sudah harus punya komputer pribadi sendiri agaknya.

Tulisan pertama saya dipublikasikan di majalah Hai, waktu saya kelas 3 SMP, usia 15 tahun. Sebuah cerita bersambung. Libby, pada usianya yang ke-9 mau 10, sudah berkeras ingin mengirim tulisan ke Bobo. “Harus belajar menulis yang bagus dulu, sesuai aturan guru bahasa. Lalu bikin cerita yang menarik,” tegas saya kepada Libby setiap kali ia merengek minta karyanya dikirim ke Bobo.

Buku bacaan pertama saya waktu SD adalah Lima Sekawan-nya Enid Blyton. Libby kini sudah tergila-gila pada karya Morris Gleitzman, yang bahkan saya pun belum sempat tahu. Ia juga melahap majalah Rolling Stones, chiklit koleksi saya, menonton semua kartun Nickoledeon, hapal lagu Peter Pan, suka semua acara MTV kecuali MTV Dangdut. Libby tahu bahwa Green Day lagunya bagus dan berisi protes. Mengidolakan Black Eye Peas. Menurutnya mamanya secantik Madonna (ehem!). Ia sangat ingin seperti Alicia Keys yang cantik dan pandai main piano serta menulis lagu.

Di akhir pekan, tidak ada hiburan yang paling mengasyikan kecuali ke toko buku, cari makanan enak, sesekali nonton film bagus. Kalau sedang bokek kami cukup puas terpaku di depan TV untuk meraup semua video klip MTV atau O Channel. Bosan dengan itu semua, kami akan bergantian memakai komputer untuk mengetik. Tak tik tak tik. Mengetikkan apa saja yang ada di kepala kami. Saya melanjutkan proyek buku, Libby sendiri dengan obsesinya sendiri. Entah apa.

Saya tidak pernah mengajarkan Libby untuk menulis atau menggambar atau mendengar musik. Saya tak pernah mendiktenya bahwa membaca itu bagus, menonton film itu mengasyikan. Tidak pernah. Si Kecil Manisku itu mengalir begitu saja. Mungkin ia melihat selama ini mamanya sangat bahagia berkutat dengan komputer, buku, musik dan film. Maka jadilah ia ikut menekuni bidang-bidang itu.


“Libby mau jadi pelukis yang jago main basket dan nulis buku,” itu selalu jawabnya tiap kali kutanya apa cita-citanya. Sungguh jawaban berbeda dari kebanyakan anak-anak lain yang akan menjawab ingin jadi dokter, insinyur, guru, pengusaha atau presiden. Libby kecilku tidak ingin jadi presiden, dokter, insnyur dan semua jabatan mentereng itu. Cukup jadi pelukis yang hobi basket dan bisa menulis buku. Sebuah cita-cita mulia yang sulit, nak. Tapi mama yakin kau bisa mendapatkannya. Sama seperti mamamu dulu yang memang bercita-cita ingin jadi jurnalis. Sebuah cita-cita yang dilecehkan orangtua dan saudara-saudaraku.

Kini, jurnalis yang dilecehkan keluarganya itu, masih bangga dengan profesinya. Dan ia tidak akan pernah melecehkan apapun cita-cita puterinya.