Tuesday, January 15, 2008

Semua Perempuan Bisa Melakukannya








"Single parent? Wah, berat sekali ya?"

Kalimat itu banyak dilontarkan lawan bicara saya begitu tahu kondisi saya yang sesungguhnya. Dengan berbagai variasi pastinya. Saya jadi merasa aneh, hmm berat ya jadi single parent alias orang tua tunggal? Lantas saya mencoba menganalisa.

Ya, awalnya memang berat. Semua beban ditanggung sendirian. Pekerjaan yang overload setiap hari tanpa henti. Deadline tulisan, jumpa pers, meeting, tagihan listrik, pembantu sakit, undangan teman menikah, rapat redaksi, baju seragam anak kesempitan, beras habis, genteng bocor, keran air mampet, komputer rusak, laptop kena virus, undangan liputan ke luar kota, anak berantem di sekolah, bos bawel, klien agak rewel, tagihan SPP, ada tikus mati di kolong ranjang, dan seterusnya, dan seterusnya.
Awalnya saya serasa gila, kepala mau pecah, ingin menangis setiap detik mengingat betapa tuntutan tanggungjawab itu tak pernah henti datang silih berganti. Belum jika ada musibah tak terduga seperti Si Kecil kena sakit parah, harus opname, sementara pekerjaan tak mau tahu harus tetap berjalan, biaya yang tak terkira banyaknya, sedangkan asuransi kantor tak mau menanggung pengobatan Si Kecil. Air mata saya sudah kering.

Dan semua bisa saya atasi dengan lancar. Teman-teman saya adalah harta tak ternilai.

Kini pun saya masih dalam kondisi kesibukan gila luar biasa. Merenovasi rumah yang baru dibeli. Asisten rumah tangga melahirkan. Pekerjaan sehari-hari otomatis tertanggung oleh saya. Untung ada Mas Ojek baik hati yang mengantar jemput Si Kecil ke sekolah. Untung keluarga asisten saya tak jauh dari rumah. Untung saya masih punya energi berlebih untuk mencuci baju di malam hari sepulang kerja. Untung ada Internet yang membantu saya bekerja. Untung ada blog yng bisa jadi media curhat saya. Untung ada Yahoo Messenger yang bikin saya bisa tetap waras dengan terkoneksi ke teman-teman dekat saya. Untung ada ponsel yang bisa membuat saya merasa dekat dengan orang-orang terkasih. Untung Tuhan masih memberi saya fisik dan mental yang sehat.

Beratkah menjadi orang tua tunggal? Ya memang, tapi berkat semua itu saya menjadi sangat terbiasa dan mampu melaluinya sambil tetap tersenyum. Semua perempuan pun bisa melakukannya. Yakin itu!

Thursday, January 03, 2008

Mencintai Tubuh Sendiri...

Sad but true. Sebuah eksperimen dilakukan. Anak-anak berkulit hitam dihadapkanp ada dua jenis boneka, hitam dan putih. Lantas ditanyakan: "Boneka mana yang menurut kamu cantik?"

Si anak usia 4 tahun menunjuk boneka putih. "Lalu boneka mana yang mirip denganmu?" Si anak menunjuk boneka hitam dengan ragu dan ekspresi sedih.
Semua anak yang terlibat dalam riset tersebut berpendapat bahwa boneka kulit putih itu cantik, boneka hitam itu jelek. Yang memilukan adalah anak-anak Balita itu sadar diri bahwa dirinya jelek dan harus menerima kenyataan pahit itu.

Yang menohok hati saya adalah, usia belia yang masih polos itupun sudah mampu membedakan mana cantik dan mana jelek hanya berdasarkan warna kulit. Usia yang begitu muda, baru mengenal dunia, tapi sudah bisa paham bahwa berkulit hitam adalah kutukan. Saya menangis menonton acara Oprah Show hari minggu kemarin itu. kenapa anak-anak yang begitu muda sudah menjadi rasis terhadap dirinya sendiri? Bagaiman jika sudah dewasa? Apakah mereka akan jadi Michael Jackson yang berusaha keras memutihkan kulitnya dan memancungkan hidungnya?

Saya barus sadar bahwa saya pun pernah menjadi korban rasis diri sendiri, dan sejumlah teman saya juga. Di saat SD, masih ingat betul bagaimana teman-teman saya menggesek-gesekkan ujung kerah baju seragam ke dagu mereka. Ada yang sampai luka dan berdarah. Tujuannya? Agar dagunya berbelah cantik. Buset. Untung saya ngga kena demam gila itu. Paling saya pernah berusaha keras memencet-mencet tulang hidung agar lebih mencuat mancung. Yang ada tulang hidung saya jadi sakit dan memerah. Lantas saat puber, saya dan beberapa teman dekat perempuan sempat mengutuki diri kenapa terlahir jadi orang Indonesia yang pesek, hitam, dan bermata biasa saja.

"Coba kita jadi orang bule, kan cantik. Rambut pirang menyala, kulit putih, hidup mancung, mata biru indah. Bete gue jadi orang Indonesia!"

Ditambah saat itu kalau tak salah dunia film dan sinetron sedang dilanda demam artis indo seperti Tamara Blezinsky, Sophia Lacuba, dan sejenisnya. Kalaupun ada wajah Indonesia asli, tetap dengan stereotip cantik yang berkiblat ke luar, yakni rambut panjang, hidung mancung, tubuh langsing.

Saya juga pernah mengutuki kenapa wajah saya sensitif, selalu berjerawat, dan bekas jerawatnya tak bisa hilang. Lantas rambut saya itu pernah jelek sekali, kucai, susah diatur. Saya sempat menyiksa diri dengan rol rambut, hair dryer, obat jerawat super keras, memenceti jerawat sampai berdarah, sudah mirip perilaku sado masokis saja. Intinya adalah, saya pernah membenci tubuh dan wajah saya sendiri sebab tidak dianugerahi wajah cantik, kulit mulus dan proporsi tubuh indah. Saya juga selalu cemburu pada teman-teman saya yang cantik dan memandang mereka dengan penuh kebencian seolah mereka punya salah besar telah dilahirkan sempurna.

Saya ingat juga pernah tak mau sekolah sebab rambut saya dipotong kependekan dan saya merasa diri saya adalah monster buruk rupa yang lebih baik mati saja daripada harus keluar rumah dengan rambut hancur lebur itu.

Dengan mengingat semua kegilaan di masa muda itu, saya baru sadar kenapa suntik botox laku keras, operasi plastik terus dikejar-kejar walau menghabiskan uang tak terkira.

Thanks God, kegilaan saya sudah berakhir. Hari ini saya sangat bersyukur dilahirkan sempurna sebagai perempuan sehat jasmani rohani, dengan organ tubuh yang bisa berfungsi baik. Terima kasih saya sudah dianugerasi senyum manis, wajah ekspresif, mata yang tak perlu memakai kaca mata atau lensa kontak, bibir yang tak butuh disuntik agar lebih sexy, kulit yang membalut daging dengan baik sehingga tidak kena infeksi, kaki yang kuat untuk mengejar bis kota, dan otak lumayan berisi sehinngga hidup saya bisa terus berjalan baik.

Saya memang bukan Barbie atau Miss Universe, tapi saya cinta pada tubuh dan wajah saya sendiri. Semoga semua perempuan di dunia juga merasa begitu. Amin!

Tuesday, January 01, 2008

Perempuan, Kemiskinan, dan Kebodohan

Prolog: Tulisan ini saya persembahkan buat kaum perempuan sedunia, yang saya harap tidak akan pernah menjadi miskin dan bodoh lagi. Terutama untuk para remaja putri yang baru menyadari bahwa dirinya berbeda dengan kaum Adam. Ya, dunia memang tidak pernah adil bagi kita. Maka pintarlah mengakalinya, sista!

Jika Anda: perempuan, miskin, dan bodoh, maka anda adalah manusia paling "sial" di dunia ini. Apa pasal?
Perempuan yang miskin dan bodoh sangat rentan menjadi mangsa predator di rimba kehidupan ini.

Logikanya adalah:
  • Jika anda lelaki tapi miskin dan bodoh, anda masih bisa selamat tidak diperkosa atau ditawar om senang atau terperosok dijual menjadi prostitute. Paling sial ya jadi gigolo, tapi itu pun tidak dipandang senista prostitute perempuan bukan?

  • Jika anda perempuan miskin tapi pintar, anda masih bisa memutar otak bagaimana caranya mengakali problem sehingga tidak perlu menjual tubuh dan bisa keluar dari masalah berkat kepintaran anda.

  • Jika anda perempuan bodoh tapi kaya, setidaknya anda masih bisa mencuri simpati orang sekitar dengan harta anda, bisa selamat berkat kekuatan finansial anda. Tapi kalau terlewat bodoh ya lama-lama harta itu akan habis dan anda akan menjadi senasib dengan perempuan miskin dan bodoh.

Logika konyol ini saya dapat dari mengamati pengalaman pribadi dan sekitar.

Misalnya saja:

  • Saat saya berjalan kaki dengan dandanan pas-pasan dan terkesan seperti orang miskin, cowok-cowok yang menggodai saya lebih banyak. Menyiuli, melemparkan ajakan tak senonoh, pandangan kurang ajar, dan sejenisnya. Mulai dari tukang ojek, kuli bangunan, kenek, tukang buah dsb. Mereka berbuat seenaknya sebab dipikir saya perempuan miskin yang bisa jadi mudah diajak apa saja demi uang.

  • Lain waktu saya berjalan dengan pakaian formal: blazer dengan tas tangan mahal dan sepatu kinclong. Jumlah cowok yang menggoda saya lebih terseleksi. Khusus kalangan tertentu saja. Sebab mereka pikir saya wanita kaya yang tidak akan mau sembarangan menjual diri kepada siapa saja. Kalaupun ya akan dibayar mahal.

  • Saat saya berada di dalam mobil (taxi atau mobil pinjaman atau nebeng teman yang kaya), maka nyaris tidak ada cowok menggodai saya. Sebab mereka pikir saya wanita kaya yang tidak akan menjual diri saya demi uang.
Jadi kini kita bisa tahu mengapa TKW kita banyak yang diperas, disiksa bahkan diperkosa atau dijualbelikan seperti sapi perahan oleh sesama manusia. Tapi saya percaya bahwa sesungguhnya kebodohan itu bisa dimusnahkan.

Welcome to the material fuckin' world, big girl!!! You had to be smart or die!