Belasan anak balita di Tangerang, Jawa Barat menderita kurang gizi. Sebagian ada yang busung lapar. Satu balita berasal dari sebuah keluarga beranak empat yang ayahnya pengangguran.
Warga di sejumlah daerah mulai makan nasi aking (nasi bekas) karena tak mampu beli beras murah. Salah satunya adalah keluarga dengan seorang janda dengan enam orang anak.
Seorang perempuan terpaksa menarik becak demi menghidupi enam anak dan satu suaminya yang sakit tak berdaya.
Seorang bapak mengaku pernah menikah 13 kali. Anaknya ada sekitar 20-an, dia tidak ingat betul. Bahkan kalau bertemu anaknya di jalan, dia mengaku tidak mengenalnya.
Semua kisah tadi hanya sebagian kecil fakta yang membuktikan bahwa asal muasal penderitaan negeri ini adalah kaum lelaki. Tanya kenapa.
1. Sudah tahu pengangguran, ekonomi pas-pasan, eh si lelaki yang notabene kepala keluarga kok masih rajin mencetak anak. Semestinya sebagai kepala keluarga, lelaki punya otak logis untuk mempertimbangkan urusan selangkangan. Bagaimana caranya supaya anak tidak terus berlahiran dan hidup susah, akibatnya malah kurang gizi.
2. Ibu yang harus memberi makan anak-anaknya nasi aking adalah korban kebodohan lelaki. Kalau memang dari ekonomi pas-pasan sebaiknya berpikir untuk tidak terus bikin anak sampai enam orang. Giliran si suami mampus, si istri yang jadi korban harus kerja keras menghidupi anak-anaknya.
3. Kisah ibu penarik becak juga sama saja. Korban ketololan lelaki yang hanya memikirkan nafsu syahwat saja. Kalau tidak, kok anaknya bisa enam???
4. Kasus bapak ber-anak 20-an, sudah membuktikan bahwa lelaki memang hanya pandai mencetak anak tapi tak becus mengurus dan membiayai.
Jangan salahkan saya kalau mengatakan bahwa semua penderitaan bangsa kita berasal mula dari para kepala keluarga yang tak becus memanajemen keluarganya. Memang sudah saatnya lelaki menjadi penjaga dapur saja, melayani istri dan anak. Biarlah perempuan yang mencari nafkah, memanajemen keluarga.
Tanya kenapa.
Sebab perempuan tidak akan membiarkan anak-anaknya menderita hanya demi kepuasan syahwat. Ia akan membatasi jumlah anak, sebab tahu pasti sangat sulit mengurus apalagi membiayai anak.
Dengan jumlah anak lebih dari tiga, ekonomi pas-pasan, kurang gizi, tidak sekolah, bahkan makan nasi bekas, apakah bangsa kita bisa membaik? Dan yang berekonomi mampu, eh malah kawin 13 kali.
Duh lelaki ini memang sumber malapetaka negeri! Thanks God saya tidak dilahirkan sebagai lelaki!
Monday, February 13, 2006
Subscribe to:
Posts (Atom)