Wednesday, March 22, 2006

Banyak Anak Banyak Bencana

Pernahkah anda bertemu dengan keluarga pengemis? Pasti pernah, walau tidak mengenal. Sesekali mereka menyapa anda dengan tangan t6eracung meminta uang. Yang mengesalkan kalau kita sedang asik belanja di pasar atau menunggu bus, ada yang menoel-noel, lalu menyodorkan tangan dekil lagi bau ke muka kita. Dia memamerkan bayinya di gendongan.
Kalau diberi uang, tak lama anak-anak dekil menyusul meminta juga. Bergantian. Bersusulan. Mirip antrean beras murah.

Keluarga pengemis memang belum tentu keluarga kandung. Kadang tidak semuanya mengemis. Ada yang bapaknya preman, ibunya jualan di pasar, lantas anaknya disuruh mengemis. Tapi pernah suatu kali di emperan Sarinah saya tidak sengaja menguping pembicaraan sesama pengemis. Ternyata keduanya suami istri. Si istri sedang menanyakan dimana empat anak mereka. Sang suami menjawab, "Lagi ngemis di sebrang, yang dua lagi ngamen." Pasangan ini lalu berpisah, bagi lahan mengemis. Luar biasa.

Saya jadi ingat pepatah “banyak anak banyak rejeki”. Apa yang dimaksud adalah sepak terjang keluarga pengemis tadi? Jadi ingat juga dengan eks tetangga saya yang anaknya 12. Yang terbesar sudah menikah tanpa lulus SMA. Yang usia tanggung hobi tawuran dan jadi preman. Yang kecil-kecil jadi tukang ojek payung dan hobi nyuri jemuran. Saya pernah tanya ke sang ibu, “Ngelahirin mulu ngga capek?” Jawabnya: “Cape sih mbak, cuma ngga boleh KB sama suami saya.”

Semua kisah tadi saya bawa ke perdebatan dengan seorang teman. Menurut saya, orang yang banyak anak itu sangat sangat egois.
“Kalo kaya sih ngga apa-apa,” kata teman.
“Ngga, walau kaya raya, tetep aja egois kalo mereka punya banyak anak. Namanya maruk, serakah. Ngerebut jatah hidup orang. Ngerebut lapangan kerja dan rejeki orang,” debatku.


Saya jadi ingat lagi dengan kisah bapak yang pernah menikah 13 kali, anaknya 20 sekian. Sampai dia tak kenal kalau berpapasan dengan anaknya sendiri di jalan. Banyak anak banyak rejeki? Itu mitos yang bikin Indonesia tak kunjung sejahtera. Bikin manusia berebutan lapangan kerja. Bikin ekonomi kacau.

Fakta paling jelas adalah keluarga Cendana. Menumpouk harta bagi anak cucu sampai rakyat sengsara. Dan ini diikuti oleh konglomerat, pejabat, mulai dari yang kelas kakap sampai kelas teri. Aneh ya Indonesia ini. Tidak presiden, konglomerat sampai pengemis dan gelandangan, hobinya menumpuk harta bagi keluarga. Mencetak anak sebanyaknya. Persetan sekitar mau mati kelaparan.

Banyak anak banyak bencana.