Thursday, December 13, 2007

Legenda Hidup Itu Bernama Joan Baez

Jika ada mesin waktu, aku ingin dilahirkan di Amerika sekitar tahun 1950-an, sehingga aku bisa menikmati masa kejayaan Flower Generation. Bisa nonton Woodstock atau melihat bagaimana Mick Jagger muda mengencingi penontonnya. Jadi silakan saja memaki saya berselera "tua" saat kini saya menikmati dendang lagu Joan Baez atau lirik sinis Bob Dylan.

Itu kutulis di diariku dulu, zaman kuliah. Ya, zaman hiruk pikuk Metallica, Guns N' Roses dan Nirvana dulu membuat aku gerah dan beralih sejenak ke musik jadul Baez dan Dylan. "Blowing in The Wind", "Knocking on Heavem's Door", "The Night They Drove Old Dixie Down", hanya sebagian kecil lagu jadul mereka yang kukoleksi. Dan mendadak kini aku sangat merindukannya. Kemana gerangan semua kaset koleki musikku itu?

Joan baez adalah penyanyi perempuan yang menurut saya hanya bisa disaingi oleh Janis Joplin dalam keunikan musiknya. Dan Baez unggul sebab ia belum mati akibat overdosis. Setidaknya perempuan berdarah Indian itu memiliki pola hidup lebih sehat, jiwa lebih tangguh, dan kreativitas lebih oke.

Lahir pada 9 januari 1941, Baez adalah penulis lagu dan penyanyi countri bersuara sopran. Sama dengan Dylan, ia banyak mengkritik kondisi sosial politik Amerika di zamannya. Salah satu bintang konser Woodstock itu juga dikenal sebagai aktivis pembela hak azazi manusia, anti kekerasan dan pecinta lingkungan. Bisa jadi Ully Sigar Rusadi terinspirasi oleh karir dan penampilannya. Baez sempat berpacaran dengan Dylan namun ternyata memang dua kepribadian yang sama-sama kuat sulit disatukan sehingga mereka putus di tengah jalan.

Walau sudah berusia lanjut, perempuan yang menginspirasi saya untuk belajar gitar klasik ini masih getol berkonser. Jadwal konsernya tahun 2008 masih lumayan padat. Tahun ini Baez dianugerahi 2007 Lifetime Achievement Award dari National Academy of Recording Arts & Sciences (NARAS). Juni kemarin ia tampil bersama Bruce Springsteen. Bukan hanya di musik, Baez juga masih aktif di aneka aksi pembelaan lingkungan. Ia membela petani di South Central, Los Angeles, yang terancam digusur. Nenek cantik ini bahkan sampai naik ke atas pohon.

Jika boleh berharap, kelak saya ingin seperti Baez. Terus menikmati hidup sampai rambut memutih, usia menua, sampai azal mendekat. Duh, saya kangen sekali bermain gitar!

Yes, I am a fair and silver lady
I dance in the snow
And follow the stallions
Where the north winds blow
While I was lamenting over my lost youth
You came along Dreaming of lovers
And an evening song
And, if I am a rose of summer
You are a breath of spring
A garden of delights
And when I feel lonely in days of winter you will ride
To the castle light And we will fly on the wings of fantasy
On the wings of fantasy Far as the eye can see Off the shores of Normandy
On the wings of fantasy
WINGS OF FANTASY (Words and Music by Joan Baez)

Teknologi Selayaknya Bisa Jadi "Malaikat Penyelamat" Kaum Hawa

“Kok, kita ngga nambah pinter apa-apa ya dari acara ini?” Aku melontarkan komentar itu ke karibku sesama perempuan. Ia mengangguk setuju.

Tajuk acara itu “Peran Perempuan dalam Teknologi Informasi”. Sebuah diskusi panel dengan tamu sejumlah perempuan di bidangnya. Ada Shinta “Bubu” Danuwardoyo, Prof. Rosarie Saleh dari FMIPA UI, juga Indrayati Nugroho, pembicara dari yang punya hajat, salah satu vendor komputer ternama.

Awalnya saya dan karib saya berharap acara ini akan cukup greget, menampilkan bagaimana perjuangan perempuan di bidang teknologi. Ternyata yang berlangsung hanya obrolan santai biasa dengan tenggat waktu pendek. Akhirnya saya merasa datang dengan otak kosong dan pulang dengan otak kosong.

Kesuksesan karir yang mereka paparkan standar-standar saja. Barangkali justru lebih banyak perempuan di luar sana yang punya kisah jauh lebih menarik dari mereka. Ditambah lagi definisi kesuksesan itu sangat relatif bagi setiap individu.

Bisa jadi suasana elit di Ballroom Hotel Ritz membuat otak saya beku tak mampu mencerna apa sih sisi positif dari acara ini selain sekadar mencari publisitas. Apakah ingin memotivasi perempuan agar lebih melek teknologi? Ah, yang hadir kan undangan terbatas kalangan menengah ke atas yang sudah pasti sudah paham teknologi. Memanfaatkan teknologi untuk memperbaiki kondisi perempuan? Ah, justru tak disinggung sama sekali.

Saya pribadi jika ditanya akan berbuat apa dengan teknologi bagi perempuan Indonesia, maka jawaban saya lumayan segambreng. Saya akan mengajarkan setiap perempuan untuk ngeblog, chatting, browsing, aktif di milis, dan sebagainya. Untuk apa? Agar mereka bisa mengekspresikan dirinya. Bisa curhat di blog, saling tukar informasi di milis, menambah wawasan dengan browsing, bahkan kalau perlu menambah income keluarga dengan e-commerce, membuat desain web, mengelola website, dan sebagainya. Dan itu tidak terbatas kepada perempuan karir saja, melainkan juga ibu tumah tangga, pembantu rumah tangga, bahkan yang tinggal di pedesaan. Tentu mengenai kesiapan infrastruktur bukan tanggungjawab kita. Di sini saya bicara soal apa yang bisa diperbuat untuk mengenalkan perempuan pada Teknologi Informasi.

Teknologi Informasi bisa sangat memperbaiki kondisi perempuan Indonesia. Bekerja dari rumah, sehingga perhatian kepada keluarga bisa lebih tercurah. Mengadukan KDRT ke LSM terdekat melalui email. Menelusuri apa yang terjadi dengan sesama perempuan di negara lain melalui surfing di dunia maya. Bahkan perempuan punya kesempatan sama besarnya dengan lelaki untuk menjadi pakar TI hanya dengan belajar melalui Internet. Dan sebagainya.

Maaf, apakah saya bermimpi terlalu muluk?