Sunday, July 16, 2006
Nadine dan Saya
Nadine dan saya adalah 180 derajad. Nadine 100 persen cantik. Saya 100 persen tidak. Walau nenek saya bilang saya adalah cucunya yang tercantik. Walau masih selalu digoda cowok iseng setiap melintas di jalan. Walau kata cowok pertama saya dulu saya adalah pemerpuan tercantik yang pernah dilihatnya. Yang jelas, sampai detik ini saya tidak pernah mengandalkan kecantikan saya untuk bertahan hidup.
Nadine dan saya adalah bumi dan langit. Tapi pekan kemarin kami sama-sama sial. Dan kesialan itu sama-sama kami alami di depan layar TV. Dan saya benci kamera TV! Sangat benci!
Kisahnya simple saja. Belum lama berselang menerima SMS dari seorang host. Diundang menjadi narasumber acara talkshow Teknologi Informasi (TI) di sebuah TV. Okelah, walau bukan pakarnya saya masih merasa bisa.
Hari H rekaman pun tiba. Menjelang mengudara, saya digiring ke ruang make up. Padahal saya sudah yakin wajah saya baik-baik saja tanpa tambahan coreng moreng itu. Namun demi menghormati si empunya acara.saya pasrah saja. Muka dipermak habis-habisan.
Hidung dibuat sedemikian rupa jadi mirip hidung Krisdayanti. Rambut di-hair spray. Kalau tak salah terakhir kali saya di-hair spray adalah 10 tahun lalu saat dipaksa pakai kebaya. Kulit wajah saya entah diapakan jadi rata, mulus, bak aspal arena Formula One Monte Carlo. Bagus sih, jerawat jadi tak kasat mata. Tapi kok rasanya wajah saya tambah tebal 10 cm ya??? Dan yang paling parah, alis! Ohmygoodness! Alis saya lebih mirip Jembatan Semanggi!
Begitu bercermin.Oh, no!!! Itu bukan wajah saya! Entah wajah siapa yang ditempelkan ke muka saya.
Semua kepercayaan diri yang saya himpun sekuat tenaga dari rumah, musnah sudah. Bagaimana mungkin saya tampil percaya diri dengan wajah yang bukan wajah saya? Di depan kamera TV pula. Akan disaksikan orang sekian banyak pula.
Dan terjadilah tragedy Nadine ke-2 itu! Walau tak sebodoh dan sememalukan polah kandidat Miss Universe itu, saya tetap merasa luar biasa tolol, idiot, goblok, moron , embisil dan sebagainya. Saya gugup, bicara terlalu cepat, dan ada satu kata yang sangat fatal saya ucapkan. Biarpun itu rekaman, tidak ada "cut" pada kesalahan kata. Luar biasa. Apa bedanya dengan tayangan "live"?
Nadine dan saya bagai kondominium mewah dengan kost-kostan alakadarnya. Ibarat kapal pesiar glamour dengan perahu sekoci. Tapi kami sama-sama dipermalukan di depan pesawat TV. Dan itu terjadi di pekan yang sama.
Subscribe to:
Posts (Atom)