Friday, September 08, 2006

Jadi Harimau di Sarang Harimau



Being a pretty tiger among the tigers



Kembali, beberapa teman perempuan menanyakan keminoritasanku sebagai perempuan. Pekan kemarin aku kembali untuk ke sekian kalinya (sudah tak terhitung) menjadi mahluk paling cantik di rombongan. Maksudnya, saya satu-satunya perempuan, wanita, kaum Hawa, cewek, ibu, dalam satu tim perjalanan jauh.

Sesungguhnya ini suatu kondisi yang biasa. Selama gender tidak menjadi masalah, menjadi satu-satunya perempuan dalam 100 batalion tentara pun sebenarnya hal biasa. Problemnya adalah bagaimana kita sebagai pemilik jenis kelamin paling berbeda dapat menyetarakan diri dengan mereka.

“Gue males, abis ngga ada ceweknya,” ungkap teman cewekku yang merasa risih harus bergaul dengan rekan seprofesinya yang lelaki semua dalam sebuah perjalanan jauh. Akhirnya ia harus menikmati kesendirian, kesepian, di suatu tempat yang sesungghnya sangat mengasyikan kalau dilewati bersama kawan-kawan.

Bagi saya, sikap seperti itu adalah rugi besar. Kebetulan sejak kecil saya tomboy, lebih suka gaul dengan cowok. Sejak SMP sudah biasa yang namanya kemping dengan cowok-cowok. Sampai hari ini pun ketika usia sudah dewasa hal itu tak menjadi problem berarti. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perempuan yang menjadi minoritas gender di kelompoknya.

Pertama, jangan bersikap rewel dan terlalu menonjolkan kelemahan fisik serta emosi. Cowok paling sebel kalau di kelompoknya ada cewek rewel, bawel, rese. Terlalu banyak nuntut macem-macem. Yang ada kehadirannya justru akan disesali.

Kedua, jangan minta keistimewaan karena kita perempuan. Mereka sudah tahu kita perempuan, punya beberapa kelemahan dibanding mereka. Dari sisi fisik misalnya, kita tak mampu melakkan hal-hal yang setara dengan cowok. Mereka sadar betul itu tanpa harus kita mengingatkannya. Otomatis teman-teman cowok kita akan memahami kondisi itu sehingga secara sukarela akan memberi keistimewaan. Namun bukan berarti kita menuntut terlalu banyak privilege hanya karena kita perempuan.

Ketiga, karena sadar bahwa kita memiliki kelemahan fisik dan emosi yang dominan, cobalah berusaha meminimalkannya. Maksudnya, ada banyak situasi dimana mau tak mau kita harus berusaha keras mengikuti alur mereka. Contoh paling anyar saya alami saat kami berjalan kaki putar-putar KL. Akan memuakkan kalau saya merengek-rengek kecapean. Mau tak mau saya harus memiliki fisik kuat agar dapat mengikuti irama aktivitas itu. Kalau saya sudah kelelahan dan tak kuat lagi, saya akan menyampaikannya baik-baik, bukan dengan cara merengek mirip bayi. Kaum Adam akan menghargai sikap itu.

Keempat, hindari perilaku yang mengundang pelecehan seks. Ada di tengah kelompok pria dengan memakai baju sexy? Itu sama saja dengan minta diperkosa! Pakai logikamu. Berada di satu gerombolan harimau, maka sebaiknya kita ikut berperilaku dan berpenampilan seperti harimau. Itu langkah paling aman. Kalau kau berpenampilan dengan kulit domba di tengah harimau-harimau ganas, sama saja kau minta dimangsa.

Itu saja kiat yang bisa saya bagikan pada teman-teman perempuan. Jangan pernah meng-underestimate diri sendiri hanya karena perbedaan gender. Tapi juga jangan menganggap dirimu istimewa di antara mereka. Seperti saya bilang, jadilah harimau di sarang harimau.