Monday, March 20, 2006

Kebiadaban Itu Sungguh Terjadi

Kasus perkosaan massal di Indonesia hanya isu??? Berikut saya copy paste, dokumentasi Harian Bernas. Masih banyak bukti lain yang membantah bahwa tragedi kebiadaban lelaki ini hanya isu belaka.
Kenapa saya mengangkat kembali kasus ini? Sekadar mengingatkan bahwa menjadi perempuan itu sangat riskan. Di Pakistan, Bosnia, Kroasia, Irak, India, dan manapun, bahkan juga di negeri kita sendiri, perempuan selalu jadi tumbal.
Wahai para lelaki, bayangkan saja kalau ibu atau anak atau kakak perempuan anda yang menjadi korban perkosaan dan penyiksaan massal seperti ini. Apakah kalian masih bisa tersenyum sambil berkomentar, "Ah, hanya isu."


Perkosaan Masih Terjadi
* Di Jakarta, Terakhir 20 Juni dan 2 Juli 1998
Bernas - Kamis, 09 Juli 1998

Yogya, Bernas Pemerkosaan terhadap perempuan keturunan Cina tidak hanya terjadi bersamaan dengan kerusuhan 13-14 Mei di Jakarta, melainkan terus berlanjut pada masa-masa berikutnya. Kasus terakhir dengan pola sama, tercatat terjadi pada 20 Juni dan 2 Juli 1998.

Selain itu, tampak pula upaya-upaya untuk membungkam, meneror, bahkan menghilangkan korban-korban perkosaan itu, agar tidak memberi kesaksian kepada publik. Salah satu korban, bahkan sempat dicatat identitasnya dan diintimidasi agar tidak buka mulut.

Fakta ini dikemukakan Koordinator Tim Relawan untuk Kemanusiaan, Romo Sandyawan Sumardi SJ, yang lebih dikenal dengan panggilan Romo Sandy, dalam perbincangan terbatas di Universitas Sanata Dharma, Rabu (8/7). Kepadanya pula, para korban meminta pendam pingan, untuk meringankan beban jiwanya atas musibah itu.

"Tanggal 2 Juli lalu sekitar pukul 13.00 siang, di Sunter Hijau, ada seorang gadis mahasiswa Untar, dari suku Tionghoa diperkosa di tempat kosnya oleh serombongan lelaki berbadan tegap. Waktu itu ia sedang istirahat siang sendirian. Tapi ia berusaha berontak, dan bisa melepaskan diri," kata Romo Sandy.

Karena melawan, kawanan lelaki itu menganiayanya. Ia jatuh dari ranjang, dan perutnya disodok dengan linggis. Akhirnya linggis disodokkan kembali, sehingga rahimnya cedera. "Kabar terakhir yang kami dapat, ia mengalami operasi kedua untuk mengangkat rahimnya," papar Romo Sandy.

"Kita tak tahu siapa dan bagaimana pelakunya, tetapi cara perkosaan itu dilakukan mirip sekali dengan kesaksian korban perkosaan tanggal 13-14 Mei di Jakarta. Begitu brutal," ujarnya.

"Yang saudara baca banyak yang keluar dari internet duluan. Sebab banyak korban yang sudah dievakuasi ke luar negeri. Ada di Hongkong, Singapura, Eropa, Australia, Amerika. Mereka tersebar di mana-mana," tambah Romo Sandy.

Selasa lalu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menegas- kan, pihaknya yakin telah terjadi perkosaan secara masal, sistematis, biadab dan keji terhadap para wanita keturunan Cina di tengah kerusuhan 13-15 Mei di Jakarta. Karena itu Komnas HAM mendesak aparat keamanan mengusut tuntas dan menindak tegas para pelaku dan dalang peristiwa itu, (Bernas, 8/7).

Romo Sandy pun menyerukan, pemerintah dan pihak keamanan untuk tidak menganggap sepi kasus perkosaan masal, kebanyakan menimpa perempuan Cina itu.

Romo Sandy juga mengutarakan, pihaknya melihat ada upaya-upaya paksa dari pihak tertentu untuk menghentikan publikasi menyangkut persoalan ini. Ia mensinyalir upaya paksa dilakukan sebuah kelompok yang bekerja secara sistematis persis seperti yang terjadi dalam tragedi 13-14 Mei lalu.

"Selain ada usaha nyata untuk menghentikan munculnya berita-berita ini, ada juga usaha nyata untuk melanjutkan tindakan teror yang amat mengerikan dengan perkosaan ini. Maunya apa!" tegas Romo Sandy.

Maka, lanjut Romo Sandy, sangat bisa dipahami kalau para korban kerusuhan dan perkosaan itu membungkam mulut nya meski sudah banyak orang berseru, bahkan pemerintah pun secara resmi meminta agar pelaku kerusuhan itu diusut. Karena, seruan itu ternyata tak diikuti tindakan apa-apa.

"Tentu para korban ini belajar dari situ, untuk apa mereka bersaksi kalau tak ada tindakan apa pun. Bukan hanya malu secara publik, tapi mereka pun terancam," tutur Romo Sandyawan.

Bahkan, kata dia, tampak seperti ada usaha untuk menghilangkan secara paksa para korban itu. "Terbukti korban yang dilinggis (kasus Sunter Hijau) didatangi orang tertentu berkali-kali di rumah sakit," tandas Romo Sandyawan.

Ia juga menceritakan korban lain yang sempat didampinginya. Gadis keturunan Cina itu, kata Romo Sandy, digagahi tanggal 20 Juni lalu setelah 'diculik' dengan menggunakan taksi sebagai kendaraan.

Gadis yang baru lulus dari London Economic of School ini akan berangkat ke luar negeri untuk bekerja. Tiga hari sebelum pergi, ia sedang ada keperluan di Jalan Sudirman Jakarta. Sekitar pukul 16.00, ia naik taksi Royal City untuk pulang.

"Taksi itu seharusnya langsung masuk tol, tapi ternyata tidak. Ketika ia mencoba protes, mobil dihentikan, lalu dibuka paksa dua orang berbadan tegap yang kemudian turut masuk ke dalam taksi itu dan menyekap korban," ujar Romo Sandy menuturkan kembali kisah korban.

Masih mengutip penuturan korban, Romo Sandy menceritakan, ketiga lelaki -- termasuk sopir taksi -- itu saling bercerita mengenai pengalaman mereka di tengah kerusuhan 13-14 Mei dengan membakar dan memperkosa cewek- cewek amoy.

Malah, kata Romo Sandy mengutip pengakuan korban, satu di antara lelaki itu menceritakan pernah mengiris alat vital seorang korbannya.

"Ini adalah teror yang mendalam. Karena sesudah ia dalam taksi selama dua jam putar-putar, dan selama itu ia disuruh menunduk dengan kedua tangan di belakang. Kalau lelah dan mendongakkan kepala, ia dipukul, sampai sebelas kali pukulan," ujarnya mengutip pengakuan korban.

Wanita itu diturunkan di sebuah kawasan agak di luar pusat keramaian. Di atas rerumputan, ia digagahi secara bergiliran. "Pukul 02.00 dini hari, ia dinaikkan taksi lalu dibawa melaju, dan di suatu tempat diturunkan begitu saja," katanya.

Sebelumnya, kata Romo Sandy, ketika di bawah penguasaan para lelaki itu, seluruh dokumen korban sempat diminta dan dicatat. Bahkan ia diinterogasi dan diancam. "Kalau melapor, maka ia akan dibunuh dan keluarganya dibakar," tutur Sandyawan lagi.

"Menurut korban ini, masih ada dua temannya lagi yang kena musibah dengan modus yang sama, pakai taksi. Bahkan lebih parah, temannya ini mengalami perdarahan. Ketika ia pergi ke ginekolog, dokter itu juga sedang menangani pasien yang mengalami kasus sama," ujar Romo Sandy lagi.

Karena itu, kata Romo Sandy, kalau pemerintah tetap tak responsif atas penanganan persoalan ini, maka pihaknya akan membawanya ke tingkat internasional. Ia menilai kasus kekerasan ini sudah begitu serius, dan ini sangat menghancurkan kredibilitas bangsa Indonesia di mata internasional.

Dari Jakarta dilaporkan, pemerintah membentuk Tim Perlindungan Wanita Terhadap Kekerasan. Untuk saat ini tim tersebut memprioritaskan untuk menanggulangi wanita keturunan Cina yang mengalami kekerasan dan perkosaan pada 13 dan 14 Mei lalu. Tim ini diketuai Menteri Negara Peranan Wanita Tuty Alawiyah. (csm/ff)

Masih kurang? Silakan cari di Google Search. Apa itu hanya isu????