Wednesday, November 15, 2006

Cantik yang Tidak Luka






Suatu siang menjelang sore. Sogo, Plaza Senayan.
“Kok, sakit, sih?”
“Memang sakit, Mer.”
“Wah, ngga jadi ah. Semua sepatu lancip emang sakit ya? Sepatu lu itu juga sakit, Jeng?”
”Iya, pertama dulu sakit banget. Sampe lecet-lecet. Sekarang ngga.”

Percakapan tadi terjadi saat aku menjajal sepatu yang ujungnya runcing, sepatu yang lagi trend sekarang. Banyak dipakai perempuan. Kota sampai ke desa. Sepatu berujung runcing yang cantik, dengan berbagai warna. Ada yang berhak tinggi atau pendek saja.

Secara saya sedang bermetamorfosa menjadi perempuan yang ingin tampil cantik, saya terpikir untuk membeli sepasang sepatu runcing itu. Selama ini saya cukup nyaman memakai sepatu kets, sepatu fantovel ceper, atau sepatu gagah Kickers. Ternyata sepatu runcing itu menyakitkan waktu dicoba. Saya urungkan niat membelinya. Lebih baik saya beli sepatu gagah lain atau fantovel ceper kalau memang sedang ingin kelihatan ”cute”.

Tadi pagi, saya melihat beberapa perempuan dengan sepatu runcing, hak tinggi sekitar 10 cm. Roknya pendek. Ketat. Naik Metro Mini 62, Manggarai-Senen. Terlihat tersiksa sekali dengan sepatu dan roknya. Sebentar-sebentar membetulkan rok yang tersibak angin. Sepatunya tidak kalah menyiksa, menjepit dua telapaknya dengan erat, terseok-seok saat naik turun bis.

Asli, saya tak akan bisa tahan dengan kondisi seperti itu. Mampu bertahan sampai satu jam saja sudah hebat. Tapi para perempuan bersepatu runcing hak tinggi dan rok pendek ketat tadi jelas akan mengenakan benda-benda penyiksa jasmaninya itu seharian penuh.. Bisa jadi setiap hari benda-benda penyiksa itu dikenakannya setiap hari. Pagi sampai sore.

Arif Budiman pernah menulis kira-kira begini, ”Perempuan sering terperangkap dalam standar kecantikan yang diciptakan para lelaki. Mereka berusaha memenuhi standar itu tanpa peduli apakah dirinya nyaman atau tidak.”

Arif sangat benar dalam hal ini. Untungnya saya tidak tergolong perempuan penyiksa diri yang terperangkap dalam standar kecantikan ciptaan lelaki itu. Untung sekali. Dan inilah saya dengan kenyamanan diri saya. Celana jeans. Kemeja. Sepatu fantovel. Dan tetap merasa sangat cantik. Melebihi cantiknya perempuan bersepatu runcing hak tinggi dan rok pendek ketat yang menyiksa.

24 comments:

'_' said...

:: Arif Budiman pernah menulis kira-kira begini, ”Perempuan sering terperangkap dalam standar kecantikan yang diciptakan para lelaki. Mereka berusaha memenuhi standar itu tanpa peduli apakah dirinya nyaman atau tidak.”::


that sounds like "the beauty myth" by naomi wolfe

Pojok Hablay said...

punya satu sepatu lancip yang begitu gue suka, ajaib deh, it's soooo comfy beneran deh. emang sih menguras kocek deh, tapi sampe sekarang aku cinta banget sepatu itu, udah kayak sepatu ajaib bahkan kalo rusak, asik ditambal sulam.

dalamnya itu yang bikin begitu nyaman

sampe mikir semua sepatu lancip juga nyaman (yang tadi itu yang pertama, sekitar 2 taun lalu deh belinya), ternyata booo, setelah itu, aku kapok ama sepatu lancip jahanam, kecuali yang satu itu.

Restituta Arjanti said...

hoi! edit tuh curhatlo....
ugh... bawa2 nama orang cantik yg terluka :))

milih sepatu ibarat milih pacar mer... susah dapet yg bagus.. sekalinya dapet yg bagus, perlu proses take and give utk bisa menyesuaikan diri dengannya. nah itu bisa nyakitin... hahaha..

but in the end, kesabaran membawa hasil. dengan sepatu lancip, gue jadi cantik... ;))

*tapi besok2 gue mau cari sepatu yg lebih manusiawi aja deh, toh gue udah manis* :p

mamamolilo said...

Ah betul sekali! Kehidupan manusia (bukan cuma cewek aja) sekarang ini seperti sudah distandarisasi. Oleh siapa? Media massa tentunya.

Media telah memanipulasi semua orang untuk menjadi sosok yang menurut mereka[media] ideal. Entah itu mengikuti trend rok mini dan sepatu lancip yang tidak manusiawi, entah itu membawa gadget tertrendy masa kini, entah itu ngafe, entah itu membagi kelas menjadi kaum socialite dan proletar (hihi!), entah itu memakai credit card platinum, operasi plastik, karir yang begini begitu, entah kehidupan seksual yang beginding begindang etc etc :)

Gak ada yang bisa lepas dari pengaruh media ini. Nggak laki dan nggak perempuan. Dan memang bener, banyak banget yang rela melakukan hal tidak manusiawi untuk memenuhi standar ideal media.

Tapi soal cewek di kendaraan umum itu saya setuju dengan Mbak Merry, mau keren kok repot. Jangan2 doi sadomasokis juga ya? HAHAHA.

lucee said...

gw donk pencinta sendal jepit...!

kalo belanja di mall, ke dokter, ke salon, ke kantor pos, ke pasar traditional, pokoknya selain kerja (itupun hanya di ruangan) always tampil with sendal jepit... kl sepatu kerja kayanya sama tuh, gagah, boot or semi boot.. eh kalo lagi feminim pake sendal tinggi juga deng... tapi dipakenya cuma di ruang kerja n kalo lagi miting doang...
sesekali kalo lagi pengen keren baru sepatu sports, atau sendal berhak kalo lagi kondangan...

tapi sendal jepit is the best!!!
ssstt sharing crita yak...
gw pernah mau mampir, rencananya makan doang seh... ke plaza indonesia sm seorang cowok..
trus begitu turun mobil dengan sendal jepit tentunya, tuh cowok ga mau terima, nyuruh gw suruh pake sendal yang lain..
dia nyuruh gw ganti sendal or ga jadi ke plaza indonesia...
jelas aja gw memilih sendal jepit gw!
even gw selalu bawa sepatu n sendal formil lainnya di mobil.. tapiiiii ga bisa menerima sendal jepit, untuk sekedar makan??? laki laki yang aneh!
mendingan gw jalan nyantai beralas sendal jepit, makan dan bisa muter2 dengan nyaman sendirian...


cheers,

Anonymous said...

kalo gue, sendal jepit sih buat ke jamban.. hihihi..

Anonymous said...

Kecantikan itu harganya mahal.

Anonymous said...

setau saya, standar ideal segala aspek kehidupan itu dibentuk oleh kelompok yang memiliki power, media massa kemudian menjadi perpanjangan tangan mereka dengan menahbiskan apa yang dilakukan dan diperbuat oleh kelompok tersebut sebagai standar sesuatu
yang to-die-for dan must-do ;-).

Setelah itu, masyarakat luas mengamini bahwa itulah standar hidup ideal, dan beramai-ramailah mereka mengklaim bahwa itulah yang mereka idam-idamkan :) [dan saya ga bisa nemuin kata lain selain manipulasi atau, untuk memperhalus, persuasi, mungkin?].

Kalo nggak gitu, dari mana coba masyarakat 'tahu' bahwa yang ideal secara artistik adalah rupa Primus dan Okan, Hugh Grant bukan Ucok Baba, Him Damsyik atau Rowan Atkinson {btw, walopun gue personally selalu menganggap Rowan itu seksi), kemudian mengidam2kan pria2 yang putih kebule2an itu? Dari mana masyarakat tahu standar cewek ideal adalah yang berkulit putih dan berambut panjang lurus (dan kemudian mengidam2kannya)?

Secara keseluruhan : dari mana masyarakat dapet informasi tentang seluruh standar aspek kehidupan yang ideal dan yang diidam2kan?

gituu gantii... hehehe.

Anonymous said...

@Nacho_libre : standar cewek ideal adalah yang berkulit putih dan berambut panjang lurus ?

masa sih?

Bukannya, sama seperti fashion, sama seperti gadget, sama seperti mobil, standar bentuk badan cewek itu trend. :)

Bukti?

Di abad pertengah [renesans dkk] standar cewek cantik itu yang ndut, liat aja lukisan2 para maestro di masa itu. Di awal-awal abad 20, bentuk badan yang ngetrend setelah korset lepas adalah yang voluptous/hourglass [bahenol surenol] kayak Marylin Monroe. Di zaman 70-an, yng straight atau cungkring ala Twiggy.Di zaman 80-an kekar kayak Linda Hamilton dst dst.

Bentuk nilai-nilai ideal cewek berkulit putih dan berambut panjang lurus, dan plus langsing itu karena trend-nya sekarang begitu. Bukan sesuatu yang built-in.

Seandainya kita hidup di abad pertengahan di mana bentuk badan yang digila2 adalah yang subur alias ndut, mungkin kita akan menganggap bentuk ideal cewek berkulit putih dan berambut panjang lurus, plus langsing itu kurang gizi.

Oh ya sedikit out of topic, karena ini nggak ngomongin standar kecantikan secara global dan kekinian.... jangan dilupa, standar kecantikan itu beda-beda menurut budaya, di Cina kaki cewek dibonsai dan itu dianggap cantik. Ada yang menganggap memanjangkan leher dengan menaruh lingkaran2 logam itu cantik. Ada yang menganggap bahwa kuping sobek memanjang itu cantik. Ada yang menganggap tattoo sebadan-badan itu cantik.

Seandainya kita hidup di daerah di mana nilai kecantikan standar media itu ga berlaku, pasti yang putih, yang langsing dan berambut panjang lurus itu tetep gak laku.

have a nice weekend.

'_' said...

i will never stop saying this

men are psychologically weak

lucee said...

segala macam standar itu balik lagi relatip tip tip tip..
untuk kasus relatip kebanyakan adalah mau memiliki standar yang ada atau standar kebanyakan??

setiap pribadi tentunya punya standar sendiri tapi, dalam kehidupan apakah mau mengedepankan standarnya sendiri atau cuma mau mengikuti standar orang lain itu lah masalahnya...
pede ga dengan standar atau pikiran nya sendiri, berani ga meneriakan standar and pikirannya itu? hidup dengan itu... bukan cuma sekedar mengikuti standar kebanyakan, atau standar dan pikiran orang lain yang di anggap lebih.. atau malah parahnya, emang ga punya standar sendiri dan tak bisa berpikir??

contoh : even standar kebanyakan sendal jepit cuma buat ke toilet, buat gw sendal jepit adalah alas kaki paling nyaman... kecuali untuk melakukan aktivitas formil...

standar mana yang dipakai balik ke diri kita masing masing.. dan semua standar mengenai apapun juga di dunia ini hanyalah standar relatif yang tak akan pernah konsisten...

untuk laki laki kebanyakan sehhh biasanya standar yang di pake yah syahwat doang...

cheers,

Anonymous said...

Jangkrik..banyak komentar.Merry sayang, boleh saja dirimu merasa cantik,.tapi kadang nampak jelek juga* aku telah lihat fotomu,manis,rambut sebahu,belahan dada segitiga dg baju merah tua ,ekspresi wajah..agak sendu dan sedih. Mer,gak rugi aku pernah melamarmu, tapi kadang kamu galak pada laki2..*tentu banyak kata untuk wanita selain cantik.: Menawan,modis fashioneble,atraktif, menantang,bahenol,menggairahkan dsb. Merry manis,tentu wanita butuh juga aksesoris atau pakaian untuk tampil lain,saat pesta, saat kencan saat acara kluarga dsb. Sepatu lancip depan dan bawah perlu juga untuk membunuh dg menancapkan ke kepala musuh? Maaf

Anonymous said...

Pake apa aja gak bakalan cantik! mendingan gak pake apa-apa! gitu aje kok repotttt!

mamamolilo said...

waks.
Nacho_Libre kalo ditanggepin ga beres2 nih.Hehe. Saya cuma punya 2 komentar terakhir, satu serius menanggapi argumen anda,
satu enggak.

Yang serius : kenisbian budaya.Yang nggak serius : ABCD!

PS: in case you don't know, ABCD stands for Aduh Bo, Capyee Dyehh! ;-)

oceh deh...sekarang dikau bebas untuk ngomong sendiri :)

Anonymous said...

hahahahaha..
sekarang jadi tau gimana cara bikin diem nacho libre.. :D Setiap dia ngomong tinggal bilang ABCD!

eh, atau ABCDE? Aduh Bo Cape Deh Eike... =))

unclerobber said...

tiap-tiap orang bebas mengemukakan pendapatnya berdasarkan pengetahuan masing-masing, apa yang dia lihat, apa yang dia baca, apa yang dia dengar..
tapi gw rasa tiap-tiap orang punya 'taste' nya sendiri-sendiri..

no offense....

Anonymous said...

Untung Gw bkan Cewek.....
Sukur banget de...
cewek sering na mang jadi korban Product.....coba aja liat...bkanya mreka tu seperti tempat menempelkan product yang bisa berjalan...he3x...
jangan tersinggung....itu kan mreka nkan U

Anonymous said...

merr,
lo gak bisa judge orang krn lo gak suka style nya. itu namanya prejudice. kalau cewe itu merasakan nyaman, why bother? gw liat comment lo sanagt subykeitf. padahal lo journalist or whatever.

kalau lo nyaman dgn style lo, ya itu elo. jgn sama ratakan semua orang hrs kaya elo dong.

jika seseorang punya badan bagus dan ingin dia pamerkan, why not? are you jelous? iri karna tak sampai

Anonymous said...

jika seseorang punya badan bagus dan ingin dia pamerkan, namanya orang itu cari perhatian karena kurang kasih sayang (entah sayang dari orang laen ato rasa sayang diri)

Anonymous said...

Gw sih pilih ce in bikini :)

Anonymous said...

Sepatu tinggi? Aku pake. Rasa estetikaku bilang aku jadi tambah cantik dengan sepatu tinggi. Stileto, namanya.

Rok mini? Aku juga pake. Rasa estetikaku juga bilang aku jadi cantik banget dengan rok mini. Kebetulan memang punya kaki yang bagus. Dari Tuhan.

Standar ciptaan lelaki? Ah, ya, nggak, lah. Pak Arif itu "ge-er" amat. Dari kecil, kalo' pake celana pendek aku pake yang pendek banget. Karena mataku bilang "cantik". Aku dulu suka sprint dan memakai celana pendek yang orang bilang namanya adalah hot pant. Aku pernah pake celana yang agak panjang dan aku jadi malu sendiri karena rasanya aku terlihat aneh. Sejujurnya, aku merasa jelek.

Standar lelaki? Ah, ya, bukan. Itu masalah estetika saja. Dan itu sih umum. Dan maaf, loh, aku menganggap perempuan yang tidak mau memakai sepatu tinggi atau rok mini, kecuali karena terpaksa dilarang agama, sebagai berselera kurang bagus. Lalu aku akan gemes sekali sambil berharap perempuan yang demikian itu mau juga latihan jalan pake sepatu tinggi. Pilihlah sepatu yang sesuai dengan kontur kakimu. Dan, tentu saja, kalau rok mini membuat penampilan kamu jadi aneh, ya jangan, dong!

Dan aku mau supaya semua perempuan di seluruh dunia peduli pada kecantikan (alami) mereka. Secara psikologis, merasa cantik membuat perempuan feels good. Itu normal.

Ratie said...

Lagi seru-seru nge-google malah 'terdampar' disini.. Hehe.. Salam kenal! *OOT* Anyway, jd pengen komen juga.. Aku berpakaian modis, kadang pake high heels, sebenernya untuk diriku sendiri kok. Bukan untuk memenuhi standar siapapun. Karena dengan berpakaian dengan cara yg aku suka, aku jd lebih pede dan mampu menjalani hari2ku dengan lebih bersemangat. Nah, berpakaian dengan cara yang 'aku' suka kan bisa bervariasi tergantung wanitanya.. So,gpp kok klo mau pake high heels 10 cm plus rok mini ato cuma pake jeans dan sneakers klo memang itu membuat masing2 wanita itu nyaman. Tul ga? ;P

Kica-Kica said...

Mbak Mer, salam kenal (meskipun kayaknya udah telat banget menyambangi blog yang lucu, fun, dan sangat menginspirasi ini) :) I believe that you are (like you said earlier) not a self-declared feminist. Orang-orang memang kadang-kadang suka mengkotak-kotakan sesuatu dengan sangat rigid berdasarkan ciri-ciri yang paling superfisial dan kemudian bereaksi terhadapnya secara menyeluruh atas dasar pengkotak-kotakan itu...tapi kita semua kadang begitu kan, untuk mempermudah pemahaman terhadap realita...:)

I love your writings and most of the time agree with you (kecuali untuk sedikit detail tentang Michael Jackson yang Mbak bilang berusaha memutihkan kulitnya karena terobsesi sama "menjadi putih"...soalnya saya baca dia memang kena penyakit kulit yang bikin kulitnya belang-belang dan tidak bisa diapa-apakan lagi kecuali diputihkan semua).

Well, mungkin sudah takdir komen perkenalan di tulisan yang ini. Mudah-mudahan Mbak masih suka menyambangi tulisan-tulisan lama di blog ini :)

Kica-Kica said...

To Nacho Libre,

Your comments are virile and full of audacity :) Ada bagian yang terutama menarik untuk saya, yaitu bagian ini:

"Standar cewek ideal adalah yang berkulit putih dan berambut panjang lurus, itu bukan karena didikan media massa ato penguasa maka lantas laki2 jadi lebih prefer cewek berkulit putih tapi karena bibit2 untuk preferensi seperti itu sudah ada dalam diri laki2"

Begitukah yang sebenarnya? Hmm...mungkin benar ya, kalau preferensi semua laki-laki di dunia sama seperti preferensi Anda. Jangan salah, saya juga sangat suka Belluci, terutama matanya. Saya juga suka Paris Hilton, setidaknya untuk dipandang sebagai sesuatu yang, say, artistik dan cocok untuk dipajang di dinding. Hanya sebatas itu. Tiada keinginan saya untuk mengajaknya mengobrol atau berkencan sebagaimana saya ingin mengajak Shannon Doherty, Ellen Page atau Gillian Anderson pergi kencan.

Saya mencoba memahami lebih jauh "assertion" Anda dan saya berkesimpulan bahwa yang Anda maksudkan adalah bahwa terdapat elemen-elemen innate universal dalam preferensi laki-laki terhadap perempuan (bukan "rambut panjang" dan "kulit putih). Yang saya pernah baca, elemen-elemen innate itu adalah dada besar, pinggul berisi, dan rambut pirang (semuanya diidentikkan dengan kesuburan). Kalau rambut panjang lurus dan kulit putih sih saya tidak pernah tahu merupakan "bibit-bibit yang sudah ada dari sononya." :)

Jadi, pemahaman saya tentang komentar Anda adalah bahwa laki-laki Indonesia "dari sononya" (terbibiti----wait, is it even a word?) suka rambut panjang lurus dan kulit putih. :)

Lalu, tentang pengaruh media terhadap konstruksi kecantikan perempuan di Indonesia. Anda bilang media itu semata-mata mencerminkan pereferensi yang ada dalam masyarakat. Benar, menurut saya, setidaknya dalam derajat tertentu. Tapi, saya juga percaya bahwa media itu melangsungkan fungsi edukasi dan propaganda...dan berkontribusi pada apa yang dianggap diinginkan oleh kaum perempuan (dan laki-laki).

'nadia' is nadia sudah menyebutkan satu buku menarik dan kontroversial, The Beauty Myth, yang mendedikasikan satu bab penuh tentang Majalah Perempuan. Jika dalam majalah itu, ada artikel tentang "It's okay to be not too thin and starving," maka beberapa sponsor produk kecantikan langsung mengancam akan menarik iklannya dari majalah tersebut. Clairol sempat mengancam menarik iklan shamponya ketika suatu majalah perempuan (saya lupa namanya) berencana menerbitkan artikel tentang tidak apa-apa berambut abut-abu (alias ubanan).

Maybe it can add a perspective to your already well-founded arguments :)

Salam,

Anne Flint