Monday, October 31, 2005

Love and Sex

Lelaki memberikan cinta untuk mendapatkan seks. Perempuan memberikan seks untuk mendapatkan cinta.

Ironis? Itulah fakta. Dalam "Perempuan di Titik Nol", Nawal El Saadawi beropini bahwa lebih baik menjadi pelacur yang menukar seks dengan uang daripada harus menjadi istri yang menukar seks dengan cinta yang belum tentu ada.

Menjadi pelacur, seorang perempuan bisa mendapatkan harta berlimpah, kemewahan, sekaligus perhatian dan sanjung puja dari "penggemarnya". Harta itu bisa ditabung, diinvestasikan, dipakai untuk merawat diri hingga masa tua. Harta itu bisa dimanfaatkan untuk membantu orang kesusahan, diamalkan. Tak peduli kata orang itu uang haram atau apalah.

Menjadi istri, maka seorang perempuan hanya akan mendapat sedikit perhatian dari seorang lelaki yang belum tentu setia, sekian banyak anak-anak yang berlahiran dari selangkangannya, menyusu di payudaranya. Itu kalau mujur. Jika sial, maka seorang istri akan ditinggalkan suaminya dengan anak-anak yang bergelayut di pundaknya untuk diberi makan seorang diri.

Membuat anda mengernyitkan dahi membaca tulisan ini? Itulah fakta. Perempuan yang menjadi istri atau kekasih yang bernasib sial di muka bumi ini tak terhitung banyaknya. Atas nama cinta, mengabdikan diri pada lelaki yang disayanginya. Memberi seks, kasih sayang, perhatian, bahkan juga harta. Apakah mereka mendapat bayaran setimpal? Belum tentu.

Tapi dengan menjadi pelacur maka seorang perempuan bisa mendapat imbalan selayaknya. Seks dan nafsu berbalut cinta ditukar dengan uang atau harta yang setimpal. Itu baru adil.

Saya tidak pernah menjustifikasi pelacuran. Tidak. Apapun itu di mata etika dan moral tetaplah salah. Namun apakah pernah terpikir bahwa secara etika dan moral: menyelingkuhi istri, menelantarkan istri dan anak, meninabobokan perempuan dengan rayuan cinta demi mendapat seks adalah perilaku wajar?

Tidakkah perilaku semacam itu hanya setimpal jika dibalas dengan transaksi seks dan cinta oleh para pelacur?
Sekarang mari kita bandingkan, mana yang lebih pantas dari sisi etika dan moral.
A. Seorang pelacur yang mencari nafkah demi keluarganya.
B. Lelaki hidung belang yang menikahi banyak perempuan demi nafsu syahwatnya lalu pergi berlenggang dari tanggung jawabnya sebagai suami dan ayah.

Keduanya sama-sama dikutuk moral dan etika, juga agama. Tapi A mendapat kecaman jauh lebih banyak dari B. Mengapa? Sebab kita adalah bangsa munafik yang memandang pernikahan atau status suami lebih luhur dari seorang perempuan tak menikah. Menjijikan?Itulah faktanya!

20 comments:

Anonymous said...

Masih percaya sama institusi pernikahan bu? Pernikahan itu kan pelacuran yang dilegalkan, dengan alasan agama, moral, dll.

kemboja said...

ehmmmmmmmm

Anonymous said...

BTW Mer, saran gw, menikahlah. He, he. Dukanya memang ada, tapi sukanya juga gak kurang banyak. Kalo senang terus mungkin juga malah bikin bosen.
Sampai dua tahun pernikahan gw, saat ini, masih gw syukuri. Klo ada kekecewaan, tak lebih, kekecewaan yang sama waktu pacaran dulu, yang sudah dipikir-pikir mateng sebelum terima dia jadi suami.
Tak usah buru-buru, tapi menikahlah, he, he. Ini tantangan lho Mer.

Anonymous said...

pernikahan bukan hanya urusan pelacuran yg dilegalkan tetapi lebih kepada pembuktian kasih sayang karena urusan dan tanggung jawabnya bukan hanya urusan ranjang.
maaf bagi yg menganggap pernikahan hanya cuman urusan seks saja, terlalu kecil perbandingannya bila mengukur pernikahan dg pelacuran

A L T H E A said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Anonymous said...

Belajar jadi Geisha aja, jauh lebih exciting, nyeni, dan berkelas..., gitu lho

Anonymous said...

destiny ? huh ...

Diva said...

mmm perasaan cinta dan sex and lacur ga ada bedanya :D cuman nama dan cara untuk meneruskan hidup sambil mendapat kenikmatan,kepuasan dan rasa bahagia LOL.
btw ...almost everyone including man and women melacurkan diri untuk mendapat kepuasan ..kasih sayang dan perhatian ..bahkan untuk dijadikan suami atau istri..ada kalanya tanpa sadar mereka melacurkan diri ke pasangan masing2 :P (melacurkan diri=mempersembahkan diri secara utuh/badaniah kan? dgn harapan ada timbal balik).

itu kataku.. kutilik dari caraku.. and nothing wrong with it..as long no body hurting ;)

Anonymous said...

Saat kamu bingung bingung... Kasih itu memberi, gak peduli apa yang dia terima. Menikah itu tanggung jawab.

Artinya ...
Kalau kamu mengasihi seseorang, belum tentu kamu menikahi dia ...

kalau kamu menikahi seseorang, harus dengan pertimbangan nalar dan mempertanggungjawabkan pertimbangannya.

Cinta ? sorry aku gak percaya cinta yang berdiri independent ... Cinta harus diikuti dengan kasih.

Cinta, kasih, dan bersenggama itu adalah olah rasa dan raga ... klo cuman olah raga ... artinya buang sperma

Pelacur ? bagiku profesi yang luar biasa, kayaknya profesi yan jauh lebih berani daripada jadi tentara :)

Sang Matahari said...

Membentuk rumah tangga adalah tantangan buat tiap invidu, baik laki-laki maupun perempuan. Apakah ada orang yang ternyata bisa memilih laki-laki / perempuannya secara cermat dan cerdas, sehingga akhirnya mendapatkan rumah tangga yang bahagia dan penuh cinta (bukan cuma seks), adalah tantangan terbesar bagi seorang manusia (laki-laki & perempuan) dewasa.
Jika akhirnya seseorang bisa memilih lawan jenisnya secara cerdas dan cermat, jelas itu akibat kejeliannya dalam memilih. Jika ternyata setelah menikah, anda ternyata menikah dengan seorang MONSTER(baik laki-laki ataupun perempuan), itu adalah konsekuensi logis dari pilihan rasional Anda dulu saat anda memutuskan memilih yang bersangkutan.

Siapa yang salah? Suka atau tidak, pilihan Anda dulu mutlak menentukan hidup Anda sepenuhnya. Jadi jika Anda mendapatkan pasangan yang cuma mengangkangi Anda di tempat tidur, untuk kemudian pergi ke luar dengan santainya dari kehidupan Anda... well... I'm sorry for that. Sebagai manusia dewasa, Anda bertanggung jawab terhadap apa yang Anda pilih dan apa yang Anda lakukan. Itu konsekuensi logisnya.

Ada jutaan manusia yang ternyata bisa memilih pasangan yang tepat untuk menemani kehidupannya hingga akhir hayat, menikmati cinta yang tak pernah menuntut, membina rumah tangga yang bahagia dan mempunyai anak-anak yang menjadi kebanggaan. Pilihan Anda saat anda memutuskan lawan jenis Anda menjadi teman tidur Anda dulu, adalah investasi masa depan, dengan tingkat resiko yang Anda sendiri yang bisa menentukannya.

Jadi jika akhirnya ternyata Anda terjerembab dalam memilih laki-laki atau pun perempuan yang salah... kenapa harus menyalahkan dan menghakimi jutaan lawan jenis yang ternyata sangat baik dan bertanggung jawab??

Analogi gue sederhana :
Ada penjual mangga yg menjual 20 jenis mangga yang berbeda. Anda punya uang dan punya kebebasan memilih mangga yang Anda mau. Teman Anda memilih dengan hati-hati dan dia mendapatkan mangga yang manis dab bebas busuk. SO bahagialah dia. Tapi jika anda memilih sembarangan dan kemudian mendapatkan mangga masam, busuk dan berulat, lantas Anda men-cap bahwa seluruh mangga yang ada adalah busuk, masam dan berulat................ -:)

Hidup dipenuhi dengan pilihan-pilihan sulit dari waktu ke waktu. Hanya manusia yang hati-hati bisa melakukan pilihan-pilihan cerdas dengan resiko minimal :D

Sang Matahari said...

Exactly!! Banyak pasangan suami istri yang memiliki permasalahan dalam rumah tangganya! Apalagi masa 2-3 thn pertama pernikahan, itu adalah masa di mana ego dan friksi selalu ada ketika 2 orang mencoba mencari titik equilibrium dalam hubungan hidup 2 individu berbeda.
Tapi kenapa banyak juga yang berhasil menanggulangi tantangan dan masalah tersebut dengan sukses??? Jika anda ada di dalam masalah tersebut dan anda berdua gagal menemukan win-win solution sebagai jalan keluar yang kompromistis, siapa yang harus disalahkan??

Pernikahan adalah komitmen 2 orang untuk saling menghargai. Pernikahan adalah situasi di mana batas-batas perbedaan bisa ditolerir tanpa harus mengurangi usaha untuk saling mengerti satu sama lain.

Jika ada rumah tangga yang terpengaruh gaya hidup kebarat-baratan dan kemudian hancur, itu resiko mereka sendiri atas pilihan tersebut. Sebagai manusia dewasa, seharusnya mereka bisa memilih secara rasional mana yang tidak perlu dilakukan, mana yang perlu dilakukan, mana yang HARUS dilakukan.

Kita ini memang bangsa munafik kok, termasuk ketika kita berkelit dan menyalahkan orang lain, ketika kita salah memilih pasangan , kemudian gagal membentuk rumah tangga, lantas kemudian menyalahkan sepenuhnya kegagalan itu ke bekas pasangan kita.... -:)

Padahal keutuhan pernikahan adalah tanggung jawab bersama.

Anonymous said...

ini dia nih baru karya mer banget... jangan sampe pamor bikin segalanya hancur yach... :P

Anonymous said...

Mantafff,,,
bikin gw berpikir untuk introspeksi diri ,,,
cuma memang ga semua lelaki gitu koq, dan jgn lupa hari gini perempuan juga banyak yg agak nakal & kurang ajar ,,,,
tapi memang sudah menjadi kodrat lelaki, setiap ada masalah dalam hubungan percintaan atau rumah tangga memang lelaki yg melulu di salahkan...
coba tengok ke belakang kasus Reza & Adji Massaid ,,,
Betapa meyakinkannya kesedihan dan air mata yg di tunjukan Reza ke hadapan Public disertai dgn kata kata hujatan terhadap Adjie.
Ah Nasibbb sebagai lelaki ....

Anonymous said...

"Perempuan yang menjadi istri atau kekasih yang bernasib sial di muka bumi ini tak terhitung banyaknya."

Kayaknya pria yang menjadi suami atau kekasih yang bernasib sial malah ga ada yang ngitung jumlahnya ya mer.. hehehe... kasihan pria, disalahkan terus tanpa ada yang membuat blog untuk membela kaumnya...

Anonymous said...

Interresting Opininion.

itu yang gw pikirkan ketika pertama kali membaca paragraf pertama.

Tapi bagaimanapun gw percaya dengan yang namanya pernikahan. Gw masih bujangan tp gw bnr2 menghargai orang yang mau mengambil komitmen untuk menikah dengan segala konsekuensinya.

Percayalah, tidaklah mudah bagi seorang laki2 (krn gw laki2) memutuskan menikahi seorang wanita yang dia pilih untuk menjadi istrinya. Bukan hanya karena seks. Karena jujur saja kalau lelaki itu hanya menginginkan seks lebih mudah bagi dia untuk membayar seorang pelacur. Bukankah lebih baik membeli sate daripada memelihara kambing?

Apabila ada seorang lelaki mengajak seorang perempuan menikah, sebaiknya sang perempuan mempertimbangkannya dengan baik dan mengenalnya dgn baik sebelum bilang ya atau tidak. Itu saja yang bisa gw bilang.

Anonymous said...

menikah butuh biaya puluhan sampai ratusan juta, atau mungkin m-m-an, kalau niatnya memang jadi hidung belang, mending gak usah nikah ! uang puluhan jutanya bisa dipake pergi ke mangga besar tuh ! tinggal pilih mau dari tajikistan sampai thailand juga ada !

Anonymous said...

pelacuran ... no way
janganlah melihat dari sisi kekurangan pernikahan tetapi coba tengok sisi senang dan gelapnya pelacuran.

Apakah setimpal sisi kewanitaannya perempuan dihargai dengan imbalan selebar atau beberapa lembar uang.

Ok, kalau setimpal sampai berapa lama kewanitaannya itu punya nilai jual ?

Ok, kalau sampai usia 60 thn pun masih punya pangsa pasar, apakah dia nggak butuh yang menyayangi di hari tua apakah itu suami, anak ataupun cucu.

Ok, kalau dia pun nggak butuh masih adakah yang mau membimbing menjelang ajalnya untuk kembali kepadaNya.

Astaghfirullah, ternyata dari satu pertanyaan dengan turunannya pun kita tidak bisa membayangkan apa jadinya kelak .....

Anonymous said...

Bukankah kita hidup di dunia cuman sementara, apakah hanya karena duit( materi) kita mo menukar kehidupan abadi kita di surga??

Anonymous said...

"PELACUR ADALAH WANITA YANG JUJUR".

Mungkin orang-orang Indonesia akan kaget membaca judul di atas. Mungkin, hanya karena kita ini adalah orang-orang kulit berwarna, maka kita jadi merasa wajib untuk mematuhi "norma-norma budaya timur", sehingga kita jadi merasa sungkan untuk berbicara terus terang apa adanya.

But then again, I'm not an Indonesian in cultural sense (only in race and citizenship). Thus, let me say it again, honestly and blatantly;

"PELACUR ADALAH WANITA YANG JUJUR".

There. I feel better now.

Pertimbangkan wanita-wanita yang "memancing" laki-laki untuk menikah, padahal ia tidak cinta kepada laki-laki itu. Wanita yang menikah hanya karena membutuhkan suami. Wanita yang menikah karena menginginkan hidup yang enak.

Dan jangan lupakan wanita-wanita "feminist generasi baru" di Amerika Serikat, yang menikah karena dari awalnya sudah mengincar perceraian (DIVORCE FOR PROFIT).

Sekarang pikirkan bahwa betapa jujurnya pelacur dibandingkan dengan wanita-wanita yang disebutkan di atas itu.

Tidak ada air mata palsu, tidak ada permainan untuk memanipulasi emosi, tidak ada ucapan "saya cinta kamu" yang diucapkan dengan tidak tulus.

Semuanya hanya transaksi bisnis; sama seperti kalau kita membeli es krim.

Yang harus dikutuk bukan pelacur, tapi pihak-pihak yang mengeksploitasi pelacur.

Di negara yang melegalkan prostitusi (Jerman, Belanda, etc), para pelacur lebih terlindungi dalam menjalankan profesinya, karena profesi mereka adalah sesuatu yang legal secara hukum, sehingga mereka juga berhak mendapatkan perlindungan hukum.


Masalahnya, wanita-wanita "feminists generasi baru" di Amerika Serikat sering berteriak-teriak mengutuk pelacur. Mereka ingin supaya hukum tetap melarang prostitusi; alasannya karena prostitusi itu mengeksploitasi wanita. Padahal kenyataan menunjukkan bahwa dengan dilegalkannya prostitusi, mereka yang berprofesi sebagai pelacur malah bisa hidup lebih baik dan mendapatkan perlindungan hukum.

Padahal, alasan sebenarnya dari kaum feminists itu memaki-maki pelacur, adalah karena takut kepada persaingan bebas. Seperti sudah diuraikan pada tulisan ini, kaum feminists generasi baru ini adalah wanita-wanita yang ingin menggantungkan hidupnya kepada laki-laki, tapi sekaligus juga ingin diperlakukan sebagai "wanita mandiri" (what a double standard, huh?).

Kaum feminists generasi baru ini adalah mereka yang senang mencaci-maki laki-laki yang tidak mau menikah. Tentu saja kaum feminists generasi baru ini juga senang memaki-maki pelacur, karena prostitusi memberikan alternatif seks bagi laki-laki yang tidak mau menikah atau tidak mau berpacaran serius.


Di Indonesia juga sekarang banyak "feminists generasi baru" seperti itu. Saya pernah kenal dengan seorang wanita yang menikah karena ingin hidup enak. Ternyata dia bersemangat sekali kalau sedang memaki-maki dan menghina pelacur.

Hmmm.....


Tapi sekali lagi, pelacur adalah wanita yang jujur. Semuanya hanyalah transaksi bisnis. Segala service yang mereka berikan adalah bagian dari layanan profesional yang mereka sediakan, bukan bagian dari permainan manipulasi emosi yang bertujuan untuk menjebak kita supaya menikah.

Bandingkan dengan perempuan yang menjebak laki-laki untuk menikah, lalu perempuan itu berselingkuh dengan laki-laki lain.

Sedangkan pelacur tidak berselingkuh. Kalau pelacur itu berhubungan seks dengan laki-laki lain, itu bukan cheating; itu hanya sekedar business.

Prostitutes don't cheat, wives do.

Anonymous said...

Sepakat...hehehe
mungkin hrus ada undang2 tentang pemerkosaan suami terhadap istri..
Seks adalah dua pihak...memberi dan nerimo, itu yang membuat Tuhan menciptakan puncak orgasme yang berbeda antar pria dan wanita..