Thursday, December 29, 2005
Bridget Jones Syndrome (BJS)
Masih seputar SMS. Hanya kali ini khusus SMS antar teman perempuan. Apa yang dilakukan para perempuan lajang di kala senggang? SMS! Dengan dua syarat tentu: pulsa masih banyak dan full baterry. Apa yang diketikkan di SMS-SMS tak berguna itu? Semua kegiatan sedetail-detailnya. Sampai ke urusan makanan yang merangsek ke dalam perut.
“Gue selama cuti makan mulu. Ini baru aja nambah piring kedua. Abis sambel terasinya enak banget.”
“Gue tadi bikin makaroni schotel, setengah loyang dimakan sendiri. Barusan makan nuget sama kentang goreng. Ngga sehat banget ya?”
“Wah, rasanya badan gue ndut banget. Kulit gue sampe putih gara2 melar.”
Begitu kira-kira SMS gila tak keruan. Wahai para provider selular, berterimakasihlah pada kami para perempuan lajang, sebab SMS sampah kami membuat income kalian meningkat! Hahaha!
Bukan SMS yang saya fokuskan di sini. Tapi masalah makanan. Sejak menjomblo, saya beserta dua sobat perempuan merasakan makanan adalah surga dunia. Kami punya jadwal kusus sejak dua bulan lalu untuk melakukan rendezvous di arena makanan lezat. Alasannya, “Otak kita jenuh sama kerjaan, butuh refreshing, makanan enak dan saling curhat. Girltalk!”
Memang, kumpul bersama teman karib saat ini adalah kebutuhan yang mahal. Selain sama-sama sibuk, kita juga kerap terjebak dalam aneka jadwal skedul, rutinitas yang membuat waktu luang nyaris tak ada. Ditambah macet Jakarta yang memakan waktu.
Maka makanan lezat dan kehadiran sahabat adalah dua hal berharga yang tak bisa dinilai dengan uang. Lebih manjur ketimbang harus membayar psikiater.
“Ayo kita berburu makanan enak. Asiiiik...gue jadi semangat!” Itu SMS seorang karib semalam.
Kalau yang dipikir hanya makanan enak, jangan heran kalau sekarang ada jerawat mirip anak Krakatau yang siap meletus di pipi kanan saya. Sepertinya harus mengumumkan kondisi SIAGA I, sebab gunung ini siap meletus kapan saja.
Dengan tak semangat saya pun mengetik SMS ini untuk membalasnya, “Apa karena kita jomblo, makanya ngga peduli penampilan lagi? Ndut dan jerawatan, cuek aja. Kita terkena Bridget Jones Syndrome (BJS)?”
Siapa sih tak kenal Brigdet Jones? Tokoh yang diangkat dari novel karya Hellen Fielding itu dengan sukses diangkat ke film. Diperankan oleh Renne Zellweger, Jones adalah perempuan lajang usia 30-an. Tubuhnya agak gemuk walau sesungguhnya masih ideal. Tapi ia merasa gemuk (tentu saja jika dibandingkan dengan Barbie).
Sekelilingnya juga menganggapnya gemuk. Makanan menjadi pelampiasan karena tak ada lelaki yang mencintainya. Saat hendak berkencan , ia setengah mati memakai korset agar terlihat langsing. Tapi ketergantungannya pada makanan susah dilepas.
Hmm... apakah BJS mulai menyerang aku dan sobat-sobat perempuanku? Memang masih banyak perempuan bertubuh lebih gemuk dan jerawat lebih parah dari kami. Jujur saja, di mata umum, tubuh dan penampilan kami masih sangat ideal. Maka...persetan dengan BJS. Kalau memang terserang BJS, kami asik-asik saja. Dan bahagia tentunya! Toh kami tak bernafsu menjadi perempuan kerempeng ala Barbie!
Sunday, December 25, 2005
SMS dan…ehm.. Lelaki
SMS itu lumayan mengejutkan. “GUE NGGA TAU. GUE BENCI SAMA MAHLUK YANG NAMANYA CEWEK. Kecuali nyokab sama nenek gue dink. Eh, tante sama sepupu gue pengecualian juga.” Kaget dan geli. Kaget karena teman saya yang lelaki juga bisa emosionil menghadapi masalah percintrongan. Geli sebab SMS yang emosionil itu masih ditambah embel-embel pengecualian.
Saya pun mem-forward SMS itu ke teman perempuan. Disertai keterangan, “Lucu ya dia, cowok tapi kayak kita kalo lagi stress. Marah-marah di SMS sama YM”.
Memang tidak semua kaum Adam bisa menumpahkan perasaan melalui SMS. Teknologi murah lagi simple itu tak selalu bisa diterima sebagai media komunikasi oleh tiap orang. Lelaki terkenal sebagai mahluk verbal yang lebih suka mengungkap pikiran dan perasaan secara lisan, bukan tulisan. Maka jangan heran kalau SMS dari teman lelaki cenderung pendek-pendek, hanya seperlunya saja. Sedangkan SMS yang ditulis kaum Hawa lebih padat, panjang dan mengungkap curahan hati.
Tapi teman lelaki satu ini memang beda. Ia tergolong “banci SMS”, begitu aku menjulukinya di testimony Friendster. Sebab ia memang doyan sekali berkirim SMS, entah hal penting atau tidak. Seru juga punya teman seperti ini. Di kala stress tiba-tiba saja datang SMS lucu darinya seperti, “Tadi pagi gue ngaca, kok uban nambah banyak ya?Ngga papa, jadi mirip Iwan Fals gue.”
Dan kemarin, SMS marah-marah mengutuki perempuan itu datang darinya. Padahal beberapa hari lalu ia masih berkirim SMS manis, “Gue mau kencan nih. Duh pake baju apa ya..”
Ada lagi teman lelaki lain yang tak kalah rajin ber-SMS. Bukan sekadar SMS biasa, lebih condong ke curahan hati. Para pehobi SMS ini biasanya akan berupaya membalas SMS kita juga dimanapun dan kapanpun. Pernah saya iseng meng-SMS teman pada pukul 12 malam. Ia membalasnya! Bahkan jam 2 dini hari pun kadang ada saja yang rajin ber-SMS-ria. Luar biasa.
Cowok-cowok sejenis ini memang bisa dihitung dengan jari. Tak semua lelaki senang memencet keypad ponsel untuk mengekspresikan dirinya. “Ribet, Mer. Mending kalo ketemu aja diomongin langsung. Atau nelpon sekalian,” begitu alasan seorang teman saat ditanya kenapa tidak suka ber-SMS.
Maka, pada teman-teman lelaki yang suka ber-SMS, kuucapkan thanks from the deepest of my heart. Kalian sungguh memahami jiwa kami. Dan SMS-SMS lucu serta kocak kalian akan selalu menghiasi Inbox ponsel kami. Maaf, ini bukan pesan sponsor salah satu provider ponsel lho.
Thursday, December 22, 2005
Ibu, Sini Kutonjok Wajahmu, Kata Anak Lelaki Itu
Di Hari Ibu, saya hanya bisa membeberkan fakta ini.
Sebuah kisah yang saya petik dari blog seorang teman. Teman ini adalah lelaki yang sadar bahwa tidak semua kaumnya bisa menjadi pelindung kaum perempuan. Justru sebaliknya, lelaki yang “gagah perkasa” bisa jadi boomerang bagi pasangan hidupnya. Bahkan menular ke anak lelaki yang berisiko bisa tumbuh jadi lelaki yang mencintai kekerasan terhadap lawan jenis.
Salut buat Iwan, si penulis . Sengaja saya copy paste di sini agar lelaki lain sudi membuka matanya.
(Sori Wan, gue edit ya tulisannya, abis puanjang buanget).
Jelang tengah hari itu (23/10/2005) di seputaran jalan gatsu bandung, saya, my queen, dan temennya my queen Intan baru mau masuk ke sebuah toko busana.
begitu pintu toko dibuka, keluar seorang bapak menggendong anak laki2nya yang nangis. tangisan anak itu kenceng sekali.
oleh sebab apa anak itu menangis? bila mengingat pengalaman sendiri, kemungkinan karena permintaan yang tidak dikabulkan, atau paling tidak kesel ama orang tuanya.
karena yang menggendong keluar toko si Bapak, kemungkinan anak itu lagi kesel sama ibunya. Anak laki2 itu berusia sekitar empat tahun. kakak laki2nya sekitar 7-8 tahun. Saat menghambur ke ibunya, Bapaknya bilang anak itu pengen digendong. Ibunya pun menggendong anak itu sambil berujar,"tapi jangan nonjok ya A?"
Anak kecil itu malah memekik, tangan kirinya yang kecil dan ringkih tapi sudah siap terkepal itu ia ayunkan ke belakang tubuh, dan berusaha menonjok ibunya di wajah.
Ibunya beberapa kali berusaha menangkis tonjokkan tangan terkepal yang kecil dan ringkih itu. berkali pula sia anak semakin memekik. karena upayanya terhalangi.
Kakak perempuannya yang menyaksikan terpana dan pilu hanya bisa meratap,"Udah atuh A, jangan..."
Si Ibu kemudian dengan setengah paksa menurunkan anak itu. dan menolak menggendongnya lagi. dan si Bapak yang sama sekali tak berusaha melerai upaya penonjokkan itu, membawa kembali anak itu ke luar toko.
Ada satu lagi saudara dari keluarga itu. Perempuan dewasa. Dia juga terlihat tidak ikut campur dengan keadaan tersebut. Sepertinya dia tidak tinggal serumah dengan keluarga itu
Saya yang hanya beberapa sentimeter ikut terpana. dan sempat mau ikut campur untuk menahan tangan yang kecil dan ringkih dari anak itu untuk menonjok ibunya. sedikit geram melihat si Bapak yang tak berusaha menahan anak laki2nya itu. malah jadi terkesan membiarkan. atau apakah karena adegan itu sudah biasa terjadi, di rumah mereka? Atau di mana saja ada pemantiknya hingga adegan seperti itu harus berulang?
Masih jadi misteri sebenarnya, apa yang menyebabkan anak itu menangis keras. dan tumpahan kekesalannya adalah harus menonjok ibunya, di wajah.
Belum berapa lama, masih dalam keadaan menangis anak laki2 itu kembali masuk toko. Rupanya si Bapak tak mampu menenangkan anak itu di luar. Si Ibu dan kakak perempuannya tengah berada di kamar pas. Si Bapak mengetuk pintu kamar pas, dan anak kecil itu pun ikut masuk ke kamar pas. Si Bapak kemudian kembali ke luar toko. Saat membuka pintu, ntah kenapa matanya sempat beradu pandang dengan saya.
Sorot matanya ke saya susah saya jelaskan. Yang jelas sosoknya tinggi besar. Biasa saja. Saya hanya bisa berujar dalam hati Bapak itu termasuk beruntung bisa mendapatkan istri yang cantik. Anak perempuannya juga cantik, mirip ibunya. Sedang anak laki2 itu mirip bapaknya. Biasa. Jadi terlihat menyebalkan meski masih anak-anak, karena menyaksikan gesturnya saat hendak menonjok ibunya.
Sambil jongkok Ibu itu bilang dengan pasrah, dengan wajah setengah disodorkan ke anak laki2nya yang berdiri di hadapannya,”Ya sok atuh A, tonjok.”
Dan Bukk!! Ternyata tangan yang kecil dan ringkih itu sangat cukup membuat si Ibu kesakitan. Sambil mengaduh serta merta si Ibu kedua tangan si ibu menutup wajahnya. Kakak perempuan anak laki2 itu kembali bilang,”Sudah atuh A, jangan.”
Si anak laki2, dia terdiam dan tangisnya terhenti karena objek tonjokannya tertutup. Tapi gesturnya tetap siap untuk menonjok. Sesaat kemudian si Ibu itu menghambur keluar kamar pas dengan wajah menahan nyeri dan tangis. “Sudah ah, moal bener.”
Dan saat itu juga si anak laki2 itu kembali memekik keras-keras. Saya yang terpana hanya bisa menduga-duga. Si anak laki2 itu kembali menangis karena dia belum puas menonjok ibunya. Si anak laki2 itu kembali menangis karena ibunya pergi dari hadapannya.
Dugaan saya, terdiamnya si anak laki2 itu tapi dengan gestur masih siap menonjok, hanya karena Ibunya langsung menutup wajah dengan kedua tangannya. Andai si Ibu tidak kesakitan seperti itu, apa yang akan saya saksikan sepertinya si anak laki2 itu akan menonjoki ibunya. Tidak hanya menonjok.
Di mobil, setelah saya, my queen, dan Intan juga selesai berbelanja di toko itu dan menuju ke tempat lain, saya ceritakan apa yang saya saksikan tadi. Terutama kejadian di kamar pas itu ke my queen. My queen percaya, anak sekecil itu tidak mungkin bisa berbuat demikian tanpa ada yang mengajari. Atau paling tidak mendapat contoh yang ia saksikan sendiri.
Kalau pun ada yang mengajari, siapa? Kakak perempuannya seperti tidak mungkin. Karena dia dengan semampunya berusaha menghindarkan aksi penonjokkan itu. Dengan usaha hanya melalui ucapan, itu pun dengan nada yang terdengar meratap, selama ini pun (andai memang aksi itu kerap atau cukup sering terjadi), kakak perempaun itu memang juga tersiksa secara batin sebagai penyaksi aksi tersebut.
Kalau pun anak laki2 itu mendapat contoh (untuk menonjok dan menonjokki ibunya) dari contoh buruk teramat kejam yang ia saksikan sendiri, lalu siapa yang suka ia saksikan menonjok atau menonjokki ibunya itu?
Ingatan saya kembali ke detik2 ketika dua sorot mata itu beradu pandang dengan saya. saat sosok badan tinggi besarnya membuka pintu hendak keluar toko.
Wallahualam bisshawab. Ya Allah, tolong Ibu itu. selamatkan dirinya dari kehinaan manusia. Semoga keselamatan selalu menyertai Ibu itu. Semoga tidak lagi tonjokkan2 yang menerpa wajahnya. Semoga kekerasan (dan sudah mengakar itu) enyah dari raga dan batinnya. Amien.
Teori Emansisapi
Jika ada ibu-ibu menggendong anak bayi dengan tas gembol berat di pundak,berdiri berdesakan di kereta atau bis, maka kaum lelaki bisa bebas terus tidur dengan nyaman di kursinya. Alasannya: "Kan emansipasi."
Kalau ada perempuan yang terjebak menikahi lelaki pengangguran, maka si perempuan banting tulang menafkahi keluarga sementara si lelaki makan tidur dan bikin anak melulu. Alasannya: "Kan emansipasi, udah zamannya perempuan cari duit."
Dan seterusnya..dan seterusnya...Emansisapi? Huek!
Monday, December 19, 2005
Are You an Undomestic Goddes?
Hari minggu kemarin seharian menghabiskan waktu di rumah. Jadi orang rumahan. Melalap habis satu buku, Undomestic Goddes karangan Sophie Kinsella. Kisahnya simpel tapi menohok. Samantha, seorang lawyer hebat dengan kesibukan luar biasa. Tak pernah sempat bersantai karena selalu memikirkan karir. Sejak kecil ditempa oleh ibunya untuk jadi wanita karir sukses. Tak bisa masak, mencuci, menyetrika apalagi menisik.
Mendadak saja karirnya hancur dan ia terperangkap menjadi pelayan sebuah keluarga kaya. Ternyata...abrakadabra, dengan kemauan keras, ia bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga sama cemerlangnya dengan karirnya sebagai lawyer!
Selesai membaca buku itu, saya bertanya: apakah saya undomestic goddes? Bukan orang rumahan? Tak berbakat mengerjakan tuga-tugas rumah? Jawabannya adalah: tidak. Walau sejak kecil tak pernah diajari memasak, menjahit, mencuci piring, menyapu, menyetrika, faktanya saya tetap bisa melakukan semuanya dengan mulus. Minimal masakan itu dibilang lezat oleh anak saya seorang.
Saya yakin, hampir setiap orang punya kemampuan untuk melakukan tugas domestik. Sehebat apapun karirnya, sejarang apapun mereka menginjakkan kaki ke dapur. Lelaki atau perempuan. Sebab tugas domestik adalah pekerjaan alami setiap manusia. Apa yang dilakukan manusia saat lapar dan tidak ada makanan di rumah atau rumah makan yang buka? Membuat makanan sendiri.
Sayangnya, kaum lelaki banyak yang merasa gengsi atau harga dirinya terinjak jika harus melakukan tugas domestik. Jadi begitu sampai di rumah, mereka mengandalkan anggota keluarga lain yang berjenis kelamin perempuan untuk melakukannya. Memang tidak semua. Namun mayoritas. Apalagi lelaki Indonesia yang biasa menganut azaz patriarki. Merasa dirinya hebat karena bergender lelaki. Merasa sudah melindungi keluarga, mencari nafkah, jadi beranggapan dirinya bisa terhina oleh tugas domestik.
Kalau sudah begini, saya merasa amat sangat bangga menjadi perempuan. Bisa mencari nafkah sendiri, melindungi keluarga sendiri, tapi juga mampu melakukan semua tugas domestik dengan baik. Apalagi seorang single parent, menjadi ayah sekaligus ibu bagi anaknya. Menjadi bos sekaligus babu di rumahnya sendiri. Alangkah hebatnya perempuan!!!Go to hell laki-laki sok gangsi!!!
Thursday, December 15, 2005
Sepotong Kisah Sobat Perempuanku
Masih ingat betul bagaimana nada suaranya begitu panik dari seberang sana. Sobatku selama bertahun-tahun itu setengah berteriak dari ujung gagang teleponnya. "Alamatnya palsu, Mer. Dia ngasih alamat palsu. Ngga ada yang kenal nama dia di sini," begitu ia terisak. Padahal perempuan itu sudah menempuh jarak Jakarta-Bali dengan uang pas-pasan. Kondisi fisiknya pun lemah. Hamil 5 bulan.
Siapa gerangan yang dicarinya di Bali, pulau dimana ia tak punya kenalan seorang pun itu? Ayah dari bayi yang dikandungnya. Tak lama kemudian telepon tadi terputus. Pesanku terakhir saat itu adalah, "Buruan balik ke Jakarta!! Buruan!"
Beberapa hari kemudian aku bertemu dengannya di Jakarta dalam kondisi mengenaskan. Kurus, pucat, mata cekung kebanyakan menangis. Dia berkisah setelah meneleponku dirinya langsung jatuh pingsan. Beruntung ditolong penjaga wartel yang baik hati.
Hari ini, bayinya sudah berusia 2 tahun. Mengidap kelainan paru-paru. Temanku harus menanggung biaya pengobatannya seumur hidup. Dengan gaji pas-pasan. Tanpa suami yang mengirim uang sepeserpun. Bahkan menengok si bayi pun tidak.
Sobatku tadi hanya satu dari jutaan perempuan yang harus menanggung beban atas kebebalannya mempercayai cinta. Mempercayai lelaki. Kalau sudah begini, layakkah kita percaya cinta itu ada???
Sunday, December 11, 2005
Depok, Perancis, dan Bis Patas Reguler 43
Pagi ini, di atas bis patas reguler 43 Depok-Pasar Baru, mendadak ingatan saya terbawa ke Perancis. Mungkin karena saya duduk depan pintu, sehingga hawa dingin pagi Depok menggugah kenangan ke negeri nun jauh itu.
Saya hanya tersenyum geli mengingat perjalanan Nice-Cannes saat meliput GSM World Forum 2005 Februari lalu. Cornel, rekan dari Jakarta Post menebak kira-kira apakah kita masih sempat mampir ke Monaco sebelum ke airport untuk terbang ke Singapura. Ia menggunakan perkiraan waktu orang Jakarta yang terbiasa berlangganan macet. “Di Jakarta, jarak yang sama Cannes-Monaco bisa makan waktu 2 jam karena macet!” Sang supir yang asli Perancis pun bingung. Sebab dari cannes-Monaco hanya ditempuh kurang dari 30 menit saja olehnya.
Syarifah, rekan jurnalis dari Malaysia ikut tercengang. Ia bertanya, berapa lama waktu yang saya butuhkan dari rumah ke kantor setiap pagi. Saya jawab, “Dua jam dengan macet.” Ia juga tercengang. Lalu ia bertanya, “What kind of car do you have?” Saya tegaskan apa adanya bahwa saya naik bis, tidak punya mobil. Dan ia kembali tercengang. Mungkin di benaknya ia pikir jurnalis di Indonesia memiliki penghasilan cukup untuk beli mobil, bahkan rumah. Saya hanya tersenyum getir saat itu.
Pagi ini, di atas patas non AC yang penuh sesak di tengah kemacetan Pasar Minggu yang bau sampah pasar, ingatan saya melayang ke Perancis. Saya pikir, Syarifah dan supir Perancis dulu pasti akan lebih tercengang andai mereka tahu betapa rongsoknya bis yang saya tumpangi saat ini. Hohoho!Friday, December 09, 2005
I am Beautiful, Smart and Strong!
Yes, I am beautiful, no matter what they say! (Christina Aquilera's song)
Dicari: Cowok Kayak Eminem!
Setiap kali melihat aksi Eminem di TV, saya serasa bercermin. Mengapa?
Inisial namanya sama dengan saya, MM. Marshall Mathers.
Sama-sama single parent (hmm apa dia jadi rujuk ama istrinya?)
Suka nulis juga, walau dia larinya ke lirik lagu.
Minoritas di dunianya, rapper kulit putih.
Tulisannya kontroversial
Video klipnya juga kontroversial.
Suka mengkritik secara terang-terangan
Gayanya yang casual juga mirip saya!
Sangat sayang dengan anak sematawayangnya, Hailie.
Beda dengan kebanyakan musik rap lain, musik Eminem masih bisa didendangkan. Itu yang membuat saya selalu menyimak lelaki tampan ini di setiap video klip terbarunya. Sejak Slim Shady sampai Mockingbird. Juga aksinya di film 8 Mile yang kata banyak orang jelek. Memang dia bukan aktr yang baik. Walau saya tak ngefans banget sama Eminem, dia sungguh pribadi unik di mata saya.
Kecintaannya pada Hailie sang buah hati adalah pesonanya yang ibarat magnet buat saya. Walau urakan, liar, kontroversial, Eminem tetap sosok ayah yang baik. Itu yang membuat hati ini trenyuh. Padahal di luar sana banyak lelaki sok alim, berbaju rapi, berkelakuan ala malaikat tapi tak peduli dengan nasib darah dagingnya.
Eminem juga sering menulis lagu buat Hailie. Ini salah satunya yang saya suka, Mockingbird.
Yeah I know sometimes things may not always make sense to you right now But hey, what daddy always tell you? Straighten up little soldier Stiffen up that upper lip What you crying about? You got me
Hailie I know you miss your mom and I know you miss your dad When I'm gone but I'm trying to give you the life that I never had I can see you're sad, even when you smile, even when you laugh I can see it in your eyes, deep inside you want to cry ...
Siapa sangka lirik semanis itu dibuat oleh lelaki urakan yang terkenal pedas mencerca orang???
I love Eminem!!!
Wednesday, December 07, 2005
Membeli Barang di Etalase
Sebuah percakapan di Yahoo Messenger:
F-->Teman
M-->Aku
M: "Si Anu itu perfect banget ya. Ganteng, pinter, sukses di karir, sayang keluarga. Seandainya kita dapet cowok kayak gitu..."
F: "Hmmm..gue ngga yakin deh, Mer. Segala sesuatu yang kita liat baik, belom tentu sebaik aslinya. Ingat pepatah rumput tetangga.."
Dulu sekali, pernah ada pandangan yang meremehkan kata-kata “cinta tak selamanya memiliki”. Seorang berpendapat, “Kalau tidak bisa dimiliki, untuk apa dicintai?” Dulu juga, saya sangat setuju dengan pendapat barusan. Dalam usia relatif belia saya punya pikiran bahwa kita harus selalu bisa mendapatkan apa yang kita inginkan, termasuk cinta. Dan nyaris itu terealisasikan selalu.
Kemudian, apakah setelah cinta itu didapat, kita bahagia? Jawabannya adalah the big NO. Mari kita samakan lelaki itu dengan benda di etalase toko. Sekali kita ingin memiliki, maka benda itu terlihat indah, luar biasa, hebat, menakjubkan, membuat penasaran. Makin tak bisa dipunyai karena satu dan lain hal, makin benda itu mempesona.
Begitu kita punya kemampuan untuk membeli, membawanya pulang, ada rasa terpuaskan. Kelamaan benda itu kita kenakan, kita pandangi setiap hari. Rasa bosan mulai menyerang. Apalagi begiu disadari benda tadi mulai jelek, buruk, bahkan rusak. Musnah sudah pesona, daya tarik serta kehebatan benda itu. Tak ada lagi penasaran, hilang sudah antusiasme.
Bayangkan apabila benda tadi masih terpajang di etalase tanpa pernah bisa kita miliki. Tentu pesona itu akan selalu ada tiap kali memandangnya. Kendati benda itu dibeli lalu dimiliki orang lain, tetap saja rasa suka itu bersemayam di hati. Bisa ada rasa sakit hati, mengapa orang lain bisa mempunyai sedangkan kita tidak. Tapi itulah seninya.
Hal sama persis berlaku pada lelaki. Saat kita mengagumi seorang lelaki maka rasa kagum itu akan kekal selama kita tidak memilikinya. Sebab begitu kita berhasil mendapatkan si lelaki dalam genggaman, maka terkuaklah semua sisi buruk yang selama ini tak pernah kita lihat. Singkatnya, semua itu sama saja dengan benda di etalase tadi.
Itulah yang pernah saya alami. Selama bertahun-tahun mencintai lelaki yang sama, yang akhirnya menikah dengan perempuan lain. Tapi cinta itu tetap indah saja. Apalagi si lelaki tak menjauh, tetap menganggap teman baik. Dan makin indah saja rasa cinta itu. Kini saya benar-benar memahami bagaimana kalimat konyol “mencintai tak selamanya memiliki” bisa ada.
Itu pula yang berlaku pada kegilaan para perempuan kepada Brad Pitt, Tom Cruise, Vigo Mortensen dan sederet bintang pujaan lain. Mereka begitu diidolakan karena kita tak mampu menggapainya. Sedangkan fakta berkata bahwa pasangan hidup mereka pun tidak betah berlama-lama dengannya. Ingat lho, Brad Pitt, Tom Cruise dan Vigo Mortensen adalah duda cerai. Berarti mereka pun tidak sempurna. Nobody's perfect.
Monday, December 05, 2005
Beauty and The Beast
Ide ini muncul dari obrolan santai dengan seorang kawan. Kami duduk di sebuah gerai kafe di suatu mall. Kafe itu menghadap ke lorong mall yang sarat dengan orang lalu lalang. Dari sekian banyak orang berseliweran, tak kalah banyak yang berpasangan. Saat itu saya ajukan suatu pertanyaan, “Kenapa lebih banyak lelaki buruk rupa yang berpasangan dengan perempuan cantik. Sebaliknya, jarang sekali perempuan buruk rupa yang jalan dengan lelaki tampan.”
Si teman menjawab, “Sebab perempuan lebih mampu membuat dirinya cantik. Mereka bisa ke salon atau operasi plastik untuk menjadi cantik.” Dengan cepat saya menukas,”Apakah lelaki tak bisa? Salon dan dokter bedah plastik terbuka juga bagi lelaki!” Dan si teman terdiam.
Jawaban yang tepat adalah, sebab perempuan lebih bisa menerima kondisi fisik pasangannya. Mereka tidak melihat orang lain dari sisi fisik semata, melainkan hati. Jadi jangan heran banyak perempuan dengan tubuh sexy, wajah cantik mulus berbalut baju menarik yang menggandeng lelaki berperut buncit, wajah jerawatan, kepala botak dengan baju seadanya.
Tidak jarang kita bertemu dengan pasangan sejenis itu. Yang lebih mengesalkan adalah ketika melihat si perempuan berdandan rapi jail, full make up dan perhiasan lengkap, sementara lelakinya hanya bercelana jeans dekil, kaos buluk dan rambut tak tersisir. Seolah si lelaki sama sekali tak menghargai usaha sang kekasih yang ingin tampil sempurna. Pasangan macam ini teramat sangat sering kita jumpa di keseharian.
Saya pribadi bukanlah perempuan pesolek dengan dandanan rapi jail. Namun terus terang saya akan sangat menghargai lelaki yang sudi mengimbangi penampilan pasangannya. Kalau si perempuan tampil casual dan santai, silakan saja si lelaki ikut santai. Tapi sungguh kasihan kalau si perempuan sudah tampil habis-habisan dengan busana top hanya dihargai dengan celana buntung dan rambut awut-awutan.
Kondisi fisik seseorang memang bukan hal yang bisa dikutak-katik. Walau demikian apa salahnya memperbaiki penampilan dengan suatu kebersihan dan sedikit kerapihan. Maka jangan salah kalau saya sering menjuluki pasangan yang dijumpa di jalan sebagai Beauty and The Beast.
Kembali ke masalah hati, pada dasarnya kaum perempuan tidak mengincar wajah tampan dan tubuh wangi. Itu terbukti dengan banyaknya perempuan cantik yang mendapat pasangan lelaki buruk rupa. Buruk rupa yang saya maksud di sini adalah kondisi fisik wajah dan tubuh yang sama sekali jauh dari gambaran ideal.
Bukan saya ingin mencerca keburukrupaan manusia, melainkan membeberkan fakta bahwa perempuan bukanlah mahluk materialistis seperti yang dituduhkan banyak orang. Justru kaum lelaki lah yang super duper materialistis, kendati tidak 100 persen. Itu terbukti dengan fakta bahwa lelaki dengan wajah dan fisik paling hancur sekalipun tetap saja mendambakan perempuan cantik lagi sexy sebagai pasangannya.
Thursday, December 01, 2005
Buruk Muka Cermin Dibelah
Cerca dan puja menghiasi kolomm komentar di blog ini. Wajar, sebab blog ini beruntung diulas dalam Resensi Blog www.detikinet.com. Itu sudah saya prediksikan sejak awal membuat blog ini.
Setelah ditilik, mayoritas komentar posotif justru datang dari lelaki dengan tingkat intelektual tinggi dan wawasan luas. Hanya lelaki anonim yang tak saya kenal lah yang mencerca dan merasa tersinggung dengan sebagian besar tulisan di blog ini.
Seorang teman, Sulung Prasetyo, pendaki gunung sejati dari MAPALA UI yang sangat macho dan jantan sama sekali tak terusik dengan aneka kritik pedas blog ini. "Kapan dibukuin, Mer?" Begitu ia pernah bertanya.
Teman lain lagi, Romi Satrio Wahono, penggagas www.ilmukomputer.com seide dengan Wicak, sesama teman jurnalis, bahwa blog ini bisa jadi semacam pemantik introspeksi kaum Adam. "Apa iya ada kaum Adam sejahat itu sampai ada kaum Hawa yang menulis seperti ini? Semoga saya ngga termasuk," komentar Romi langsung pada saya.
Iwan, teman jurnalis lain, menyebut blog ini mencerminkan betapa banyak hal yang tak diketahui lelaki tentang perempuan dan "pemberontakannya".
Solehudin alias Didin, lelaki "garang" di persilatan dunia IT sempat merasa kebakaran jenggot membaca blog ini dulu, namun kelamaan ia justru me-link blog ini ke blognya. "Gue kan fans elo," celetuknya di Yahoo Messenger.
Sengaja semua komentar saya quote dari kaum lelaki. Sebab memang sebagian besar kritik di blog ini ditujukan pada mereka. Terbukti, sebagian besar yang mengamini kritik saya adalah para Adam yang berwawasan luas, tingkat pendidikan tinggi, dan cukup fleksibel. Sedangkan komentar negatif saya dapat dari entah siapa yang mengeklik "comment" dan tak berani menyebut jati diri.
Ibarat kata blog ini adalah cermin, maka para lelaki bisa bercermin. Yang merasa dirinya tampan bisa tetap tersenyum tenang. Sedangkan yang melihat wajahnya sedemikian buruk, dibelahnya cermin itu. Silakan memaki semua tulisan di sini, sebab itu sama saja dengan wajah anda buruk dan anda mengamuk lalu menghancurkan cermin. Dan saya pun tertawa, hahaha!