Tuesday, July 01, 2008

Gombalita!

"Ini dengan Mbak Merry? Hallo Mbak, masih di desk IT? Ooohh apa??? Sudah bukan jurnalis??? Ohhhh.."
*Nada kecewa lalu buru-buru pamit tutup telpon.*

Takut rugi pulsa, Neng? Lho kan biaya pulsa sudah dimasukan ke dalam management fee ke klien vendor?

Seorang teman bersaksi, sejak bukan jurnalis, "teman-teman" (ingat, teman dalam tanda kutip) PR Agency menjauh perlahan tapi pasti. Dan begitu kembali jadi jurnalis, mereka kembali menyerbu.

Public Relation (PR) ? Fake smile. Fake friends. Begitu seorang karib beropini.

Memang betul 99,99999999999999%!

Ngajak jalan, ngajak nonton, ngajak makan, hang out or whatsoever. Semua dibebankan ke management fee klien lah. Dengan pamrih akan ada tulisan bagus soal kliennya. Lomba nulis jurnalistik? Lomba foto jurnalistik? Ah, kedok tipu-tipu zaman batu! Door prize? Goody Bag? Rayuan basi!

One on one intervieu, sekian puluh juta masuk kantong dia, jurnalis cuma dikasih T-Shirt dan coffee break. Dandananmu wangi, gincumu tebal, berkat tulisan manis para jurnalis. Senyummu palsu di balik gincu bau...demi agar jurnalis meliput dan sengsara menerjang macet jalan raya demi gol komisi dan bonus proyekmu.

Gombalita!

Monday, June 30, 2008

Dulu dan Sekarang














Dulu, saya bercita-cita ingin jadi jurnalis idealis. Wartawan perang. Membela kebenaran. Berjuang di daerah konflik. Melaporkan fakta. Menyampaikan amanat rakyat. Kalau perlu, bersimbah darah. Ditawan. Seperti kisah di media-media itu. Jurnalis ditawan. Jurnalis ditembak. Jurnalis jadi pahlawan.

Gombal.

Yang kutemui adalah kebusukan. Bos yang didikte investor. Berita penuh pesan sponsor. Liputan nyaman di hotel bintang lima. Makan gratis. Berdesakkan dengan wartawan bodrek, palsu, gadungan, asli tapi palsu (aspal). Berebutan door prize vendor dodol. Wartawan amplop. Tak jelas rimbanya. WTS (Wartawan Tanpa Suratkabar). Wartawan bersuratkabar terpandang tapi kelakuan pecundang.

Gombal.

Jangan terima amplop. Wartawan media Anu Gombal Pos dilarang menerima amplop dari narasumber. Cukup transferan saja ke nomor rekening bos besar. Recehan no, transferan kakap yes. Amplop no, dana non budgeter yes.

Gombal.

Dulu saya mengoleksi buku Catatan Pinggir-nya GM. Komplit. Sampai jual cicin emas peninggalan nenek karena ngebet mau melengkapi koleksinya. Dulu sekali. Zaman kuda gigit besi. Sekarang, boro-boro beli bukunya. Baca koran saja muak. Semua penuh sandiwara. Rekayasa. Bad news is a good news. Dulu saya memuja berhala bernama idealisme. Bereuphoria soal dunia yang lebih baik.

Gombal.

Saya hanya butuh rokok menthol ringan. Teh botol pakai es batu super banyak. Untuk menyejukkan jiwa yang lelah. Buang saja semua koran dan buku-buku itu. Buang saja idealisme itu. Ke tong sampah terdekat.

Saya butuh uang dan uang dan uang dan uang saja. Untuk memborong rokok menthol dan es teh botol.

Friday, June 06, 2008

Narsis Mode Is On

Maaf, tolong pahami kenarsisan saya kali ini. Sebab bukankah memang itu salah satu fungsi blog, memelihara narsisme pemiliknya?

Saya sudah lama sekali tidak meng-update CV. Mungkin terakhir ya sekitar 2 tahunan silam. Pernah sekali waktu saya diminta membantu mengedit buku sebuah LSM, dan dimintai CV. Lalu saya jawab saja, silakan googling nama saya, maaf, saya tak punya CV terbaru.

Dan pagi ini saya kembali lakukan googling nama sendiri buat tahu pasti, siapa sih saya di dunia maya? Ini juga terinspirasi sebuah pesan di YM dari Zikri yang minta saya meng-googling salah satu "pakar" IT. Tapi saya malas, mending meng-googling nama sendiri toh?

Hasil googling nama "Merry Magdalena" menghasilkan input lumayan. Nama saya menghiasi www.google.co.id sampai halaman 19. Mayoritas adalah tulisan saya yang tersebar di beberapa media massa, blog, review buku saya, profil FS, Facebook, berita di sejumlah web, dan banyak lagi. Yang menggembirakan adalah nama saya ada berdekatan dengan nama Kang Onno Purbo, sobat dan jawara IT yang tersohor itu.

Ya, nama saya tercatat di Pelaku Sejarah Internet Indonesia. Entah siapa yang iseng megetikkan nama saya di situ. Mungkin sedang kekurangan kerjaan. Tapi saya ucapkan terimakasih banyak sebab itu memompa semangat saya untuk lebih proaktif di dunia maya. Halah, ngga penting, kayak penerima Oscar Award saja. Hanya saya senang saja, sebab semua polah tingkah saya yang dodol dan menjijikan masih dipertimbangkan oleh orang lain.

Padahal saya terjun ke dunia maya ini bukan atas dasar disengaja. Tanpa ada keinginan diakui sebagai tokoh gombal gambul atau pakar dodolita, selebriti dunia maya, selebloger, dan sejenisnya. Saya menulis blog juga tidak dengan maksud ingin jadi blogger tulen atau sejenisnya. Sebab memang sejak SD saya sudah hobi nulis. Kalau kebetulan sekarang menulisnya di dunia maya, ya sebab itu database dokumentasi yang paling bisa diandalkan, mengingat saya bukan dokumentator yang baik. Dan tak terasa, ternyata saya sudah 6 tahun ngeblog, kalau dilihat dari halaman profil saya di blog ini, saya mulai registrasi sejak November 2002.

Padahal saya benci lihat kelakuan blogger yang sok menamakan dirinya pakar blog lah, presiden blog lah, selebriti blog lah. Kasihan ya mereka itu, ngeblog aja kok bangganya setengah modar sampai butuh pengakuan. Hehehe. Anak saya yang sejak usia 8 tahun aja ngeblog ngga pernah bilang bangga tuh? Malah dia bilang, "Males ngeblog, internet masih lemot banget, ngga bisa diklik langsung muncul. Kapan sih Internet kita bisa kayak TV yang diklik langsung muncul?"

Semoga Nak, di eramu nanti mengeklik web sudah kayak mencet tombol remot. Klik Yahoo, cling langsung muncul detik itu juga.

Maaf, kali ini postingan saya tidak memaki-maki kaum Adam. Eh, memaki juga kok, sebab mayoritas orang yang ingin jadi seleblogger, presiden blogger dan pakar blogger itu laki-laki lho. Hehehe. Hai kaum Adam, sedemikian ngga ada kerjaannya kamu ya sampai pengen diakui eksistensinya di dunia nyata dan maya sekaligus? Kalau saya sih ngga usah pusing minta diakui, wong memang ngga pengen diakui. Kalau saya narsis di blog ini, ya itu hak saya kan, wong ini blog saya?
Hanya saya gerah sama kontroversi soal pakar dan bukan pakar yang dilakukan oleh segerombolan pejantan liar di dunia maya.
Perang saja sana antara yang pakar dan yang bukan pakar. Biar modar semua dan kaum betina berjaya.

*Puas deh akhirnya bisa maki juga..wakakakak*

Thursday, June 05, 2008

Awas, Cewek Galak!!!

Bukan satu dua kali, saya disapa di Yahoo Messenger (YM) dengan kalimat pembuka agak takut-takut oleh ID tak dikenal.

Semoga Mbak Merry ngga galak ya,” Itu salah satunya.
Hahahaha! Saya galak? Bagi pembaca blog ini mungkin ada kesan demikian. Padahal Kang Nizar yang sudah kenal saya berabad-abad di dunia maya dan baru ketemu sekali di Bandung bilang, “Kamu tidak seperti tulisanmu,”.

Lalu seorang teman maya lain di Surabaya waktu menelepon berkomentar, “Lho, suaramu kok imut, ngga seberingas tulisanmu?”

Dan teman maya lain saat pertama melihat fotoku di YM, “Kamu manis, ngga sangar kayak blogmu.”
Lalu lelaki terdekat saya (Ehm, tunangan) bilang, “Kamu galak sama semua lelaki, kecuali saya. Kok bisa?”
Bahkan sudah sering saya dikira sebagai etnis tertentu yang identik dengan kata “galak”.

Jujur saja, saya lebih suka dibilang GALAK daripada CENTIL atau GANJEN atau GENIT.
Dan bagus juga, tetangga saya ngga ada yang berani macam-macam sama saya sebab saya terkenal sebagai cewek galak.
Sialnya, seorang teman lama pernah berseloroh, “Anjing menggonggong tanda tidak menggigit. Begitu juga Merry.”
Wakakakakakakak!!!!

Tipe perempuan apakah Anda? Galak atau ganjen menyek-menyek? Atau biasa saja tanpa ekspresi?

Monday, May 19, 2008

Kawin Aja Sama Dinosaurus, Mas...

Lucky me, have a nice, tolerate and wide point of view man as a life partner. Yeah, finally I found that kind of man. One in a million.
Why?
Tidak jarang saya bertemu teman perempuan yang mengeluh betapa sebalnya karena punya pacar yang mengekang. Atau belum apa-apa sudah memberi vonis, "Nanti kalau kita menikah, kamu jangan kerja ya, di rumah saja. Saya tidak suka cewek berkarir."
Atau, "Jadi ibu rumah tangga, ngapain kerja. Nanti saya yang akan menafkahi kamu." Dan sejenisnya.
Tapi nanti dulu, ada juga perempuan yang memang bercita-cita ingin jadi ibu rumah tangga. Pernah saya bertemu teman yang mengeluh, "Duh, kapan ya gue dapet suami kaya, biar gue ngga usah kerja. Cukup terima uang belanja banyak, ke salon, nonton, ke mall, belanja, enaknya."
Bagus kalau perempuan tipe itu bertemu jodoh lelaki yang memang maunya istrinya tidak bekerja. Bagus kalau gaji suaminya bisa mencukupi kebutuhan mewahnya. Dan bagus juga kalau karir suaminya dijamin tidak akan mendadak mandek atau bahkan suaminya mendadak is dead tapi si istri tidak becus cari uang akibat kelamaan hidup manja dinafkahi.

Thanks God, saya punya calon patner hidup yang berwawasan luas. Yang sepakat dengan saya bahwa perempuan bekerja itu bukan sekadar mencari yang melainkan pembuktian eksistensi diri. Bekerja itu bukan sekedar menambah pundi-pundi rupiah, tapi juga mendapatkan makna hidup. Bukti bahwa diri kita masih dibutuhkan orang lain. Bukti bahwa kita sebagai manusia yang punya skill, dihargai, mampu mandiri tanpa harus menegadahkan tangan, meminta dan menanti jatah.

Dan analisa kami membuktikan bahwa perempuan bekerja memiliki kemampuan bergaul lebih OK, berwawasan lebih luas, cerdas, sebab otak dan hatinya terus terasah oleh aktivitas bekerja, daripada perempuan yang hanya jadi ibu rumah tangga 100%. Perempuan bekerja jelas lebih keren dalam berpenampilan, awet muda sebab tidak stres di rumah melulu dan cuma nonton TV seharian atau bergosip sama tetangga. Perempuan bekerja jelas lebih bahagia sebab bisa punya uang saku sendiri, bebas menentukan mengelola uangnya sendiri.
Para suami atau pacar perempuan bekerja pun layak bangga, sebab saat mereka bokek, perempuan yang bekerja mampu sesekali mentraktir kalian. Hahaha!
Masih melarang perempuan bekerja? Balik aja ke zaman batu, mas. Kawin sana sama dinosaurus!

Tuesday, May 06, 2008

Komentar Idiot Patriarkis Embisil bin Dodol


Gemes banget baca komentar di bawah ini pada postingan saya terdahulu. Komentar itu berbunyi:

"Sebegitu kerasnya kah perjuangan mencari nafkah ? bagi seorang wanita ?

Jika memang orientasi bahwa kedudukan dan pekerjaan, bahkan harta menjadi tolak ukur persamaan gender atau apalah namanya, justru disitulah buktinya bahwa wanita lemah dan hanya melihat dari persepsi perasaan semata."

Haihai, sini saya tanya sama kamu, komentator dari kubu patriarkis norak nan kampungan.
Jika perempuan sedunia tidak ada yang bekerja, siapa yang mau NGEMPANIN mereka? Bapak moyang elu? Apa elu sendiri mau ngasih makan dan memenuhi semua kebutuhan materi kaum Hawa sedunia?

Perempuan bekerja bukan demi emansipasi tai kucing, tapi demi bisa hidup.
Tanya kenapa!

Jawabnya:
  • Karena banyak lelaki tak bertanggungawab yang ngga becus ngasih makan anak dan istrinya.
  • Karena banyak lelaki goblok yang hanya mau puas ML lantas kabur tanpa peduli ceweknya hamil atau tidak atau bisa makan atau bayinya bisa bertahan hidup atau tidak. tanpa peduli bahwa memberi nafkah lahir adalah kewajiban lelaki sebagai manusia yang katanya kuat perkasa penuh tanggungjawab tai kucing!
  • Karena banyak lelaki idiot bin tolol yang ngga paham bahwa bekerja bukan hanya sekadar untuk mencari uang dan bertahan hidup, melainkan juga demi pengakuan eksistensi diri sebagai manusia yang berotak.
Dan kalau masih belum paham juga dengan tulisan menohok nan kasar dan vulgar di atas, lebih baik Anda jedotkan saja kepala ke dinding sampai pecah berantakan, wahai patriarkis udik yang melihat perempuan bekerja sebagai ancaman karena Anda sendiri ngga becus ngapa-ngapain sebagai pejantan impoten. Kasian deh loe!

Sunday, March 30, 2008

Membunuh Emosi

Membunuh emosi. Itulah yang harus sering dilakukan oleh perempuan bekerja. Idiom yang mengatakan bahwa perempuan lebih dikendalikan emosi daripada lelaki memperkuat tekad kami untuk membunuh emosi. Sebab dalam bekerja, seringkali kami harus menekan emosi sebisa mungkin agar tidak terkesan menyek-menyek atau cengeng.

Bagi seorang perempuan bekerja yang sudah berkeluarga, ini perjuangan tersendiri. Tidak tega meninggalkan anak di rumah, harus jadi Si Ratu Tega untuk absen dalam acara keluarga, mengabaikan rasa rindu saat dinas ke luar kota, sensitivitas memuncak kala PMS, dan sejenisnya.

Untuk perempuan yang single parent, perlu ekstra perjuangan sebab tak ada orang berbagi feeling mengenai itu semua. Thanks God, kadang teman dan oran terdekat masih bisa diandalkan untuk urusan satu ini. Tapi kadang gengsi lebih mengalahkan sebab takut dicap sebagai perempuan lemah nan cengeng.

Akhir pekan harus membenahi urusan teknis pekerjaan yang amburadul. Terpaksa bawa-bawa si Kecil berburu akses Internet akibat akses di rumah sedang dodol. Kill your feeling or just stay hungry with you child, jobless.

Tuesday, March 04, 2008

Do You Need....Brondong?














Bukan hanya 1-2, tapi banyak teman perempuan saya yang usianya mulai kepala 3 mengeluhkan sulitnya membina hubungan dengan lawan jenis. Rata-rata lawan jenis itu juga berusia kepala 3. Secara logika, perempuan usia kepala 3 sudah memikirkan pernikahan. Mereka berharap cowok usia 30-an pun demikian, mengingat pekerjaan dan karir sudah mulai mapan, mental tambah dewasa, usia terus merambat.

Tapi jangan salah, dari pengamatan dan pengalaman beberapa teman dan pribadi, cowok usia kepala 3 mayoritas justru dalam kondisi tidak siap menikah atau berkomitmen. Apa pasal?

Usia 30-an artinya adalah:
  • Dalam posisi karir menjelang mapan, sehingga butuh konsentrasi khusus untuk meraih kemapanan itu. Tantangannya lebih berat dibanding saat merintis karir.
  • Bahkan ada yangs udah mapan, jadi berusaha mati-matian mempertahankan kemapanan itu, sebab kompetisi makin keras. Kalau perlu kuliah lagi, berjuangn dapat promosi lagi, dan seterusnya.
  • Sudah mengalami lika liku percintaan di masa lalu yang rumit, gagal, dan enggan mengulanginya sebab hanya mengganggu karir.
  • Karena dalam posisi mapan dan dianggap siap menikah, mayoritas menganggap dirinya sebagai piala bergilir di mata cewek-cewek. Jadi untuk apa berkomitmen dengan 1 cewek sementara di luar sana banyak cewek memuja dan siap diajak jalan kapan saja?
  • Makin mapan dan sukses dia, makin selektif dan menggunakan logika dalam memilih pasangan. Makin perfeksionis. Justru makin sulit menentukan pilihan.

Itu baru sedikit poin saja dari banyak alasan kenapa cowok 30-an lebih suka melajang lama-lama daripada menikah atau berkomitmen.

Sementara cowok berusia di bawah 30 tahun yang lajang justru kebalikannya. Mereka masih dalam momen optimistis, penuh semangat, gegap gempita menyambut masa depan. Karir pun belum terlalu ribet, masih baru tahap merintis. Masih pada momen dimana perencanaan masa depan bisa dibuat dengan ideal. Cowok dalam usia di bawah 30 banyak yang siap sedia berkomitmen sebab pernikahan juga dimasukan ke dalam rencana masa depan mereka. Pola berpikir mereka juga tidak se-complicated cowok 30-an.

Jadi, usul saya pada teman-teman perempuan usia 30-an yang masih lajang adalah: carilah brondong. Selama jarak usia tidak terpaut terlalu jauh dan memiliki kesamaan visi, mengapa tidak? Hehehe.

Monday, February 04, 2008

Kenapa Perempuan Lebih "Jantan" ?

Yang tersisa dari acara Talkshow Netsains Sabtu, 2 Februari kemarin...
Gara-gara foto berdua dengan Mas Budi Rahardjo yang seleblog itu, maka ada komentar agak miring dari salah satu pengunjung blog Mas Budi. Untungnya, dosen ITB
yang funky itu merespon dengan sangat positif.

"Lho emangnya kenapa, Wicke’s Furniture? Kok kacau? She’s a very good friend of mine. Seorang single parent yang tegar!
Kenapa ya, perempuan yang saya kenal biasanya lebih tegar daripada lelaki? Laki-laki sering melarikan diri dari masalah, sementara mereka menghadapinya. Kadang malu jadi laki-laki."

Nah, responnya ini sangat menarik.
Kenapa perempuan lebih mampu menghadapi masalah dibanding lelaki yang lebih suka melarikan diri dari masalah? Dari pengalaman saya, bisa saya jawab: Sebab lelaki itu gengsinya tinggi. Kalau ada masalah, daripada capek-capek dan bergelut dengan masalah lantas kalah, lebih baik mengelak saja dengan santai.

Sedangkan perempuan itu gengsinya standar saja, jadi jika ada masalah ya hadapi saja dengan apa adanya. Tanpa perlu takut kalah lantas gengsinya turun. Bahkan menangis pun dianggap wajar saja kalau kalah dalam menghadapi problem.

Akibat tidak ada beban "gengsi" itu, maka kaum Hawa lebih santai dan apa adanya dalam menghadapi masalah. Akhirnya agak ambigu juga terminologi "jantan" atau "gentleman" bagi laki-laki. Kaum Adam yang dipaksa harus bersikap jantan dan gentleman, ujung-ujungnya justru lebih suka lari dari tanggungjawab akibat tak tahan memikul beban itu. Sebaliknya, kami kaum Hawa justru lebih "jantan" dengan tetap tegar menghadapi masalah.
Hahaha! Siapa yang jantan sesungguhnya di sini?

Tuesday, January 15, 2008

Semua Perempuan Bisa Melakukannya








"Single parent? Wah, berat sekali ya?"

Kalimat itu banyak dilontarkan lawan bicara saya begitu tahu kondisi saya yang sesungguhnya. Dengan berbagai variasi pastinya. Saya jadi merasa aneh, hmm berat ya jadi single parent alias orang tua tunggal? Lantas saya mencoba menganalisa.

Ya, awalnya memang berat. Semua beban ditanggung sendirian. Pekerjaan yang overload setiap hari tanpa henti. Deadline tulisan, jumpa pers, meeting, tagihan listrik, pembantu sakit, undangan teman menikah, rapat redaksi, baju seragam anak kesempitan, beras habis, genteng bocor, keran air mampet, komputer rusak, laptop kena virus, undangan liputan ke luar kota, anak berantem di sekolah, bos bawel, klien agak rewel, tagihan SPP, ada tikus mati di kolong ranjang, dan seterusnya, dan seterusnya.
Awalnya saya serasa gila, kepala mau pecah, ingin menangis setiap detik mengingat betapa tuntutan tanggungjawab itu tak pernah henti datang silih berganti. Belum jika ada musibah tak terduga seperti Si Kecil kena sakit parah, harus opname, sementara pekerjaan tak mau tahu harus tetap berjalan, biaya yang tak terkira banyaknya, sedangkan asuransi kantor tak mau menanggung pengobatan Si Kecil. Air mata saya sudah kering.

Dan semua bisa saya atasi dengan lancar. Teman-teman saya adalah harta tak ternilai.

Kini pun saya masih dalam kondisi kesibukan gila luar biasa. Merenovasi rumah yang baru dibeli. Asisten rumah tangga melahirkan. Pekerjaan sehari-hari otomatis tertanggung oleh saya. Untung ada Mas Ojek baik hati yang mengantar jemput Si Kecil ke sekolah. Untung keluarga asisten saya tak jauh dari rumah. Untung saya masih punya energi berlebih untuk mencuci baju di malam hari sepulang kerja. Untung ada Internet yang membantu saya bekerja. Untung ada blog yng bisa jadi media curhat saya. Untung ada Yahoo Messenger yang bikin saya bisa tetap waras dengan terkoneksi ke teman-teman dekat saya. Untung ada ponsel yang bisa membuat saya merasa dekat dengan orang-orang terkasih. Untung Tuhan masih memberi saya fisik dan mental yang sehat.

Beratkah menjadi orang tua tunggal? Ya memang, tapi berkat semua itu saya menjadi sangat terbiasa dan mampu melaluinya sambil tetap tersenyum. Semua perempuan pun bisa melakukannya. Yakin itu!

Thursday, January 03, 2008

Mencintai Tubuh Sendiri...

Sad but true. Sebuah eksperimen dilakukan. Anak-anak berkulit hitam dihadapkanp ada dua jenis boneka, hitam dan putih. Lantas ditanyakan: "Boneka mana yang menurut kamu cantik?"

Si anak usia 4 tahun menunjuk boneka putih. "Lalu boneka mana yang mirip denganmu?" Si anak menunjuk boneka hitam dengan ragu dan ekspresi sedih.
Semua anak yang terlibat dalam riset tersebut berpendapat bahwa boneka kulit putih itu cantik, boneka hitam itu jelek. Yang memilukan adalah anak-anak Balita itu sadar diri bahwa dirinya jelek dan harus menerima kenyataan pahit itu.

Yang menohok hati saya adalah, usia belia yang masih polos itupun sudah mampu membedakan mana cantik dan mana jelek hanya berdasarkan warna kulit. Usia yang begitu muda, baru mengenal dunia, tapi sudah bisa paham bahwa berkulit hitam adalah kutukan. Saya menangis menonton acara Oprah Show hari minggu kemarin itu. kenapa anak-anak yang begitu muda sudah menjadi rasis terhadap dirinya sendiri? Bagaiman jika sudah dewasa? Apakah mereka akan jadi Michael Jackson yang berusaha keras memutihkan kulitnya dan memancungkan hidungnya?

Saya barus sadar bahwa saya pun pernah menjadi korban rasis diri sendiri, dan sejumlah teman saya juga. Di saat SD, masih ingat betul bagaimana teman-teman saya menggesek-gesekkan ujung kerah baju seragam ke dagu mereka. Ada yang sampai luka dan berdarah. Tujuannya? Agar dagunya berbelah cantik. Buset. Untung saya ngga kena demam gila itu. Paling saya pernah berusaha keras memencet-mencet tulang hidung agar lebih mencuat mancung. Yang ada tulang hidung saya jadi sakit dan memerah. Lantas saat puber, saya dan beberapa teman dekat perempuan sempat mengutuki diri kenapa terlahir jadi orang Indonesia yang pesek, hitam, dan bermata biasa saja.

"Coba kita jadi orang bule, kan cantik. Rambut pirang menyala, kulit putih, hidup mancung, mata biru indah. Bete gue jadi orang Indonesia!"

Ditambah saat itu kalau tak salah dunia film dan sinetron sedang dilanda demam artis indo seperti Tamara Blezinsky, Sophia Lacuba, dan sejenisnya. Kalaupun ada wajah Indonesia asli, tetap dengan stereotip cantik yang berkiblat ke luar, yakni rambut panjang, hidung mancung, tubuh langsing.

Saya juga pernah mengutuki kenapa wajah saya sensitif, selalu berjerawat, dan bekas jerawatnya tak bisa hilang. Lantas rambut saya itu pernah jelek sekali, kucai, susah diatur. Saya sempat menyiksa diri dengan rol rambut, hair dryer, obat jerawat super keras, memenceti jerawat sampai berdarah, sudah mirip perilaku sado masokis saja. Intinya adalah, saya pernah membenci tubuh dan wajah saya sendiri sebab tidak dianugerahi wajah cantik, kulit mulus dan proporsi tubuh indah. Saya juga selalu cemburu pada teman-teman saya yang cantik dan memandang mereka dengan penuh kebencian seolah mereka punya salah besar telah dilahirkan sempurna.

Saya ingat juga pernah tak mau sekolah sebab rambut saya dipotong kependekan dan saya merasa diri saya adalah monster buruk rupa yang lebih baik mati saja daripada harus keluar rumah dengan rambut hancur lebur itu.

Dengan mengingat semua kegilaan di masa muda itu, saya baru sadar kenapa suntik botox laku keras, operasi plastik terus dikejar-kejar walau menghabiskan uang tak terkira.

Thanks God, kegilaan saya sudah berakhir. Hari ini saya sangat bersyukur dilahirkan sempurna sebagai perempuan sehat jasmani rohani, dengan organ tubuh yang bisa berfungsi baik. Terima kasih saya sudah dianugerasi senyum manis, wajah ekspresif, mata yang tak perlu memakai kaca mata atau lensa kontak, bibir yang tak butuh disuntik agar lebih sexy, kulit yang membalut daging dengan baik sehingga tidak kena infeksi, kaki yang kuat untuk mengejar bis kota, dan otak lumayan berisi sehinngga hidup saya bisa terus berjalan baik.

Saya memang bukan Barbie atau Miss Universe, tapi saya cinta pada tubuh dan wajah saya sendiri. Semoga semua perempuan di dunia juga merasa begitu. Amin!

Tuesday, January 01, 2008

Perempuan, Kemiskinan, dan Kebodohan

Prolog: Tulisan ini saya persembahkan buat kaum perempuan sedunia, yang saya harap tidak akan pernah menjadi miskin dan bodoh lagi. Terutama untuk para remaja putri yang baru menyadari bahwa dirinya berbeda dengan kaum Adam. Ya, dunia memang tidak pernah adil bagi kita. Maka pintarlah mengakalinya, sista!

Jika Anda: perempuan, miskin, dan bodoh, maka anda adalah manusia paling "sial" di dunia ini. Apa pasal?
Perempuan yang miskin dan bodoh sangat rentan menjadi mangsa predator di rimba kehidupan ini.

Logikanya adalah:
  • Jika anda lelaki tapi miskin dan bodoh, anda masih bisa selamat tidak diperkosa atau ditawar om senang atau terperosok dijual menjadi prostitute. Paling sial ya jadi gigolo, tapi itu pun tidak dipandang senista prostitute perempuan bukan?

  • Jika anda perempuan miskin tapi pintar, anda masih bisa memutar otak bagaimana caranya mengakali problem sehingga tidak perlu menjual tubuh dan bisa keluar dari masalah berkat kepintaran anda.

  • Jika anda perempuan bodoh tapi kaya, setidaknya anda masih bisa mencuri simpati orang sekitar dengan harta anda, bisa selamat berkat kekuatan finansial anda. Tapi kalau terlewat bodoh ya lama-lama harta itu akan habis dan anda akan menjadi senasib dengan perempuan miskin dan bodoh.

Logika konyol ini saya dapat dari mengamati pengalaman pribadi dan sekitar.

Misalnya saja:

  • Saat saya berjalan kaki dengan dandanan pas-pasan dan terkesan seperti orang miskin, cowok-cowok yang menggodai saya lebih banyak. Menyiuli, melemparkan ajakan tak senonoh, pandangan kurang ajar, dan sejenisnya. Mulai dari tukang ojek, kuli bangunan, kenek, tukang buah dsb. Mereka berbuat seenaknya sebab dipikir saya perempuan miskin yang bisa jadi mudah diajak apa saja demi uang.

  • Lain waktu saya berjalan dengan pakaian formal: blazer dengan tas tangan mahal dan sepatu kinclong. Jumlah cowok yang menggoda saya lebih terseleksi. Khusus kalangan tertentu saja. Sebab mereka pikir saya wanita kaya yang tidak akan mau sembarangan menjual diri kepada siapa saja. Kalaupun ya akan dibayar mahal.

  • Saat saya berada di dalam mobil (taxi atau mobil pinjaman atau nebeng teman yang kaya), maka nyaris tidak ada cowok menggodai saya. Sebab mereka pikir saya wanita kaya yang tidak akan menjual diri saya demi uang.
Jadi kini kita bisa tahu mengapa TKW kita banyak yang diperas, disiksa bahkan diperkosa atau dijualbelikan seperti sapi perahan oleh sesama manusia. Tapi saya percaya bahwa sesungguhnya kebodohan itu bisa dimusnahkan.

Welcome to the material fuckin' world, big girl!!! You had to be smart or die!

Tuesday, December 18, 2007

Madame Mao: Merak di Antara Ayam Betina

Di balik seorang lelaki hebat, selalu ada perempuan yang lebih hebat. Saya percaya betul dengan kalimat itu. Ingat bagaimana mendiang Bu Tien diyakini sebagai otak di balik layar kesuksesan seorang Soeharto di masanya.

Yang lebih jelas lagi adalah bagaimana Jiang Ching berdiri tegar di samping seorang Mao Tse Tung, tokoh sosialis Cina yang menjadi legenda sepanjang masa.
Membaca buku Madame Mao karya Anchee Min membawa kita ke kisah perjuangan jatuh bangun seorang perempuan. Bukan hanya dari nol, melainkan minus, Jiang Ching yang terlahir sebagai Yunhee berjuang keras mewujudkan mimpi-mimpinya untuk menjadi ayam merak di antara ayam betina biasa. Bahkan di luar dugaan ia menjadi burung cendrawasih saat berhasil menjadi First Lady Cina.

Awalnya saya pribadi agak meremehkan pribadi Madame Mao yang bisa dikatakan lemah dalam menghadapi lelaki dalam urusan romantisme. Bagaimana tidak, sebelum menikah dengan Mao, perempuan asal Shangdong itu sempat tiga kali menikah. Ia terobsesi dengan keinginan menjadi artis opera dan film, hingga jatuh ke satu pelukan lelaki yang satu ke yang lain. Maaf, untuk hal satu ini saya sama sekali tidak simpati.

Namun seiring pengalaman pahitnya, Jiang Ching mampu mengontrol diri. Keputusan paling berarti dalam mengubah hidupnya adalah saat ia bertekad untuk gabung dengan gerakan komunis Cina. Ia meninggalkan gemerlap Shanghai menuju Yenan, provinsi miskin tempat dimana Mao merintis perjuangan komunisnya. Di sinilah titik pertemuan mereka.

Menikahi seorang pemimpin sebesar Mao bukan perkara mudah. Jiang Ching harus mematuhi aturan ia tak boleh tampil bersama di depan umum di awal perjuangan mereka. Ia tak boleh ikut campur urusan politik walau dipanggil sebagai "komrad". Padahal ia lah yang terlibat diskusi non formal bersama Mao. Ia lah yang mempengaruhi begitu banyak keputusan si pemimpin besar itu. "Aku melakukan semuanya tapi sekaligus juga aku tidak ada," tutur Madame Mao. Dalam hati kecilnya ia merasa iri dengan istri-istri petinggi lain yang sangat dimanjakan suaminya.

Yang mengenaskan adalah ulah Mao berganti-ganti teman tidur sampai terkena spilis. Jiang sebagai istrinya sendiri lah yang setengah mati berkeras agar Mao diobati agar tidak menularkan penyakit itu ke perempuan lain.

Demi menghibur diri, Jiang Ching kembali menghidupkan gerakan kesenian opera yang sempat jadi dunianya di masa muda. Operanya kali ini berbau propaganda Maoisme. Ia juga diam-diam menggalang kekuatan bersama mahasiswa dibantu orang kepercayaannya, Kang Sheng. Kabarnya Jiang juga melakukan serangkaian aksi kekerasan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang pernah menghinanya di masa lalu. Salah satunya adalah Dan, aktor idola di masa Jiang muda yang pernah menolak cintanya.

Siapa kira justru penderitaan dan perjuangan Jiang Ching jauh lebih berat dari Mao sang suami. Setelah meninggalnya Mao pada Oktober 1976, Jiang dipenjara. Sempat juga "dibuang" ke Soviet. Ia masih membela mati-matian idealisme almarhum suaminya sampai terkenal dengan ucapannya: "Saya adalah anjingnya Mao, saya menggigit siapa saja yang diperintahkannya."


Pada usia 77 tahun, perempuan yang sejak gadis ditinggalkan oleh ibunya itu menggantung dirinya sampai mati.

Tragis, atau ironis?

Maaf, tanpa mengurangi hormat kepada almarhum, saya tidak ingin seperti Madame Mao. Paparan saya ini hanya sekadar penggambaran bagaimana seorang perempuan hebat selalu bersanding dengan lelaki hebat. Tapi saya pribadi memilih tak bersanding dengan siapapun daripada harus hidup dan mati konyol. Hmm kecuali jika ada cinta yang mampu membutakan saya.

Monday, December 17, 2007

Tertipu Oleh Tulisan

Hasil copy darat Netsains.com menyisakan sedikit ruang untuk bicara soal gender sedikit. Sebab saya bertemu seorang kontributor Bandung yang sudah saya kenal cukup lama tapi baru bersua langsung akhir pekan kemarin. Teman yang desainer teksil dan pengelola Warnet ini tergolong pembaca setia blog ini sejak beberapa tahun lalu.

Dan ini komentarnya tentang saya.

"Saya kita yang namanya Merry itu cewek gagah dengan suara bas. Ternyata perempuan gemulai,"katanya. Menurutnya, orang yang baca blog ini akan langsung membayangkan penulisnya adalah feminis radikal super tomboy dengan kelakuan macho dan gagah. (ssst, ya saya pernah juga sih berpenampilan, begitu dulu sekali).

Lantas ditambahkan.

"Aneh, temen-temenmu kan banyak cowok. Kalau orang baca blog ini bisa salah sangka dikira kamu adalah cewek yang anti cowok."

Hahaha! Justru karena saya gaul sama banyak cowok dan sudah tahu bagaimana kebusukan mereka, maka saya bikin blog ini, Mas. Kalau saya kuper, ngga gaul, bisa jadi saya justru memuja-muja cowok karena terlalu naif sebagai cewek yang ngga tau apa-apa soal cowok. Maka blog ini saya share kepada sesama cewek agar mereka lebih paham seperti apa dunia cowok itu dari kacamata cewek, juga sebaliknya.

Journeys to Boscha








Kali ini adalah foto-foto hasil jepretan kamera Ilma Praditina. Lumayan komplit, mulai dari saat tunggu menunggu rombongan yang belum datang di "emperan" kantor Ristek.
Lantas sampai di Boscha bertemu dengan Pak KK dan si ganteng Malay Sheikh Muzsaphar. Lantas diakhiri dengan foto-foto narsis tiada tara dan akhirnya...MAKAN-MAKAN!

Thursday, December 13, 2007

Legenda Hidup Itu Bernama Joan Baez

Jika ada mesin waktu, aku ingin dilahirkan di Amerika sekitar tahun 1950-an, sehingga aku bisa menikmati masa kejayaan Flower Generation. Bisa nonton Woodstock atau melihat bagaimana Mick Jagger muda mengencingi penontonnya. Jadi silakan saja memaki saya berselera "tua" saat kini saya menikmati dendang lagu Joan Baez atau lirik sinis Bob Dylan.

Itu kutulis di diariku dulu, zaman kuliah. Ya, zaman hiruk pikuk Metallica, Guns N' Roses dan Nirvana dulu membuat aku gerah dan beralih sejenak ke musik jadul Baez dan Dylan. "Blowing in The Wind", "Knocking on Heavem's Door", "The Night They Drove Old Dixie Down", hanya sebagian kecil lagu jadul mereka yang kukoleksi. Dan mendadak kini aku sangat merindukannya. Kemana gerangan semua kaset koleki musikku itu?

Joan baez adalah penyanyi perempuan yang menurut saya hanya bisa disaingi oleh Janis Joplin dalam keunikan musiknya. Dan Baez unggul sebab ia belum mati akibat overdosis. Setidaknya perempuan berdarah Indian itu memiliki pola hidup lebih sehat, jiwa lebih tangguh, dan kreativitas lebih oke.

Lahir pada 9 januari 1941, Baez adalah penulis lagu dan penyanyi countri bersuara sopran. Sama dengan Dylan, ia banyak mengkritik kondisi sosial politik Amerika di zamannya. Salah satu bintang konser Woodstock itu juga dikenal sebagai aktivis pembela hak azazi manusia, anti kekerasan dan pecinta lingkungan. Bisa jadi Ully Sigar Rusadi terinspirasi oleh karir dan penampilannya. Baez sempat berpacaran dengan Dylan namun ternyata memang dua kepribadian yang sama-sama kuat sulit disatukan sehingga mereka putus di tengah jalan.

Walau sudah berusia lanjut, perempuan yang menginspirasi saya untuk belajar gitar klasik ini masih getol berkonser. Jadwal konsernya tahun 2008 masih lumayan padat. Tahun ini Baez dianugerahi 2007 Lifetime Achievement Award dari National Academy of Recording Arts & Sciences (NARAS). Juni kemarin ia tampil bersama Bruce Springsteen. Bukan hanya di musik, Baez juga masih aktif di aneka aksi pembelaan lingkungan. Ia membela petani di South Central, Los Angeles, yang terancam digusur. Nenek cantik ini bahkan sampai naik ke atas pohon.

Jika boleh berharap, kelak saya ingin seperti Baez. Terus menikmati hidup sampai rambut memutih, usia menua, sampai azal mendekat. Duh, saya kangen sekali bermain gitar!

Yes, I am a fair and silver lady
I dance in the snow
And follow the stallions
Where the north winds blow
While I was lamenting over my lost youth
You came along Dreaming of lovers
And an evening song
And, if I am a rose of summer
You are a breath of spring
A garden of delights
And when I feel lonely in days of winter you will ride
To the castle light And we will fly on the wings of fantasy
On the wings of fantasy Far as the eye can see Off the shores of Normandy
On the wings of fantasy
WINGS OF FANTASY (Words and Music by Joan Baez)

Teknologi Selayaknya Bisa Jadi "Malaikat Penyelamat" Kaum Hawa

“Kok, kita ngga nambah pinter apa-apa ya dari acara ini?” Aku melontarkan komentar itu ke karibku sesama perempuan. Ia mengangguk setuju.

Tajuk acara itu “Peran Perempuan dalam Teknologi Informasi”. Sebuah diskusi panel dengan tamu sejumlah perempuan di bidangnya. Ada Shinta “Bubu” Danuwardoyo, Prof. Rosarie Saleh dari FMIPA UI, juga Indrayati Nugroho, pembicara dari yang punya hajat, salah satu vendor komputer ternama.

Awalnya saya dan karib saya berharap acara ini akan cukup greget, menampilkan bagaimana perjuangan perempuan di bidang teknologi. Ternyata yang berlangsung hanya obrolan santai biasa dengan tenggat waktu pendek. Akhirnya saya merasa datang dengan otak kosong dan pulang dengan otak kosong.

Kesuksesan karir yang mereka paparkan standar-standar saja. Barangkali justru lebih banyak perempuan di luar sana yang punya kisah jauh lebih menarik dari mereka. Ditambah lagi definisi kesuksesan itu sangat relatif bagi setiap individu.

Bisa jadi suasana elit di Ballroom Hotel Ritz membuat otak saya beku tak mampu mencerna apa sih sisi positif dari acara ini selain sekadar mencari publisitas. Apakah ingin memotivasi perempuan agar lebih melek teknologi? Ah, yang hadir kan undangan terbatas kalangan menengah ke atas yang sudah pasti sudah paham teknologi. Memanfaatkan teknologi untuk memperbaiki kondisi perempuan? Ah, justru tak disinggung sama sekali.

Saya pribadi jika ditanya akan berbuat apa dengan teknologi bagi perempuan Indonesia, maka jawaban saya lumayan segambreng. Saya akan mengajarkan setiap perempuan untuk ngeblog, chatting, browsing, aktif di milis, dan sebagainya. Untuk apa? Agar mereka bisa mengekspresikan dirinya. Bisa curhat di blog, saling tukar informasi di milis, menambah wawasan dengan browsing, bahkan kalau perlu menambah income keluarga dengan e-commerce, membuat desain web, mengelola website, dan sebagainya. Dan itu tidak terbatas kepada perempuan karir saja, melainkan juga ibu tumah tangga, pembantu rumah tangga, bahkan yang tinggal di pedesaan. Tentu mengenai kesiapan infrastruktur bukan tanggungjawab kita. Di sini saya bicara soal apa yang bisa diperbuat untuk mengenalkan perempuan pada Teknologi Informasi.

Teknologi Informasi bisa sangat memperbaiki kondisi perempuan Indonesia. Bekerja dari rumah, sehingga perhatian kepada keluarga bisa lebih tercurah. Mengadukan KDRT ke LSM terdekat melalui email. Menelusuri apa yang terjadi dengan sesama perempuan di negara lain melalui surfing di dunia maya. Bahkan perempuan punya kesempatan sama besarnya dengan lelaki untuk menjadi pakar TI hanya dengan belajar melalui Internet. Dan sebagainya.

Maaf, apakah saya bermimpi terlalu muluk?

Tuesday, December 11, 2007

Super Woman Doesn't Need A Superman?*

Obrolan saya dengan seorang teman baik. Maaf demi keselataman jiwanya dan kehormatan martabanya sebagai manusia (apaan sih), namanya saya samarkan saja. Sebut saja namanya Cuplis ya.

Cuplis: “Iya.... saya juga kagum sama Mbak setengah mati karena Mbak keliatan asik dan bisa mengantisipasi Hidup....

Merry: hiks hiks

Cuplis : terus banyak ide yang asik....

Merry: apanya yg bisa dikagumi

Merry: ngga ada

Cuplis: saya suka tipe seperti ini....

Cuplis: saya bisa saja jatuh cinta sama Mbak karena "keperkasaan" atau kelebihan (menurut kacamata saya) tersebut

Cuplis: tapi...

Cuplis: disisi lain

Cuplis: disisi lain saya jauh lebih takut sama cewek2 seperti mbak karena mungkin sudah terbiasa mandiri

Merry: nah itu dia

Merry: kayaknyha rata2 temenku pada begitu anggapannya ke aku

Cuplis: hmmmm

Cuplis: mungkin karena mereka... yang bilang gitu gak bisa seperti mbak....

Cuplis: "nah.... itu dia!!!!!!"

Cuplis: setiap laki-laki yang liat Mbak mungkin rasanya akan merasa "kalah" karena dominasi tsb udah tertangkap dari ide2nya

Merry: kata temenku, harus cowok yg bener2 toleran yg bisa jadi pasanganku

Cuplis: tapi apakah cewek2 seperti embak kalau perlakuan sama cowok kayak gitu??? belum tentu juga ya....

Cuplis: malah saya.... merasa... di sisi lain.... ke"gilaan" mbak yang membuat mereka minder itu... mungkin... ini mungkin lho... adalah hasil dari adanya sesuatu yang tertahan... kalau dari kaca mata freud (upsss) sory... mbak mengalami tekanan dalam hal ini dan penyalurannya di ide2 itu

Merry: ya jadi solusinya buat saya apa ya mas?

Merry: apa saya harus pura2 tak berdaya?

Merry: hehehe

Cuplis: kalau saya sih terus terang suka mbak... karena kegilaan itu.... dan tapi bukan untuk bercinta....

Cape deh!!!!!

*Judul ini diilhami dari blog seorang teman, Sarie. Thanks ya Sar, minjem judulnya. Keren sih. Kita sesama superwoman memang harus saling mendukung bukan? Maksa deh...


Internet Lebih Digandrungi Daripada Sex

Menurut survei yang dikutip Detik, satu dari lima atau sekitar 20 persen wanita menyatakan bahwa mereka memilih surfing di internet sebagai cara agar bisa rileks. Sementara, hanya tujuh persen saja yang menyatakan memilih aktivitas seks sebagai kegiatan favorit untuk bersantai.

Great. Menekan laju populasi penduduk, penyebaran AIDS dan Sexual Transmmited Disease (STD). Para lelaki silakan juga melakukan surving di Internet. Terserah mau main games, chat, browsing, ngoprek program baru, carding, cybersex, whatsoever. Jauh lebih baik daripada nongkrong ngga jelas dan nggodain cewek lewat. Hehehe.

Monday, December 10, 2007

Majalah Wanita: Agen Patriarki?

Sebelum bekerja di media harian saat ini, saya sempat melamar ke sebuah majalah wanita ternama di republik ini. Semua tes tulisan sukses saya lalui dengan lancar. Bahkan selalu jadi yang pertama keluar ruangan.

Tiba kemudian tes lisan akhir, dimana saya harus berhadapan langsung dengan tim redaksi serta diawasi langsung oleh sang pemimpin redaksi, yang kebetulan juga istri dari pemimpin redaksi majalah berita ternama juga.

"Jika kamu diterima bergabung dengan kami, rubrik apa yang akan kamu pilih? Dan apa alasannya?" Itu pertanyaan yang diajukan.

Jawaban saya spontan saja. "Saya ingin kita punya rubrik pendidikan politik untuk perempuan Indonesia. Tapi pendidikan itu disampaikan dengan cara sederhana, tetap menarik, dengan mengetengahkan contoh politikus perempuan dunia yang sukses. Atau bisa juga dengan menampilkan teori-teori politik secara popular. Populasi perempuan di Indonesia ini bisa sangat menentukan kondisi politik negara jika semua punya peran di dalamnya. Sayang itu belum terwujud. Politik merupakan salah satu alat penting untuk memperbaiki kondisi perempuan kita."

Itu jawaban saya.

Seisi ruangan hening seperti baru saja mendengar tawa kuntilanak. Saya punya firasat bahwa jawaban saya tidak memuaskan dan saya pasti tidak akan pernah bergabung dengan majalah wanita bergengsi itu. Dan itu menjadi kenyataan.

Mau tahu apa jawaban pelamar lain yang diterima?

Mereka memilik rubrik memasak, fashion, kecantikan, belanja, kesehatan, dan seterusnya. Bukan berarti semua topik itu tidak penting bagi saya. Tentu saja penting. Hanya terlalu domestik dan tidak akan pernah mengubah nasib perempuan di negeri ini. Tidak akan bisa menyamakan posisi perempuan dalam sosial budaya masyarakat. Tidak akan membuat lelaki lebih menghargai perempuan dengan tidak memperkosanya. Tidak akan membuat para suami lebih memberi ruang gerak kepada istrinya. Tidak akan membuat para suami mau membantu memasak atau mencuci piring jika istrinya pulang kerja kecapaian. Tidak akan membuat remaja putri sadar bahwa pakai tank top di bis itu hanya mengundangpelecehan seksual.

Dan sebagainya.

Wahai majalah wanita agen patriarki, sampai kapan kalian peduli pada nasib sesama kalian sendiri selain sekadar memikirkan lipstik apa yang harus dipakai ke pesta atau korset merk apa demi melangsingkan perut?